GridHEALTH.id - Pandemi virus corona (Covid-19) membuat penanganan penyakit tidak menular (PTM) di seluruh fasilitas kesehatan menjadi tertunda.
Pasalnya pandemi ini membuat ruang gerak masyarakat untuk pergi berobat ke rumah sakit menjadi terbatas.
Padahal penyakit tidak menular termasuk penyakit kardiovaskular, kanker, pernapasan kronis, diabetes,dan gangguan mental2, telah mengakibatkan lebih dari 70% kematian di dunia, sekaligus menimbulkan beban finansial dan sosial yang sangat besar di berbagai negara (baik yang berpenghasilan tinggi, menengah, maupun rendah).
Di Indonesia, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Pada tahun 2016, dilaporkan bahwa angka kematian di Indonesia sebesar 1.863.000 jiwa, di mana 35% dari angka tersebut disebabkan oleh penyakit kardiovaskular.
Dengan terjadinya pandemi Covid-19, bukan tidak mungkin kondisi ini dapat semakin parah.
Terlebih pandemi juga telah menciptakan ‘infodemik’, dimana informasi yang beredar seringkali terlalu banyak dan membingungkan, sehingga bisa menimbulkan stigma, misinformasi dan bahaya kesehatan fisik serta mental.
Misalnya hipertensi, belakangan beredar kabar bahwa mereka yang menderita penyakit ini dan terinfeksi Covid-19 tidak boleh minum obat anti hipertensi.
Baca Juga: Selain Minum Obat, 4 Cara Ini Ternyata Ampuh Kempeskan Gusi Bengkak Secara Alami
Sebab virus Covid-19 bisa masuk melalui reseptor yang dinamakan ACE2.
Sedangkan obat anti hipertensi ini memperbanyak reseptor ACE2, sehingga semakin banyak virus masuk.
Alhasil ada beberapa penderita hipertensi yang juga pasien Covid-19 menjadi enggan atau tidak diperbolehkan mengonsumsi obat anti hipertensi.
Namun menurut Dr. dr. Anwar Santoso, SpJP(K), FIHA., Dewan Penasihat & Dewan Etik Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) serta salah satu penulis dalam jurnal Risk Management and Healthcare Policy, alasan kenapa hipertensi bisa memperburuk pasien Covid-19 sebenarnya masih menjadi perdebatan di kalangan ahli medis.
Baca Juga: Vaksin Covid-19 Berpotensi Mengubah DNA Manusia, WHO Akhirnya Angkat Bicara
Hal itu disampaikannya saat menjadi salah satu pembicara di acara virtual webinar "Rekomendasi Pakar di ASEAN: Pentingnya Mengoptimalkan Pencegahan dan Pelayanan Pengobatan Penyakit Tidak Menular di Masa Pandemik" hari Sabtu (17/10/2020).
"Belakangan memang beredar kabar bahwa mengonsumsi obat anti hipertensi meningkatkan risiko saat terinfeksi Corona," ujarnya.
Meski demikian, dugaan tersebut mulai terbantahkan dengan adanya penelitian retrospektif (pasien yang sudah diobati) dari beberapa negara dari China, Amerika Serikat, Amerika Utara, Italia dan Spanyol yang menemukan sebaliknya.
Baca Juga: Gubernur Banten Geram, Penyaluran Bantuan Presiden di Tangerang Abaikan Protokol Kesehatan
Seperti laporan awal di Wuhan, China saat 65 % pasien Covid-19 menderita hipertensi.
Setelah dilakukan 3 penelitian di China yang menunjukkan pasien Covid-19 dengan hipertesi yang mengonsumsi obat anti hipertensi, menunjukkan rekam medis yang lebih baik.
Alhasil kini kebanyakan ahli medis sepakat menganjurkan penderita hipertensi yang dinyatakan positif Covid-19 untuk tetap melakukan pengobatan rutin seperti meminum obat anti hipertensi.
Anjuran terus melakukan pengobatan saat pandemi ini pun berlaku bagi penderita penyakit tidak menular lainnya.
Sementara itu, menanggapi masalah misinformasi ini Pfizer, perusahaan internasional dalam bidang kesehatan berkolaborasi dengan American College of Cardiology (ACC) menghadirkan NCD Academy sebagai platform digital gratis yang dirancang untuk menyediakan informasi-informasi terbaru terkait PTM dan mengoptimalkan kemampuan para tenaga kesehatan profesional dalam melakukan pelayanan pengobatan PTM.
Baca Juga: Sukses Kalahkan Pandemi Covid-19, Gelombang ke-2 Datang Ceko Kelimpungan, Masker Sudah Ditinggalkan
Satria Surjati, selaku General Manager Upjohn Division, Pfizer Indonesia mengatakan, “Di Upjohn Division, semua yang kami lakukan senantiasa memprioritaskan para pasien dan kebutuhan mereka untuk menjaga kesehatannya yang terus berubah.
Inisiatif Upjohn Division, berkolaborasi dengan berbagai pihak melalui program NCD Academy, merupakan suatu solusi untuk para pasien, terutama pasien PTM. NCD Academy adalah sebuah platform berbasis web interaktif dan user-friendly (mudah digunakan) yang dirancang untuk menyediakan edukasi bagi para profesional di bidang kesehatan,seperti dokter umum, internis, perawat, dan lain-lain, agar mereka mampu melakukan pencegahan dan pelayanan pengobatan PTM secara lebih baik.
NCD Academy juga memastikan bahwa platform online ini dilengkapi dengan edukasi yang memadai untuk para tenaga kesehatan profesional.”
Baca Juga: Banyak yang Salah Kaprah Prihal Physical Distancing, Ini yang Benar Menurut Prof Wiku
NCD Academy yang dibentuk di atas Global Prevention Programs serta diluncurkan oleh Pfizer dan American College of Cardiology (ACC) bersama NCD Alliance pada tahun 2016.
Hingga kini telah menyelenggarakan 44 seminar daring (6 diantaranya sudah dilakukan di Indonesia), sekaligus menyediakan sains, teknologi, sumber daya, dan materi edukasi atau modul kepada lebih dari 70.000 dokter di 9 negara untuk mengatasi penyakit kardiovaskular dan memperkuat praktik terbaik dalam merawat pasien.
Program ini telah menjangkau 230 juta pasien di Cina, Rusia, Argentina, Meksiko, Arab Saudi, Mesir, Uni Emirat Arab, Malaysia, Indonesia, dan Vietnam.
Baca Juga: Kemenkes : Sudah Divaksin Tak Ada Jaminan Bisa Terbebas Covid-19
“Di Upjohn Division, kami meyakini bahwa penting sekali untuk melakukan pendekatan terintegrasi dengan mengembangkan kemitraan yang tidak hanya berfokus pada obat-obatan, sehingga mampu meningkatkan pencegahan dan pelayanan pengobatan PTM, jelas Satria Surjati.
Melalui NCD Academy, tenaga kesehatan profesional dapat mengakses rangkaian program edukasi kedokteran berkelanjutan onlinesecara gratis, yang dirancang untuk meningkatkan pengetahuan klinis, serta mendapatkan rekomendasi klinis berdasarkan jurnal termutakhir untuk mecegah PTM.
Program ini akan membantu para dokter dan otoritas kesehatan global dalam mengembangkan strategi untuk memitigasi PTM berbasis data yang pada akhirnya dapat membantu meningkatkan hasil klinis pasien.(*)
Baca Juga: Satu Lagi Gejala Baru Infeksi Virus Corona Terungkap, Pasien Covid-19 Ini Mendadak Tuli Permanen
#berantasstunting #hadapicorona
Source | : | webinar |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar