GridHEALTH.id - Junk atau makanan cepat saji dikenal sebagai makanan yang memeiliki dampak negatif bagi kesehatan.
Bagaimana tidak, makanan cepat saji tersebut rupanya mengandung gula garam dan lemak (GGL) yang berlebih.
Baca Juga: 7 Cara Mudah Supaya Tubuh Tidak Kelebihan Gula Garam dan Lemak, #BijakGGL
Tak heran, pemerintah Inggris baru-baru ini dikabarkan melarang iklan online makanan tidak sehat alias junk food.
Rencana ini diketahui sebagai bagian dari upaya Inggris untuk mengatasi obesitas dan meningkatkan kesehatan masyarakatnya.
Pemerintah Inggris mengatakan, obesitas adalah salah satu masalah kesehatan masyarakat jangka panjang terbesar di negeri Ratu Elizabeth II, dengan hampir dua pertiga orang dewasa di Inggris kelebihan berat badan dan satu dari tiga anak meninggalkan sekolah dasar gara-gara obesitas.
Tindakan yang Pemerintah Inggris keluarkan tersebut akan berlaku bagi iklan online untuk produk makanan cepat saji tinggi lemak, gula, dan garam.
"Kami tahu, ketika anak-anak menghabiskan lebih banyak waktu untuk online, orangtua ingin diyakinkan bahwa mereka tidak melihat iklan yang mempromosikan makanan tidak sehat, yang dapat memengaruhi kebiasaan makan untuk hidup," kata Menteri Kesehatan Matt Hancock dalam sebuah pernyataan Selasa (10/11), seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: 7 Cara Mudah Supaya Tubuh Tidak Kelebihan Gula Garam dan Lemak, #BijakGGL
Baca Juga: Khasiat Dahsyat Air Rebusan Kayu Manis, Ampuh Mengatasi Maag
Apalagi dalam beberapa kesempatan Perdana Menteri Boris Johnsonmenyoroti bahwa kelebihan berat badan telah terbukti meningkatkan risiko penyakit serius atau kematian akibat virus corona (Covid-19) yang tengah mewabah.
Johnson yang sempat terjangkit Covid-19 pun secara terbuka berbicara tentang niatnya untuk menurunkan berat badan sejak dirawat di rumahsakit karena penyakit tersebut.
Pemerintah Inggris menyebutkan, awal tahun ini ingin melarang iklan online dan televisi tentang makanan tidak sehat sebelum jam 9 malam.
Baca Juga: Vaksin Pfizer Ampuh Cegah Covid-19 HIngga 90 Persen, Indonesia Beli?
Tetapi, draf aturan yang pemeritah keluarkan pada Selasa (10/11/2020) akan melangkah lebih jauh dan menerapkan larangan total secara online.
Ini termasuk iklan berbayar dan daftar pencarian, iklan yang didorong langsung di perangkat seluler, dan iklan viral yang diproduksi dengan tujuan dibagikan secara luas di media sosial. Bentuk iklan online lainnya juga akan dilarang.
Sebelum menerapkan larangan iklan online junk food, pemerintah Inggris akan menjaring masukan terlebih dahulu dengan industri, publik, dan pihak berkepentingan lainnya selama enam minggu ke depan.
Baca Juga: 4 Buah Tinggi Potasium Ampuh Turunkan Tekanan Darah Tinggi, Penderita Hipertensi Bisa Coba
Asupan gula garam dan lemak yang berlebihan seperti pada makanan cepat saji memang dapat memicu penyakit tidak menular yang mematikan seperti penyakit jantung, stroke, diabetes, hingga kanker.
Bahkan dilansir The Telegraph, obesitas kini telah disebut sebagai penyebab utama dari munculnya penyakit kanker.
Sebuah penelitian di Inggris menemukan, bahwa obesitas telah memicu munculnya berbagai penyakit kanker dalam tubuh.
Penyakit kanker yang dapat disebabkan oleh obesitas, sepert: kanker usus, ginjal, ovarium dan hati.
Baca Juga: Kritik Penanganan Covid-19 di Indonesia, Surya Paloh; 'Masih Gagap dan Trial and Error'
Studi yang dilakukan oleh Cancer Research UK juga menunjukkan, bahwa kelebihan berat badan menyebabkan lebih banyak jumlah penderita kanker usus, daripada jumlah penderita yang disebabkan oleh kebiasaan merokok.
Tak hanya itu, ternyata obesitas juga dapat menjadi penyebab utama dari 13 jenis kanker dan juga berbagai masalah kesehatan serius lainnya.
Bahkan setelah hasil penelitian ditemukan, Cancer Research UK mendesak pemerintahan Inggris untuk melarang iklan junk food di televisi dan media online untuk tayang sebelum jam 9 malam.
Hal ini dilakukan untuk mengurangi masyarakat Inggris mengonsumsi junk food yang bisa menyebabkan obesitas.
Lantas melihat apa yang terjadi di Inggris, apakah langkah tersebut akan ditiru oleh Indonesia?
Baca Juga: Ada Gen Misterius dalam Virus Corona yang Tumpang Tindih, Berbahayakah?
Diketahui konsumsi gula garam dan lemak di Indonesia memang sangat tinggi.
Menurut data Survey Diet Total yang dilakukan pada 2014, 5 dari 100 orang Indonesia mengonsumsi gula lebih dari 50 gram/hari. Konsumsi tertinggi ada di Yogyakarta dengan 16,9 %.
Kemudian 53 dari 100 orang Indonesia mengonsumsi garam lebih dari 2.000 mg/hari. Konsumsi garam tertinggi adalah warga DKI Jakarta dengan 65,4 %.
Terakhir, 27 dari 100 orang Indonesia mengonsumsi lemak lebih dari 67 gram/hari. Konsumsi lemak tertinggi juga masyarakat DKI Jakarta, dengan 48,2 %.
Alhasil berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi obesitas atau kegemukan pada orang dewasa di atas 18 tahun terus meningkat dari tahun ke tahun sejak 2007.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2018 Badan Litbangkes Kementerian Kesehatan disebutkan bahwa prevalensi obesitas meningkat sejak tiga periode Riskesdas yaitu pada 2007 10,5%, 2013 14,8%, dan 2018 21,8 %.
Alhasil kondisi ini pun berimbas pada angka kejadian penyakit tidak menular di Indonesia yang meningkat dari 2013 ke 2018, termasuk diabetes melitus (dari 6,9% menjadi 8,5%), stroke (dari 7% menjadi 10,9%), dan hipertensi (dari 25,8% menjadi 34,1%).
Melihat angka tersebut, tidak ada salahnya juga Indonesia meniru langkah yang dilakukan negara Britania tersebut.(*)
Baca Juga: Segera Ganti Masker Berkeringat Ketika Berolahraga, Ini Alasannya
#berantasstunting
#BijakGGL
#hadapicorona
Source | : | Kontan.co.id,Riskesdas 2018,The Telegraph |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar