GridHEALTH.id - Masyarakat perlu ditingkatkan kesadaran dan pengetahuan akan kanker lambung yang seringkali dikira sebagai sakit maag atau gastritis, sebab cenderung tidak bergejala pada stadium awal, sehingga sebagian besar pasien datang terlambat dan sudah pada stadium lanjut.
Sesungguhnya faktor-faktor risiko terkena kanker hanya 5-10% yang diakibatkan oleh faktor genetika. Sedangkan 90-95% lebih disebabkan oleh faktor lingkungan yang meliputi diet (30-35%), rokok (25-30%), infeksi (15-20%), obesitas (10-20%), alkohol (4-6%) dan lain-lain (10-15%).
“Dengan demikian, kanker dapat dicegah dengan pola hidup sehat dan melakukan deteksi dini kanker,” ujar Ketua Yayasan Kanker Indonesia, Prof. Dr. dr. Aru Sudoyo, SpPD, KHOM, FINASIM, FACP dalam webinar Yayasan Kanker Indonesia (YKI) bersama Taiho Pharma Singapore PTE. LTD. bertajuk “Penyakit Lambung Biasa atau Kanker Lambung?” (16/11/2020).
Faktor risiko kanker lambung kebanyakan diderita oleh pasien berusia 60-80 tahun dan disebabkan oleh Helicobactor pylori, rokok, obesitas, makanan yang diproses atau diasinkan, dan genetika.
“Penyebab meningkatnya risiko kanker lambung secara kondisi medis karena adanya infeksi helicobacter pylori pada lambung, metaplasia usus, atrophic gastritis kronis, anemia pernisiosa, ataupun polip lambung,” ucap Prof. Aru. Sudoyo.
Sedangkan secara genetik, penyebab meningkatnya risiko adalah jika ibu, ayah, kakak atau adik memiliki kanker gaster, golongan darah A, Li-fraumeni syndrome, familial adenomatous polypsis (FAP) dan hereditary nonpolyposis colon cancer.
Baca Juga: 6 Tanda Ketika Memiliki Kutu Rambut, Di antaranya Sering Garuk Kepala
“Diagnosis dan terapi pada stadium dini tentunya diharapkan akan memiliki tingkat keparahan dan prognosis yang lebih baik ketimbang bila dideteksi dan diterapi ketika sudah masuk stadium lanjut.
Muncul juga gejala nafsu makan hilang, mual dan muntah, nyeri perut, tahi lalat membesar dan meradang, perdarahan di waktu tidak lazim atau lama serta bab dan batuk berdarah.
Lihat postingan ini di Instagram
Prof. Aru Sudoyo menjelaskan enam situasi yang perlu diwaspadai sebagai gejala kanker lambung.
Situasi pertama adalah adanya nyeri abdomen yaitu nyeri perut atau abdomen yang awalnya terasa ringan, namun karena sibuk sehingga tidak diperhatikan, dan tidak hilang dengan makan, sehingga lama kelamaan nyeri semakin berat sampai tak tertahankan.
“Gejala yang paling sering dari kanker lambung (antara 60%- 90%) mirip sakit maag,” ucap Prof. Aru.
Situasi kedua adalah dimana seseorang mulai sulit menelan makanan, dan ini terjadi bila tumor berlokasi di daerah kardia atas, maka akan terjadi penyempitan.
Makanan terasa “tersangkut” di daerah dada, terpaksa minum air yang banyak, namun kemudian akan naik balik ke atas atau juga disebut dengan “gastroesophageal reflux” atau gerd.
Baca Juga: 3 Kebiasaan Rutin di Pagi Hari yang Bisa Bikin Kulit Wajah Bersinar
Baca Juga: 4 Latihan Sederhana Untuk Menyembuhkan Sakit Jari, Mudah Dilakukan
Situasi ketiga adalah rasa mual dan muntah pada waktu makan. Hal ini terjadi bila tumor terletak dekat dengan jalan masuk ke usus halus atau pylorus.
Hambatan lewatnya makanan akan mengirim sinyal ke otak bahwa makanan “harus dikembalikan ke atas”.
Situasi keempat adalah semakin merasa cepat kenyang dengan terisinya ruang lambung oleh tumor, sehingga semakin sedikit makanan yang masuk tubuh.
Hal ini terjadi terutama pada kanker lambung jenis “difus” di mana sel-sel tumor mengambil permukaan luas lambung, dimana elastisitas lambung berkurang.
Situasi kelima terjadi penurunan berat badan secara drastis, bisa karena sulitnya makanan turun atau karena muntah, serta makanan dan nutrisi akan berkurang.
Baca Juga: Obat Darah Tinggi Dengan Teknologi OROS Membantu Pasien Stabil Tekanan Darahnya Sepanjang Hari
Baca Juga: Seorang Pakar Amerika Sebut Covid-19 Bukan Pandemi Tapi Sindemi, Apa Itu?
Situasi keenam adalah mulai terjadi perdarahan, dimana tumor atau kanker menembus lapisan dalam lambung.
Bila perdarahan masih sedikit, tidak menampakkan adanya gejala. Namun pada perdarahan besar, berakibat pada hematemesis atas atau melena bawah dengan gejala anemia. (*)
#bijakGGL #berantasstunting #hadapicorona
Penulis | : | Soesanti Harini Hartono |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar