GridHEALTH.id - Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Jawa-Bali resmi diperpanjang hingga 8 Februari 2021.
Seperti diketahui, sebelumnya PPKM Jawa-Bali diberlakukan mulai 11-25 Januari 2021.
Baca Juga: PPKM Jawa-Bali Diperpanjang hingga 8 Februari 2021, Ada Perubahan Aturan, Catat Ya!
Namun karena belum dapat menurunkan angka positivity rate Covid-19 di Indonesia, PPKM Jawa-Bali akhirnya diperpanjang lagi.
Sebelumnya, PPKM Jawa-Bali dianggap gagal dan tidak efektif menurunkan angka kasus positif Covid-19.
Baca Juga: Bukan Disuntik, WHO Isyaratkan Vaksin Covid-19 Cukup dengan Dihirup Lewat Hidung
Bahkan, menurut pakar, aturan yang diterapkan PPKM Jawa-Bali dianggap tidak tegas.
Kini, Satuan Tugas Penanganan Covid-19 berasumsi jika perpanjangan PPKM Jawa-Bali ini gagal kembali, ada kemungkinan akan diperpanjang lebih lama.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Semarang Bondan Marutohening juga menilai bahwa PPKM Jawa-Bali adalah peraturan tebang pilih dan tidak tegas.
Bondan mengatakan, Satgas Penanganan Covid-19 Kabupaten Semarang kurang tegas dalam melaksanakan penegakan aturan PPKM.
"Bisa dilihat secara nyata di wilayah Ungaran dan sekitarnya, bahkan ada ada laporan warga ke saya, bahwa usaha mereka diminta tutup, tetapi beberapa tempat usaha lain dibiarkan tetap beraktivitas," jelasnya kepada wartawan, Minggu (17/1/2021), dikutip dari Kompas.com.
Baca Juga: 5 Tanda Lahir Bayi yang Wajib Orang Tua Ketahui, Walaupun Hal Biasa Tapi Perlu Diamati Seksama
Bondan mengatakan, adanya tebang pilih tersebut adalah bukti pelaksanaan PPKM tidak serius.
"Instruksi Mendagri dan instruksi Bupati tidak dijalankan. Rekomendasi DPRD kepada Satgas Covid-19 pun juga tidak pernah digubris," tegasnya.
Sementarea, epidemiolog Griffith University Dicky Budiman juga menilai penerapan PPKM tidak efektif untuk menekan kasus Covid-19 di Indonesia.
"Adanya PPKM juga tidak efektif, karena yang vitalnya 3T tidak optimal," ujarnya.
"Buktinya banyak sekali contoh antara himbauan dan realisasi dalam kebijakan tidak bersinergi. Misalnya jangan bepergian tetapi ada diskon perjalanan, ini adalah bukti yang sudah berkali terlihat, kita tidak ingin klaster tapi ada pilkada dan," tambah Dicky, Minggu (17/1/2020).
Dicky menjelaskan, estimasi terendah kasus harian di Indonesia sudah naik menjadi 50.000 per hari, dan sebelumnya 40.000 per hari.
Dengan penemuan kasus paling tinggi di angka 14.000, masih ada gap kelemahan deteksi kasus.
Baca Juga: Hari Peluk Nasional Jatuh Tiap 21 Januari, Ini Manfaat dari Berpelukan bagi Tubuh KIta
Dicky memperingatkan hal ini bisa berbahaya karena akan menyebabkan lonjakan kasus kesakitan dan kematian.
"Gap (selisih) temuan kasus minimal 40 ribu yang bisa kita temukan, kita baru bisa menemukan seperempatnya, kalau dibiarkan adalah hal yang sangat serius karena penambahan dari kasus yang tidak terdeteksi akan berpola eksponensial dan meledak," katanya.
Terlepas dari itu, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan kebijakan perpanjangan PPKM bergantung pada tingkat kedisiplinan masyarakat dalam mematuhi aturan-aturan yang telah ditentukan.
"Apabila tidak (disiplin), maka kita akan terus memperpanjang periode pembatasan kegiatan ini terus menerus agar menjadi efektif sampai waktu yang tidak diprediksi," kata Wiku dalam kanal YouTube Sekretariat Presiden, Kamis (21/1/2021).
"Kita masih memiliki harapan besar pada intervensi pemberlakuan pembatasan kegiatan ini."
"Ini baru satu minggu pelaksanaan, dampak dari intervensi baru akan terlihat pada minggu ketiga intervensi dilakukan," sambungnya.
Semoga saja, perpanjangan PPKM Jawa-Bali kali ini tidak akan gagal dan tidak efektif. (*)
Baca Juga: Masyarakat Badui Catatkan Nol Kasus Covid-19, Ternyata Ini yang Mereka Lakukan
View this post on Instagram
#hadapicorona
Source | : | Kompas.com,YouTube |
Penulis | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Editor | : | Nikita Yulia Ferdiaz |
Komentar