GridHEALTH.id - Siti Raisa Miranda, wanita asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) yang mengidap Sleeping Beauty Syndrome dikabarkan kembali bangun dari tidurnya.
Diketahui wanita yang biasa dipanggil Echa itu sudah sembilan hari tidur terlelap sejak Kamis (1/4/2021) lalu.
Menurut ibunda Echa, Siti Lili Rosita, anaknya itu kini masih sangat lemas dan belum bisa beranjak dari tempat tidur sejak bangun.
Baca Juga: Viral Seorang Anak Derita Penyakit Langka Hampir Setahun Tertidur
"Biasanya begitu kalau sudah bangun, kondisinya masih lemas dan belum stabil betul," ujar Lili dilansir dari Kompas.com (11/4/2021).
Namun Lili mengatakan biasanya kondisi Echa akan normal dengan sendirinya seiring berjalannya waktu.
"Nanti juga normal sendiri setelah beberapa hari," ungkapnya.
Namun karena kondisinya yang belum stabil, Echa masih harus dimandikan dan disuapi makan buah-buahan untuk mengembalikan nutrisi di tubuhnya.
Ia juga langsung dilatih beraktivitas seperti duduk, berdiri dan sesekali berjalan oleh kedua orangtuanya begitu terbangun dari tidurnya.
"Kami mandikan dan kami suap dia buah-buahan," tambahnya.
Sebagai orangtua, Lili juga terus mencoba berbagai macam pengobatan untuk membangunkan Echa.
Terakhir, orangtua Echa mendatangkan ahli pijat saraf.
"Dia sempat mengeluh kesakitan dan sempat menangis," pungkasnya.
Diketahui sebelumnya Echa didiagnosis mengidap Sleeping Beauty Syndrome alias sindrom putri tidur.
Dilansir dari laman National Organization for Rare Disorders (5/11/1994) dalam artikel terkait Kleine-Levin Syndrome, disebutkan bahwa Sleeping Beauty Syndrome disebut sebagai gangguan kelainan tidur yang sangat langka.
Gangguan ini ditandai dengan kebutuhan tidur berlebihan (hipersomnensi) bahkan bisa tidur hingga 20 jam sehari, asupan makanan berlebihan (hiperfagia kompulsif) dan perubahan perilaku seperti dorongan seksual yang berlebihan (hiperseksual).
Baca Juga: Di Indonesia Seorang Anak 18 Bulan Tidur Melulu, di Vietnam Sosok Ini Insomnia Selama 33 Tahun
Disebutkan juga, ketika penderita bangun dari tidur panjangnya, mereka ada kemungkinan menunjukkan sifat lekas marah, kurang energi (lesu), hingga kurangnya emosi (apatis).
Penyebab pasti sindrom Kleine-Levin tidak diketahui. Untuk pengobatannya pun sampai saat ini belum ada pengobatan yang pasti.
Namun, para peneliti percaya dalam beberapa kasus, faktor keturunan dapat menyebabkan beberapa individu memiliki kecenderungan genetik untuk mengembangkan gangguan tersebut.
Baca Juga: Di Indonesia Seorang Anak 18 Bulan Tidur Melulu, di Vietnam Sosok Ini Insomnia Selama 33 Tahun
Diperkirakan bahwa gejala 'Putri Tidur' ini mungkin berkaitan dengan kerusakan fungsi otak yang membantu mengatur fungsi-fungsi seperti tidur, nafsu makan, dan suhu tubuh (hipotalamus).
Beberapa peneliti berspekulasi bahwa sindrom Kleine-Levin mungkin merupakan gangguan autoimun.
Timbulnya gejala yang terkait dengan gangguan ini sangat cepat. Penderita kemungkinan memiliki sekitar dua hingga 12 episode per tahun.
Walaupun sindrom ini akan menghilang seiring berjalannya usia, gangguan ini bisa diderita seseorang hingga usia 40 hingga 50 tahunan.(*)
View this post on Instagram
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL
Source | : | Kompas.com,Rarediseases.org |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar