GridHEALTH.id - Dalam beberapa tahun terakhir, popularitas kelapa dan khususnya minyak kelapa murni telah melonjak karena manfaat kesehatan yang dinilai sangat banyak untuk tubuh.
Sebuah survei menemukan 72% orang Amerika menilai minyak kelapa murni sebagai "minyak sehat", meskipun hanya 37% ahli nutrisi yang setuju.
Baca Juga: Aneka Manfaat Minyak Kelapa, Diantaranya Bantu Turunkan Berat Badan
Minyak kelapa populer di beberapa diet trending termasuk diet ketogenik dan Paleo.
Melansir dari hsph.harvard.edu dalam artikel 'Coconut Oil', minyak kelapa murni adalah 100% lemak, 80-90% di antaranya adalah lemak jenuh. Ini lah yang memberikan tekstur yang kuat pada suhu ruangan atau dingin.
Lemak terdiri dari molekul yang lebih kecil yang disebut asam lemak, dan ada beberapa jenis asam lemak jenuh dalam minyak kelapa.
Jenis yang dominan adalah asam laurat (47%), dengan asam miristat dan palmitat dalam jumlah yang lebih kecil, yang telah terbukti dalam penelitian dapat meningkatkan kadar LDL yang berbahaya.
Juga hadir dalam jumlah kecil adalah lemak tak jenuh tunggal dan tak jenuh ganda.
Minyak kelapa murni pun tidak mengandung kolesterol, serat, dan hanya sedikit vitamin, mineral, dan sterol.
Baca Juga: Umat Hindu Gelar Ritual Mandi di Sungai Gangga, Kasus Covid-19 di India Langsung Meledak
Sterol tumbuhan memiliki struktur kimiawi yang menyerupai kolesterol darah, dan dapat membantu menghalangi penyerapan kolesterol dalam tubuh.
Namun, jumlah yang ditemukan dalam beberapa sendok makan minyak kelapa terlalu kecil untuk menghasilkan efek yang menguntungkan.
Di Indonesia sendiri, minyak kelapa murni juga sering kali digunakan oleh masayarakat untuk berbagai macam obat alami.
Salah satunya, peneliti menjadikannya untuk menemukan obat pendukung pengobatan Covid-19.
Baca Juga: Minyak Kelapa Murni Sebagai Imunomodulator Pasien Covid-19, Ternyata ini Khasiatnya Saat Dikonsumsi
Pakar Pulmonologi FKKMK Universitas Gadjah Mada (UGM) sekaligus Ketua Tim Airbone Disease RSUP Dr. Sardjito, Ika Trisnawati menyampaikan pilot studi minyak kelapa murni sebagai terapi adjuvan Covid-19 saat ini tengah berlangsung di 4 rumah sakit Yogyakarta, yakni RSUP Dr. Sardjito, RSA UGM, RSUD Wonosari, serta RSUD Sleman.
Penggunaan Virgin Coconut Oil atau VCO dalam terapi Covid-19 ini, dilatarbelakangi kandungan yang telah diketahui memiliki aktivitas anti virus yang baik seperti asam laurat (C12) dan monolaurin (ML) beserta derivatnya.
“VCO merupakan medium chain fatty acids (MCA) yang mengandung asam laurat diubah menjadi monogliserida monolaurin yang mempunyai efek antiviral dengan cara menghancurkan membran lipid virus,” jelasnya dalam webinar Uji Klinis dan Penanganan Covid-19 yang diselenggarakan Pusat Kedokteran Herbal FKKMK UGM, seperti dirangkum dari laman UGM.
Ia mengatakan, VCO bekerja seperti pada sabun, mampu merusak membran sel pada virus.
Baca Juga: WHO Nyatakan Keprihatinan Peningkatan Covid-19 Selama Ramadan
"Saat VCO masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi monolaurin yang saat berinteraksi dengan membran sel virus dan akan merusak lapisan lipid pada sel tersebut. Dengan begitu, membran sel virus menjadi rusak dan tidak berfungsi," kata dia.
Dalam pilot studi di 4 rumah sakit tersebut Ika mengungkapkan adanya hasil yang signifikan (p<0,05) penggunaan VCO dalam menurunkan TNF α pada kelompok VCO dibandingkan plasebo.
Baca Juga: Ilmuwan Filipina Mengklaim Minyak Kelapa Murni Dapat Menghancurkan Virus Corona
Selain itu, terdapat penurunan marker inflamasi antara alain CR, ferritin, dan IL6 meskipun tidak siginifikan secara statistik.
Temuan lain menunjukkan adanya penurunan D Dimer dan ferritin yang signifikan (p<0,05) baik sebelum maupun setelah intervensi pada kelompok VCO. Lalu, terjadi penurunan CRP, IL6 dan procalcitonin, tetapi tidak signifikan.
“VCO dapat menurunkan marker inflamasi pada penderita Covid-19 sehingga diharapkan dapat mencegah perberatan penyakit,” terangnya.
Sementara itu, Riri Indriani dari BPOM mengatakan Indonesia memiliki potensi bahan alam yang cukup berlimpah dengan lebih dari 30.000 spesies tanaman.
Data Riset Obat dan Jamu mencatat dari spesies tanaman yang ada, 2.848 di antaranya merupakan tumbuhan obat yang tersebar pada 405 etnis di 34 provinsi.
Baca Juga: Karena Covid-19 Joanna Alexandra Dirawat di Wisma Atlet, Sang Suami Sesak Napas Masuk IMCU
“Potensi bahan alam Indonesia memberi peluang besar untuk dimanfaatkan sebagai produk jamu, maupun obat herbal terstandar dan fitofarmaka, termasuk sebagai terapi adjuvan Covid-19,” tuturnya.
Riri menyampaikan BPOM telah melakukan pendampingan terhadap penelitian herbal terkait Covid-19. Hingga saat ini ada 15 penelitian yang memanfaatkan bahan alam dan 2 di antaranya telah selesai menjalani uji klinik.
Tak hanya itu, 4 penelitian masih dalam tahapan uji klinik, 5 penelitian tahap penyusunan protokol uji klinik, 1 penelitian tahap uji praklinik, dan 3 penelitian dalam tahap penyusunan protokol uji praklinik.
Untuk uji praklinik ditujukan sebagai anti inflamasi, daya tahan tubuh, antipiretik dan anti Covid-19. Dari penelitian yang telah berjalan tersebut ia menyampaikan terdapat beberapa pembelajaran yang dapat diambil.
Baca Juga: Atasi Masalah Dermatitis Atopik Dengan Minyak Kelapa, Ini Caranya
Selain itu, manifestasi klinik pasien Covid-19 yang beragam menuntut peneliti lebih cermat dalam menentukan definisi operasional perbaikan gejala klinis.
Meski begitu, mengingat besarnya potensi bahan alam Indonesia, Riri menekankan penemuan dan pengembangan obat herbal untuk terus dikembangkan hingga menuju hilirisasi produk.
Dalam pengembangannya perlu dukungan dan sinergi dari berbagai pihak, termasuk dari para akademisi/ perguruan tinggi.
“BPOM pun akan selalu hadir mendukung upaya hilirisasi produk obat bahan alam,” imbuhnya.(*)
#berantasstunting
#HadapiCorona
#BijakGGL
Source | : | Kompas.com,hsph.harvard.edu |
Penulis | : | Ine Yulita Sari |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar