GridHEALTH.id - Banyak negara-negara dilaporkan memesan banyak vaksin untuk dijadikan suntikan penguat vaksin Covid-19.
Apalagi belakangan Pfizer dan Moderna menawarkan vaksin Covid-19 mereka sebagai suntikan penguat di negara-negara dengan tingkat vaksinasi yang sudah tinggi.
Padahal masih banyak negara yang belum kabagian pasokan vaksin Covid-19. Bahkan, untuk tenaga kesehatan sekali pun.
Menanggapi kondisi ini, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus pun akhirnya angkat bicara dalam konferensi virtual, Senin (12/7/2021).
Menurutnya varian delta yang pertama kali terdeteksi di India memang kini telah menyebar ke lebih dari 104 negara.
Angka kematian akibat Covid-19 di dunia pun kembali meningkat akibat penyebaran virus corona varian Delta yang semakin meluas ini.
Namun ia menyatakan negara-negara kaya seharusnya tidak memesan suntikan penguat untuk warganya yang sudah divaksin.
Sebab hal itu akan membuat terjadinya kesenjangan tingkat vaksinasi disetiap negara, dan membuat upaya menekan laju pandemi semakin sulit.
Baca Juga: Sinovac Diandalkan di Indonesia, Program Vaksinasi Covid-19 Singpura Tidak Menggunakannya
“Varian Delta menyebar di seluruh dunia dengan kecepatan tinggi, mendorong lonjakan baru dalam kasus dan kematian Covid-19," kata Tedros dilansir dari Kontan.co,id (13/7/2021).
“Ada kesenjangan yang tajam dalam pasokan dan akses ke vaksin Covid-19 di dunia. Beberapa negara dan wilayah telah memesan jutaan dosis vaksin sebagai suntikan penguat (booster), padahal masih ada negara yang belum punya cukup pasokan untuk menyuntik tenaga kesehatan dan orang-orang yang paling rentan,” kata Tedros.
Tedros pun mengkritik Pfizer dan Moderna yang menawarkan vaksin mereka sebagai suntikan penguat di negara-negara dengan tingkat vaksinasi yang tinggi.
Dia menyatakan kedua perusahaan farmasi itu seharusnya mengalokasikan produksi mereka ke Covax, yang menyediakan platform untuk membagikan vaksin secara merata ke negara dengan penghasilan pas-pasan hingga negara miskin.
Baca Juga: Bahan Alami Atasi Bau Ketiak, Gunakan Baking Soda hingga Minyak Kelapa
Lebih lanjut, WHO menjelaskan alasan ilmiah mengapa mereka menentang suntikan penguat vaksin Covid-19.
Menurut kepala ilmuwan WHO, Soumya Swaminathan, belum ada bukti yang mendukung perlunya booster bagi mereka yang telah menerima vaksin lengkap.
Namun, dia tidak menutup kemungkinan jika di masa mendatang ada hasil penelitian yang menyatakan booster dibutuhkan.
“Harus berdasarkan ilmu pengetahuan dan data, bukan pada masing-masing perusahaan yang menyatakan bahwa vaksin mereka perlu diberikan sebagai dosis booster,” katanya.
Swaminathan juga tidak menyarankan penyuntikkan vaksin dari produsen berbeda ke seseorang.
Ia menyebut, upaya mencampurkan berbagai vaksin Covid-19 itu sebagai tren yang berbahaya.
“Kita berada di zona tanpa data dan tanpa bukti tentang pencampuran penggunaan vaksin,” ujar dia.
Mike Ryan, kepala program kedaruratan WHO, bersuara lebih keras tentang kecenderungan negara kaya menimbun vaksin untuk booster.
Baca Juga: Kompres Panas atau Kompres Dingin, Sesuaikan dengan Kondisi Kesehatan
“Kita akan melihat ke belakang dengan rasa marah, dengan rasa malu, jika ada negara menggunakan dosis yang berharga sebagai booster, sementara pada saat yang sama di tempat lain di dunia, masih banyak orang yang rentan, bahkan sekarat tanpa vaksin,” ujar dia.
Sementara itu, diketahui berdasarkan data terbaru Worldometers.info kasus Covid-19 terus bertambah setiap harinya.
Dimana hingga Selasa (13/7/2021), jumlah kasus Covid-19 di seluruh dunia sudah mencapai angka 188,404,542 kasus.
Dimana dari jumlah tersebut 4,059,223 diantaranya dinyatakan meninggal dunia, 172,190,361 sembuh, dan sisanya masih harus mengdapatkan perawatan medis.(*)
#berantasstunting
#hadapicorona
#BijakGGL
Source | : | Worldometers.info/coronavirus,Kontan.co.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar