"Pokok opini berikutnya, penggunaan alat tes PCR dan swab antigen sebagai alat pendeteksi Covid yang terduga katakan sebagai hal yang tidak relevan, juga merupakan asumsi yang tidak berlandaskan riset," jelas Brigjen Slamet.
Dr Lois mengakui opini yang ia publikasikan di media sosial, membutuhkan penjelasan medis.
Namun, hal itu justru bias karena di media sosial hanyalah debat kusir yang tidak ada ujungnya.
"Setelah dilakukan pemeriksaan oleh penyidik, kami dapatkan kesimpulan bahwa yang bersangkutan, tidak akan mengulangi perbuatannya dan tidak akan menghilangkan barang bukti mengingat seluruh barang bukti sudah kami miliki," ungkap Brigjen Slamet.
Dia menambahkan, pernyataan terduga pelaku orang yang memiliki gelar dan profesi dokter yang tidak memiliki pembenaran secara otoritas kedokteran.
Dalam klarifikasi Dokter Lois, diakui bahwa perbuatannya tidak dapat dibenarkan secara kode etik profesi kedokteran.
Baca Juga: 48 Jam Berada di Rumah Sakit Berisiko Terpapar Penyakit Infeksi Nosokomial, Bisa Sebabkan Pneumonia
"Yang bersangkutan menyanggupi tidak akan melarikan diri. Oleh karena itu saya memutuskan untuk tidak menahan yang bersangkutan, hal ini juga sesuai dengan konsep Polri menuju Presisi yang berkeadilan," ungkap Brigjen Slamet.
Berkaitan dengan reproduksi konten oleh terduga merupakan tindakan komunikasi yang dimaksudkan untuk memengaruhi opini publik.
Pihak Polri mengedepankan keadilan restoratif agar permasalahan opini seperti ini tidak menjadi perbuatan yang dapat terulang di masyarakat.
"Kami melihat bahwa pemenjaraan bukan upaya satu-satunya, melainkan upaya terakhir dalam penegakan hukum, atau diistilahkan ultimum remidium," ujarnya.
Baca Juga: Inilah yang Dimaksud Interaksi Antar Obat, dr Louis Owien Kerap Mengatakannya Pada Kasus Covid-19
Source | : | Surya.co.id,Health.grid.id |
Penulis | : | Anjar Saputra |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar