GridHEALTH.id - Fakta data 13,2 persen pasien Covid-19 meninggal dunia memiliki komorbid darah tinggi memang menyeramkan.
Apalagi kita tahu darah tinggi banyak dialami oleh manusia Indonesia, mulai usia muda hingga lansia.
Lebih menyeramkannya lagi banyak manusia Indonesia yang tidak menyadari jika dirinya penyandang komorbid darah tinggi.
Karena itulah darah tinggi di sebut juga The Silent Killer.
Sebab banyak yang tidak menyadarinya, baru diketahui saat sudah dalam fase gawat atau kritis, seperti saat telah terpapar Covid-19.
Untuk diketahui, berdasarkan data yang dihimpun oleh Satuan Tugas Penanganan COVID-19 per tanggal 13 Oktober 2020, dari total kasus yang terkonfirmasi positif COVID-19, sebanyak 1.488 pasien tercatat memiliki penyakit penyerta.
Presentase terbanyaknya adalah penyakit hipertensi, sebesar 50,5%.
Diikuti Diabetes Melitus, 34,5%, dan penyakit jantung 19,6%.
Sementara dari jumlah 1.488 kasus pasien yang meninggal, diketahui ada 13,2% dengan hipertensi, 11,6% dengan Diabetes Melitus, serta 7,7% dengan penyakit jantung.
Jadi pasien Covid-19 dengan komorbid darah tinggi paling banyak jumlah kematiannya daripada komorbid lain, diabetes dan jantung.
Mak adari itulah, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakti Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie, MD, M.H.Kes mengatakan, penyakit hipertensi merupakan penyakit katastropik yang tidak dapat disembuhkan, melainkan dapat dicegah dengan mengendalikan faktor risiko.
Darah tinggi alias hipertensi, apabila tidak dicegah dan dikendalikan akan menjadi bom waktu yang dapat menyebabkan terjadinya kasus hipertensi baru, yang sangat signifikan dan berdampak pada pembiayaan Jaminan Kesehatan, khususnya terkait penyakit Katastropik.
“Hipertensi sangat mungkin dicegah dengan perubahan gaya hidup sehat, terutama di masa pandemi ini, kita harus berhati-hati dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Untuk itu pandemi COVID-19 ini bisa kita jadikan momentum untuk membudayakan gaya hidup sehat,” kata Cut dalam Temu Media Hari Hipertensi Sedunia 2020, digelar secara daring pada Selasa (13/10).
Gaya hidup sehat bisa dimulai dengan mengukur tekanan darah secara teratur, menjaga makanan tetap sehat dengan membatasi konsumsi gula, garam dan lemak alias Bijak GGL, menghindari makanan manis, perbanyak makan buah dan sayur, menjaga berat badan ideal, melakukan aktivitas fisik secara rutin, seperti jalan atau melakukan aktivitas sehari-hari di rumah.
Penting juga untuk melakukan deteksi hipertensi sedini mungkin.
Bagi orang-orang yang memiliki faktor risiko darah tinggi, maka deteksi dini berupa pengukuran tekanan darah, hendaknya dilakukan sebulan sekali.
Baca Juga: Hari Kanker Paru Sedunia 2021 ; Di Masa Pandemi Covid-19, Pengobatan Kanker Paru Tidak Boleh Ditunda
Sementara bagi orang sehat, tetap harus melakukan skrining minimal sekali dalam rentang waktu 6 bulan sampai 1 tahun.
Nah, bagi yang masuk dalam ketegori hipertensi, ditindaklanjuti dengan rujukan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), sehingga permasalahan Hipertensi dapat segera dicegah dan dikendalikan.
Jadi skrining dan deteksi dini pengukuran tekanan darah yang benar dan teratur merupakan kunci utama menemukan kasus sedini mungkin sehingga dapat dilakukan intervensi yang tepat.
Hal tersebut pun diamini oleh anggota Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (PERHI) dr. Erwinanto, Sp.JP(K), FIHA.
Menurutnya bahwa rutin mengukur tekanan darah sangat penting dilakukan baik bagi orang sehat maupun orang dengan faktor risiko.
Tujuan pengukuran tekanan darah sebagai penapisan dan diagnosis, pengobatan serta keberhasilan pengobatan.
Upaya ini harus digiatkan terutama bagi orang dengan rentang usia diatas 40 tahun serta memiliki tekanan darah normal-tinggi.
“Semakin tinggi usia seseorang semakin besar kemungkinan terkena hipertensi. Tekanan normal-tinggi 37% mengalami hipertensi dalam jangka waktu 4 tahun kedepan, itulah kenapa diperlukan pengukuran tekanan darah secara berkala,” terangnya.
Untuk itu, dalam rangka mendorong kesadaran masyarakat akan pentingnya upaya promotif preventif, Kementerian Kesehatan telah melakukan kegiatan monitoring dan skrining secara berkala dengan melibatkan peran serta masyarakat melalui Pos Binaan Terpadu (POSBINDU).
Baca Juga: Dapat Sebabkan Stunting, Orangtua Mohon Jangan Sepelekan Cacar Air pada Bayi
Hingga kini dari 80 ribu desa tercatat 60 ribu desa telah memiliki POSBINDU. Ke depan, ditargetkan setiap satu desa terdapat satu POSBINDU. Kendati demikian, cakupan masyarakat untuk melakukan skrining masih sangat rendah, hal ini dikarenakan POSBINDU tidak memberikan pengobatan bagi para pasien, sehingga banyak masyarakat enggan memanfaatkannya.
Selain memanfaatkan POSBINDU, deteksi dini dapat dilakukan dengan memanfaatkan BPJS Kesehatan yang dimilikinya melalui Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Polanis).
Ingat, gaya pola hidup sehat Bijak GGl alias Bijak Gula Garam Lemak, cegah hipertensi.(*)
Baca Juga: Ketahui Ciri-ciri Mandul Pada Pria dan Wanita, Ini Tanda yang Bisa Diperhatikan
Source | : | Sehat Negeriku - Hipertensi |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar