GridHEALTH.id - Sebelum masa pandemi kesehatan adalah kebutuhan utama manusia. Siapa sih yang ingin skait? Tentu tidak ada.
Terlebih dimasa pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, orang berlomba-lomba untuk bisa selalu sehat dan menguatkan imunitasnya.
Baca Juga: 2 Gejala Flu Parah dan Perlu Penanganan Dokter, Ini Ciri-cirinya
Karenanya tidak heran hal yang berkenaan membuat manusia sehat, kuat, imunitas meningkat, kini banyak diburu masyarakat.
Tak terkecuali obat-obatan tradisional kemasan, yang penggunannya praktis, tinggal beli dan langsung bisa dikonsumsi.
Tapi sayang, kondisi ini banyak dimanfaatkan oleh okunum yang tidak bertanggung jawab.
Sadar kebutuhan dan permintaan banyak dan secara ekonomi menguntungkan, banyak oknum yang memproduksi dan menjual obat tradisional kemasan yang belum mendaoat ijin dari BPOM RI.
Padahal sudah jelas, semua obat yang dipasarkan di Indonesia harus mendapat persetujuan dari BPOM RI.
Obat Tradisional Tanpa Ijin Diamankan di Jawa Barat
Baca Juga: Pemalsuan Sertifikat Vaksin, Ancaman Pidana Penjara 6 Tahun dan Denda 600 Juta
Akhir Agustus 2021 lalu (3/8), Balai Besar POM (BBPOM) bersama Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), dan Petugas dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Direktorat Reserse Narkoba Polda Jawa Barat, Reserse Kriminal Khusus Polda Jawa Barat, dan dari Badan Narkotika Nasional Provinsi Jawa Barat, mengamankan toko dan gudang yang diduga sebagai tempat peredaran dan penyimpanan produk Obat Tradisional tanpa izin edar di Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat.
Dari hasil penggerebekan, petugas berhasil mengamankan produk, diantaranya;
1. Cobra-X Kapsul 496 Box
2. Laba-laba Kapsul 1620 Box
3. Urat Madu Kapsul 186 Box
4. Antanan Kapsul 12 Box
Baca Juga: Padahal Ada 3 Fungsi Besar PeduliLindungi, Menkes Sedih Beredar Sertifikat Vaksin Covid-19 Palsu
5. Samuraten Kapsul 760 Box
6. Obat Tradisional Asam Urat Pegal Linu Cap Bunga Matahari 600 renteng
7. Brastomolo Serbuk 501 Box
8. Dan Tawon Liar Kapsul 800 box, dan Tawon Klanceng Pegal Linu 109 Dus.
Ditasir semuanya bernilai ± Rp. 1.5 miliar.
Untuk diketahui, barang siapa yang mengedarkan produk sediaan farmasi berupa Obat Tradisional yang tidak memiliki izin edar dan mengandung bahan Kimia Obat, melanggar ketentuan dalam Pasal 196 UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Baca Juga: Makanan Seperti Ini Bisa Tingkatkan Risiko Covid-19, Hati-hati
Ancaman bagi yang melanggar, pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Kegiatan itu pun melanggar pasal 197 UU RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Ancaman pidananya, penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
“Di situasi pandemi Covid-19 saat ini, banyak yang mencari Obat-obatan Tradisional seperti herbal. Namun sangat disayangkan, ada yang memanfaatkan situasi pandemi ini demi meraup keuntungan semata. Singga banyak disusupi oleh obat tradisional yang justru sangat membahayakan bagi kesehatan kita."Papar, Ibu Dra Susan Gracia Arpan, Apt., M.Si selaku Kepala Balai Besar POM di Bandung
Baca Juga: Mulai Tren Penggunaan Kosmetik Mineral, Ternyata Ini Manfaatnya
Harus diingat, lanjut Susan, dilansir dari BPOM RI (6/9/2021), obat-obat tradisional tidak berijin tersebut justru memungkinkan kekebalan immunitas yang mengonsumsinya turun dan rawan terpapar Covid-19.
Oleh karenanya BPOM tidak bosan-bosannya mengimbau masyarakat untuk menjadi konsumen cerdas dengan senantiasa untuk melakukan CEK KLIK (Cek Kemasan, Cek Label, Cek Izin Edar, dan Cek Kadaluwarsa) sebelum membeli atau mengkonsumsi produk Obat Tradisional.
Untuk mengetahui izin edar suatu produk Obat Tradisional dapat diakses melalui cekbpom.pom.go.id atau dapat unduh aplikasi Cek BPOM di app store yang telah tersedia di Android dan iOS.
Jangan membeli dan mengonsumsi obat apapun yang belum mendapat ijin dari BPOM RI.(*)
Baca Juga: Luka Diabetes 'Basah' dan 'Kering' Berisiko Timbulkan Komplikasi Parah yang Disebut Gangren
Source | : | BPOM RI - obat tradisional |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar