Pada paruh kedua abad ke-19, profesi medis dan khususnya bidang bedah ditingkatkan secara dramatis oleh serangkaian inovasi teknis dan penemuan ilmiah. Lebih dari segalanya, munculnya anestesi merevolusi C-section.
Anestesi tidak hanya menyelamatkan ibu dari rasa sakit yang luar biasa, tetapi juga secara efektif menghilangkan risiko kematian ibu akibat syok yang merupakan salah satu penyebab utama kematian operasi sesar.
Sebelum anestesi, ketika bayi terjebak dengan putus asa, dokter akan melakukan prosedur yang sangat tidak menyenangkan yang disebut Kraniotomi, yang secara harfiah melibatkan penghancuran tengkorak bayi untuk mengeluarkannya dari rahim ibu.
Dengan tersedianya anestesi, operasi Caesar dengan cepat menjadi alternatif yang lebih disukai daripada Kraniotomi. Bahkan setelah munculnya anestesi, angka kematian ibu untuk operasi caesar tetap sangat tinggi pada hari-hari awal karena wanita secara rutin meninggal karena infeksi pasca operasi.
Baca Juga: Waspada Penurunan Imunitas Bagi yang Divaksin Covid-19 Awal Tahun Ini, Vaksin Booster Awal 2022
Ini secara bertahap mulai berubah menjelang akhir abad ke-19 ketika teori kuman dan bakteriologi modern berkembang.
Persalinan Kelahiran Anak Pada awal abad ke-20, kemajuan anestesi dan antisepsis telah membuat operasi caesar cukup praktis dan aman bagi dokter untuk mulai berfokus pada penyempurnaan dan peningkatan prosedur.
Sekitar tahun 1920 berbagai kemajuan ini telah membentuk operasi sesar menjadi prosedur bedah modern yang kita kenal sekarang.
Operasi caesar tidak lagi dipandang sebagai pilihan terakhir yang putus asa. Sekarang operasi caesar digunakan sebagai solusi pencegahan untuk meningkatkan hasil bagi ibu dan bayi.
Baca Juga: 5 Cara mengobati Koreng Pada Kulit Bayi, Bisa Oleskan Petroleum Jelly
Source | : | Birth Injury Help Center - Sejarah,ANZJOG - sejarah |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar