GridHEALTH.id - Salah satu metode skrining untuk deteksi infeksi Covid-19 saat ini adalah dengan test PCR atau SWAB PCR.
Swab dan PCR tak terpisahkan dalam metode tes untuk menegakkan diagnosis Covid-19.
Swab adalah cara untuk memperoleh bahan pemeriksaan (sampel). Swab dilakukan pada nasofaring dan atau orofarings.
Baca Juga: 4 Minuman Herbal Untuk Mengatasi Penyakit Asam Urat Kambuh, Bisa Dibuat di Rumah
Pengambilan ini dilakukan dengan cara mengusap rongga nasofarings dan atau orofarings dengan menggunakan alat seperti kapas lidi khusus.
Adapun PCR adalah singkatan dari polymerase chain reaction. PCR merupakan metode pemeriksaan virus SARS CoV-2 dengan mendeteksi DNA virus.
Uji ini akan didapatkan hasil apakah seseorang positif atau tidak SARS CoV-2.
Pemeriksaan RT-PCR akurat, melansir Primaya Hospital.com, metode ini jugalah yang direkomendasikan WHO untuk mendeteksi Covid-19.
Namun akurasi ini dibarengi dengan kerumitan proses. Selain itu, proses untuk mengetahui hasilnya lebih lama ketimbang rapid test.
Diketahui, alat SWB PCR atau test PCR saat ini masih impor.
Baca Juga: Penyandang Diabetes, Lakukan Hal Ini Saat Terjadi Hiperglikemia
10 Importir Terbesar Alkes
Berdasarkan dokumen importasi, dilansir Bisnis.com (15/8/2021), kelompok korporasi non pemerintah memegang 77,16 aktivitas impor alat kesehatan yang diperuntukkan untuk penanganan Pandemi Corona di Tanah Air.
Sementara itu, pemerintah hanya memegang 16,67 persen dari keseluruhan aktivitas impor alat kesehatan penanganan Covid-19 itu.
Sisanya, 6,18 persen pengadaan barang dari luar negeri dilakukan oleh lembaga non-profit.
10 importir terbesar untuk alat-alat kesehatan termasuk di dalamnya PCR dan Rapid Test hingga akhir Juli 2021 lalu, sebagai berikut, dikutip dari Kabar24.bisnis.com (15/8/2021):
Baca Juga: Membiarkan Usus Terkena Klamidia Lebih Dulu Mencegah Infeksi Genital
1) Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB sebesar US$68,6 juta atau 6,29 persen
2) PT Jenny Cosmetics dengan nilai impor sebesar US$43,6 juta atau 4 persen
3) Kelompok usaha Dexa Group PT. Beta Pharmacon sebesar US$36,4 juta atau 3,34 persen. Kelompok usaha Dexa Group khusus melakukan importasi obat terapi Covid-19, tak terkait importasi rapid test maupun PCR.
4) Perusahaan teknologi medis asal Jerman Dräger Medical Indonesia sebesar US$21,5 juta atau 1,98 persen
5) Yayasan Buddha Tzu Chi Indonesia dengan nilai US$21,07 juta atau 1,93 persen
6) Perusahaan tekstil multi nasional PT Pan Brothers US$21,07 juta atau 1,93 persen
7) Perusahaan ketel uap PT Trimitra Wisesa Abadi sebesar US$20,8 juta atau 1,91 persen
8) Perusahaan laboratorium diagnostik molekular PT Sinergi Utama Sejahtera sebesar US$20,8 atau 1,91 persen
9) Perusahaan alat kesehatan Cahaya Medical Indonesia sebesar US$20,7 juta atau 1,90 persen.
10) Pusat Keuangan Kementerian Pertahanan juga melakukan impor dengan nilai mencapai US$18,7 juta atau 1,72 persen.
Adapun alat deteksi Covid-19 seperti PCR dan Rapid Test Antigen diimpor dengan nilai mencapai US$530,6 juta atau menyentuh di angka 52,2 persen dari keseluruhan pengadaan alat kesehatan yang didatangkan dari sejumlah negara pemasok.
Perinciannya, impor PCR Test menembus di angka US$340,5 juta atau sekitar 31,20 persen dari keseluruhan alat kesehatan yang dibeli dari luar negeri.
Ihwal rapid test, importir dalam negeri membeli dengan nilai US$190,1 juta atau 17,42 persen.
Produk impor alat kesehatan itu kebanyakan didatangkan dari China dengan nilai transaksi mencapai US$541,3 juta atau 49,61 persen dari keseluruhan negara penjual.
Selanjutnya diikuti Korea Selatan dengan nilai transaksi mencapai US$150,5 juta atau 13,5 persen dari keseluruhan negara mitra.
Baca Juga: 7 Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Menghadapi Kuku Cantengan
Mayoritas alat kesehatan hasil impor itu didatangkan melalui pintu Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Soekarno-Hatta.
Malah barang impor yang sampai di pintu Soekarno-Hatta itu mencapai nilai US$828,1 juta atau 75,89 persen dari keseluruhan barang yang masuk ke Tanah Air.
Laba Bersih Test PCR Hingga 84 Miliar rupiah Lebih
Sementara itu, Anggota Ombudsman RI, Alvin Lie, mengomentari kabar yang menyebutkan bahwa perusahaan penyedia alat tes swab meraup untung yang sangat tinggi.
Alvin Lie menyoroti meroketnya laba bersih yang didapat salah satu badan usaha perdagangan besar alat laboratorium, kedokteran, dan farmasi, PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA), hingga mencapai 840,59 persen.
Baca Juga: Pakar Sebut Indonesia Beruntung Pernah Alami Kasus Covid-19 Sehingga Munculkan Imunitas Super
Menurut Alvin Lie, kenaikan laba bersih perusahaan yang menyediakan alat tes swab ini merupakan bukti bahwa tes swab PCR ataupun Antigen adalah bisnis yang sangat menguntungkan.
"Naaaaah..... Terbukti bisnis tes swab (PCR/ Antigen) labanya luar biasa menggiurkan," ujarnya, dikutip dari cuitan di akun Twitter pribadinya @alvinlie21.
Baca Juga: Cara Deteksi Potensi Persalinan Sesar Pada Ibu Hamil dengan Teknologi Digital
Diberitakan sebelumnya, mengutip Pikiranrakyat-Depok.com (28/10/2021),IRRA sendiri memperoleh keuntungan pada akhir kuarta III 2021, laba bersihnya sampai Rp84,92 miliar.
Laba ini mengalami kenaikan drastis, yang mana semula hanya sebesar Rp9.03 miliar dari periode yang sama di tahun sebelumnya.(*)
Baca Juga: Waspada, Infeksi Covid-19 Serang Sel Endotel Otak, Ini Dampaknya
Source | : | Twitter,Bisnis.com - PCR,Pikiranrakyat-Depok.com - PCR,Primaya Hospital |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar