GridHEALTH.id - "Ini benar-benar pemerintah Indonesia penyiksaan terhadap rakyatnya, mau di hotel satu orangnya Rp19 juta, kalau 22 orang berapa duit (harganya) ratusan juta, mending kita menderita kaya pepes, orang pada tidur sambil berdiri," kata seorang wanita pada video yang tengaj viral, sambil memperlihatkan banyak penumpang di Bandara Soekarno-Hatta terlunta-lunta di Terminal 3.
Melansir Tribun Tangerang (21/12/2021), dalam video tersebut mengkat isu biaya sewa hotel untuk karantina yang mahal, yakni Rp19 juta per orang, bahkan hingga puluhan juta.
Di lapangan, Bandara Soekarno-Hatta, sejumlah pelaku perjalanan dari luar negeri memang mengeluhkan mahalnya tarif hotel karantina Covid-19 di Indonesia.
Baca Juga: Booster Vaksin Moderna Efektif Lawan Omicron, Antibodi Meningkat 37 Kali Lipat
Kesaksian Riza
Salah satu yang mengeluhkan adalah Riza Nasser, karyawan swasta yang kembali ke Jakarta pada 8 Desember.
Saat itu ia baru saja mengunjungi istri dan anaknya yang tinggal di Malaysia.
Di Bandara Soekarno-Hatta, Riza menyatakan kepada petugas kesehatan bahwa ia belum menyewa kamar hotel karena perubahan durasi karantina.
Saat itu, petugas langsung menawarkan paket karantina 10 hari di hotel di sekitar bandara dengan tarif Rp 8,2 juta.
Baca Juga: Prof. Miko: Lakukan 4 Hal Ini, Bisa Cegah Varian Omicron dan Varian Delta yang Ganas
Jumlah itu sudah termasuk biaya dua kali tes usap dan konsumsi. “Saya bilang tidak punya uang sebanyak itu untuk karantina,” ucap Riza dalam laporan Majalah Tempo edisi 18 Desember 2021.
Laki-laki 35 tahun itu sempat menawar biaya kamar Rp 300 ribu per malam.
Namun petugas menolak dan mengatakan tarif itu paling murah dibanding hotel lain.
Tak sepakat, Riza disuruh bergabung dengan puluhan penumpang yang tak sanggup membayar biaya karantina di hotel.
Sebagian orang dari yang berjumlah puluhan tersebut, melansir Tempo.co (21/12/2021), adalah anggota jemaah tablig yang baru pulang dari Pakistan.
Masih menurut pengakuan Riza, jelang tengah malam seorang petugas menghampiri untuk mendata identitas mereka.
Para WNI yang terlunta-lunta di badara itu pun diminta naik ke bus Damri menuju Rumah Susun Pasar Rumput, Jakarta Pusat.
Rusun itu salah satu lokasi karantina terpusat yang disediakan secara gratis oleh pemerintah.
Rabu dinihari, 15 November lalu, seorang tenaga kesehatan mengambil sampel tes usap. Jika hasilnya negatif, Riza bisa langsung pulang tanpa perlu menunggu masa karantina rampung.
Kebijakan tersebut menhurut Riza dikarenakan Rusun Pasar Rumput makin penuh. Esoknya, hasil tes keluar dan Riza dinyatakan negatif. Ia hanya menjalani karantina selama delapan hari.
Pada hari kepulangan Riza, lantai tiga rusun berubah bak terminal. Para “alumnus” karantina berbaur dengan calo transportasi yang menawarkan jasa pengantaran.
Mereka disarankan memakai jasa transportasi yang disediakan Satgas Covid-19 Pasar Rumput. Spanduk imbauan itu terpacak di berbagai sudut ruangan.
Menanyakan ongkos ke Ciledug, Tangerang, kawan Riza yang juga menjalani karantina harus membayar Rp 200 ribu.
Riza sendiri k etempat kosnya yang berjarak sekitar 8 kilometer dipatok Rp 150 ribu.
Pemesan taksi online harus melaporkan nama dan nomor telepon penjemput kepada tentara yang berjaga. “Semoga ada kebijakan yang lebih efektif dan murah dalam menangani pandemi Covid-19,” ujar Riza.
Tanggapan Video Viral WNI Terlunta-lunta di Bandara
Baca Juga: Mengenal 4 Derajat Keparahan Ambeien Pada Ibu Hamil dan Cirinya
Menanggapi video viral tersebut, pihak Satgas Covid-19 Udara Bandara Soekarno-Hatta angkat suara.
Komandan Satgas Covid-19 Udara Bandara Soekarno-Hatta, Letkol Agus Listiyono mengatakan, harga sewa hotel untuk tempat karantina sebesar Rp19 juta tersebut merupakan harga hotel bintang 5.
Menurutnya, para pengunjung yang ingin karantina disarankan untuk menggunakan hotel bintang dua.
Harga hotel untuk tempat karantina umumnya adalah paket selama 10 hari menjalani karantina.
Harga paket yang dimaksud ialah sudah termasuk dengan biaya sewa hotel, fasilitas tes Swab PCR yang ditangani oleh tenaga kesehatan (nakes), biaya keamanan, hingga biaya akomodasi transport penumpang itu sendiri.
"Kalau dibilang hotel mahal Rp19 juta, ya kamu jangan (menanyakan) yang bintang lima, karena sekarang itu ada hotel bintang dua dan harganya itu pun paket selama 10 hari, bukan per hari," ujar Letkol Agus Listiyono saat dikonfirmasi awak media, Senin (20/12/2021).
"Kalau sudah paket itu maksudnya, tidak sama seperti reguler, seperti check- in lalu setelah itu check-out. Tapi justru ada nakesnya, lalu difasilitasi tes PCR pertama dan kedua, armada transportasi pengangkut dari bandara menuju hotel, sampai fasilitas keamanan itu ditanggung semua oleh hotel dengan harga paketan itu," jelasnya, dikutp dari TribunBanten.com (21/12/2021).
Kenapa tidak dibawa ke Wisma Atlet?
Baca Juga: Mempersiapkan Kehamilan di Masa Pandemi, Penting Skrining Tambahan Untuk Menghindari Risiko Tertular
Agus pun menegaskan, untuk di Wisma Atlet hanya tiga kriteria tertentu yang diizinkan menjalani karantina di sana.
Di antaranya ialah Pegawai Migran Indonesia seperti Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan Tenaga Kerja Wanita (TKW), lalu para pelajar Indonesia yang baru saja tiba usai menjalani pendidikan di luar negeri yang dibiayai pemerintah, dan terakhir yaitu Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki surat tugas bekerja di luar negeri.
Untuk diketahui, para pengunjung yang baru saja tiba di Bandara Soetta terlebih dahulu akan menjalani verifikasi pada Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Bandara Soetta.
Disana para pengunjung akan menjalani verifikasi, kritetria mana yang berhak menjalani karantina pada Wisma Atlet dan menjalani karantina secara mandiri di hotel.
"Dia tidak ditawarkan di hotel karena terlebih dahulu dilihat lewat pasportnya, lewat tahap pertama diverifikasi sama pihak KKP," ucapnya.
Baca Juga: Cara Diabetes Merusak Kesehatan Paru, Lakukan Ini Untuk Menanganinya
"Karena disitu akan jelas terlihat, mana yang karantina di wisma mana yang hotel, para turis ya sebetulnya mau tidak mau menjalaninya di hotel," paparnya.
Mengenai mahalnya biasa hotel karantina, Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran menjelaskan, tarif karantina dianggap tinggi karena ada pengeluaran yang harus ditanggung pihak hotel.
Misalnya jasa dokter, perawat, tenaga keamanan, dan perawatan perangkat lunak situs pemesanan hotel.
Ia membantah bila hotel yang ikut program karantina disebut mencari untung di tengah masa pandemi.
“Kami memang berbisnis, tapi sangat dibatasi oleh batas tarif yang sudah ditentukan,” ujar Maulana.
Meski begitu, ia tak membantah jika aturan karantina disebut bisa mendatangkan profit untuk penginapan, terutama yang okupansinya rendah.(*)
Baca Juga: Aneka Obat Diabetes, Mulai dari Suntik Insulin Hingga Pengobatan Oral
Source | : | Banten TribunNews-bandara,Tempo.co-Bandara |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar