GridHealth.ID – Di tengah situasi pandemi Covid-19 saat ini, Indonesia masih harus berjuang menangani kasus tuberkulosis (TBC). Jumlah kasus TBC di Indonesia masih tergolong tinggi hingga saat ini.
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berjudul Global TB Report WHO 2021 menunjukkan Indonesia merupakan negara dengan jumlah pasien TBC terbanyak ke-3 di dunia setelah Cina dan India.
Diketahui, terdapat sebanyak 824.000 kasus TBC baru per tahun, dengan angka kematian mencapai 98.000 kasus atau setara dengan 11 kematian per jam di Indonesia.
Sayangnya, pemahaman masyarakat Indonesia tentang TBC belum sepenuhnya merata. Pasalnya, masih banyak informasi keliru dan mitos-mitos seputar TBC yang beredar di tengah masyarakat.
Baca Juga: Waspadai TBC, Segara Periksa ke Dokter Jika Batuk Lebih Dari 14 Hari
Selain menimbulkan stigma negatif terhadap pasien TBC, disinformasi dan mitos tersebut pun kerap membuat masyarakat enggan untuk memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan. Bahkan, tidak sedikit pasien TBC yang merasa minder dan malu untuk menjalani pengobatan.
Hal itu disampaikan oleh Sub Koordinator Sub Substansi TBC Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI), dr Endang Lukitosari, MPH, dalam webinar bertajuk “Membongkar Mitos TBC, Informasi yang Tepat Bantu Penanganan Cepat”, Kamis (24/3/2022).
Sebagai informasi, webinar yang diselenggarakan oleh Stop TB Partnership Indonesia (STPI) bersama Grid Health tersebut diadakan dalam rangka Hari Tuberkulosis Sedunia yang diperingati setiap 24 Maret.
“Masyarakat kita sering menganggap TBC itu flek atau paru-paru basah. Mereka enggak mau (penyakit) itu disebut TBC. Padahal, keduanya berbeda. TBC disebabkan oleh infeksi bakteri yang disebut Mycobacterium tuberculosis,” papar dr Endang.
Baca Juga: TBC Penyakit Infeksi Menular, Ini yang Harus Dilakukan Jika Terkena
Meski umumnya menyerang paru-paru, lanjut dr Endang, bakteri TBC juga bisa menyerang organ lain dalam tubuh, seperti sistem pencernaan, kelenjar getah bening, selaput otak, tulang, dan ginjal.
Kondisi TBC yang menyerang organ tubuh selain paru-paru disebut dengan TBC Ekstraparu. Gejala yang ditimbulkan pun bervariasi, tergantung organ yang terkena infeksi.
“Kadang-kadang orang bingung, kok tidak batuk tapi didiagnosis (terkena) TBC. Penyakit ini memang bisa menginfeksi seluruh tubuh. Jadi, kita memang harus bisa mengenali gejala TBC dan jangan ragu untuk periksakan diri ke dokter,” kata dr Endang.
Menurut dr Endang, TBC memiliki beberapa gejala umum, seperti batuk berkepanjangan sampai 14 hari atau lebih, demam, nyeri dada, berkeringat pada malam hari, dan kehilangan nafsu makan.
Baca Juga: Salah Dosis dan Lupa Minum Obat Bisa Munculkan TBC Resisten, Bisa Menyebabkan Tuli dan Kebutaan
Apabila tidak segera ditangani, infeksi bakteri TBC dapat menimbulkan gejala yang lebih parah. Selain itu, pengobatan yang tidak teratur juga bisa menyebabkan bakteri TBC resisten terhadap obat sehingga lebih sulit untuk ditangani.
Senada dengan dr Endang, Ketua Rekat Peduli Indonesia Ani Herna Sari, S.IP, M.Med.Kom menyampaikan bahwa tak dapat dimungkiri, TBC masih menjadi penyakit yang dianggap remeh oleh masyarakat.
Sebagai informasi, Ani merupakan salah satu penyintas TBC Resisten Obat (TB RO). Pasien TB jenis ini memiliki kondisi di mana bakteri Mycobacterium tuberculosis dalam tubuhnya kebal terhadap obat.
“Saya sempat shock karena baru tahu ternyata TBC itu banyak jenisnya. Untuk (jenis) TBC yang saya alami, pada 2011, jangka waktu pengobatannya dari 19 sampai 24 bulan, disertai suntik rutin minimal 6 bulan,” papar Ani.
Baca Juga: Cara Minum Obat TBC yang Benar, Terhindar dari Efek Samping dan Efektif Menyembuhkan
Selama pengobatan berjalan, Ani juga kerap mengalami beberapa efek samping, seperti mual, muntah, dan pusing. Namun, berkat pengobatan yang rutin, Ani berhasil dinyatakan sembuh pada 2013.
“Salah satu faktor penting agar pengobatan (TBC) bisa tuntas itu dukungan orang sekitar. Kalau dari awal tidak ada dukungan dari orang sekitar, biasanya pengobatan (pasien) bisa putus,” ujar Ani.
Hal itulah yang mendorong Ani untuk mendirikan organisasi bagi penyintas TB RO, Rekat Peduli Indonesia. Melalui organisasi ini, Ani beserta penyintas TB RO lainnya mengulurkan bantuan bagi pasien TB RO untuk pendampingan dan pengobatan.
“Efek samping pengobatan TB RO itu dari ringan sampai berat, tetapi terkadang ada pasien yang masih ragu dan malu-malu untuk konsultasi ke dokter. Untuk itu, kami menyediakan pendampingan konsultasi ke dokter agar mendapat penanganan tepat,” jelas Ani.
Baca Juga: Vaksin Covid-19, Pasien TBC Perlu Mendapatkan Segera Selengkapnya
Ia juga dengan tegas membantah salah satu mitos yang mengatakan kalau penyakit TBC bisa menular melalui peralatan makan yang digunakan pasien TBC.
"Banyak yang bilang kalau TBC bisa menular lewat peralatan makan. Saya sudah konsultasi kepada beberapa dokter, kenyataannya hal tersebut tidak benar," ujar Ani.
Cegah TBC dengan satu solusi
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif STPI Dr Henry Diatmo, MKM mengatakan pemahaman masyarakat Indonesia tentang penyakit TBC masih terbilang rendah.
Hal itu dibuktikan melalui hasil survei STPI terhadap 100 responden. Dalam survei tersebut, responden diminta menjawab informasi apa saja yang mereka ketahui tentang TBC.
Baca Juga: 9 Makanan Tinggi Protein yang Baik Dikonsumsi Pasien TBC, Bisa Bantu Pemulihan
“Dari hasil survei, (ditemukan) setengah dari responden enggak mengerti apa itu TBC. Banyak yang berpikir, yang namanya batuk ya batuk saja. Tinggal minum obat, lalu sembuh,” ujar Dr Henry.
Untuk itu, STPI bersama Kemenkes RI mengadakan kampanye digital #141CekTBC dengan tagline “14 Hari Batuk Tak Reda? 1 Solusi, Cek Dokter Segera!”.
Lewat kampanye tersebut, STPI menghadirkan kemudahan akses informasi seputar TBC, mulai dari gejala, penanganan, hingga rekomendasi layanan kesehatan. Seluruh informasi tersebut dapat diakses melalui situs web https://141.stoptbindonesia.org.
Masyarakat juga bisa mengajukan pertanyaan melalui fitur chat otomatis yang tersedia pada situs web tersebut dan memperoleh jawaban langsung secara real-time.
Baca Juga: Jangan Sampai Penyakit TBC Menyebar Luas, Ini 8 Cara Mencegahnya
Dalam kampanye #141CekTBC, STPI juga turut menggandeng sejumlah influencer dan figur publik sebagai Duta TBC Indonesia. Antara lain dr Reisa Broto Asmoro, dr Tirta, Andre Taulany, dan Raditya Dika.
Dokter Henry berharap Duta TBC Indonesia dapat mengampanyekan informasi seputar TBC secara lebih luas dan membangun kesadaran masyarakat agar lebih peka terhadap gejala TBC, baik pada diri sendiri maupun orang di sekitar.
“Ada dua pesan yang ingin kami sampaikan dalam kampanye #141CekTBC. Pertama, jangan menganggap remeh batuk. Kedua, segera atasi (batuk) dengan satu solusi, yaitu cek ke dokter,” tandasnya.
14 Hari Batuk Tak Reda? 1 Solusi, Cek Dokter Segera!
Untuk informasi lebih lanjut mengenai kampanye #141CekTB, kunjungi situs web https://141.stoptbindonesia.org, https://tbindonesia.or.id, Twitter @tbc.indonesia, serta Facebook dan YouTube Stop TB Partnership Indonesia.
Layanan #141CekTBC juga dapat diakses lewat WhatsApp melalui nomor +628119961141.
Penulis | : | Yussy Maulia |
Editor | : | Sheila Respati |
Komentar