Tapi ada satu hal yang harus kita ketahui bersama dalam hal ini.
Tidak seidkit masyarakat Indonesia yang justru tidak mempedulikan evidence based.
Mereka lebih percaya kepada testimoni oranglain mengenai terapi pengobatan.
Padahal yang namanya testimoni bukan ranah ilmiah dan tidak bisa dipertanggung jawabkan.
Sebaliknya evidence based adalah berlandaskan ilmiah dan bisa dipertanggung jawabkan.
Asal tahu saja, dalam menguji keampuhan suatu metoda pengobatan yang hingga akhirnya legal digunakan, ada beberapa cara atau metodologi yang harus ditempuh.
Bisa menggunakan hasil antara atau “surrogate end point”, misalnya melihat adanya perubahan penanda khusus dari hasil laboratorium, melihat perubahan dari pencitraan khusus (kardiologi nuklir, ekokardiografi, dll) yang digunakan untuk melihat dampak suatu pengobatan.
Baca Juga: Mampukah Vaksin Covid-19 Menangkal Varian XE? Berikut Penilaian Pakar Dunia dan Indonesia
Bisa juga dengan menggunakan data klinis sebagai hasil akhir, misalnya peningkatan kemampuan fisik, penurunan kekerapan dirawat di rumah sakit akibat gagal jantung, penurunan kejadian serangan jantung dan kematian, dan lain lain.
Bisa juga Menilai keunggulan suatu metoda pengobatan, bisa dilakukan dengan membandingkan obat atau metoda baru dengan terapi standar (jika sudah ada), atau membandingkan dengan suatu bahan yang tidak aktif yang disebut plasebo.
Adapun metode yang hirarki tertinggi untuk menguji metode atau terapi pengobatan jika dilakukan randomisasi atau acak.
Di sini pasien dan dokter tak tahu yang mana obat aktif dan mana plasebo, karena kemasan plasebo dibuat sedemikian rupa, sehingga menyerupai bentuk obat atau zat aktif, dan biasanya akan diberi kode dan pada akhir penelitian baru dibuka untuk mengetahui mana yang zat aktif dan mana yang plasebo.
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar