GridHEALTH.id - Pemerintah sudah secara resmi memutuskan masyarakat boleh melapas masker di luar ruangan.
Ini artinya selama ada di outdoor, boleh saja masyarakat tidak mengenakan salah satu prokes pandemi Covid-19, yaitu mengenakan masker.
Tapi bagi penyintas komorbid juga lansia, sekalipun di luar ruangan, baiknya tetap menggunakan masker.
Pasalnya mereka adalah kelompok rentan terinfeksi Covid-19 parah.
Keputusan pemerintah yang membolehkan masyarakat tidak mengenakan masker di luar ruangan, hingga ini ada saja pro dan kontranya.
Ada pihak yang tetap memandang perlu mengenakan masker, dan menilai keputusan pemerintah tergesa-gesa di masa pandemi yang belum dinyatakan berakhir.
Tapi ada juga pihak yang menyatakan apa yang menjadi keputusan Pemerintah sudah tepat, sebab cakupan vaksinasi Covid-19 sudah mencapai target, juga tidak adanya lonjakan kasus, bahkan kenaikan kasus, padahal telah melewati masa libur lebaran dimana masyarakat dibolehkan mudik.
Adanya dua perbedaan pendapat ini tentu membuat sebagian masyarakat bingung.
Tapi tenang, supaya tidak bingung coba simak apa yang dipaparkan oleh Ahli Virus Universitas Udayana (Unud) Bali, Prof Dr drh I Gusti Ngurah Kade Mahardika.
Baca Juga: Badan Kurus Tapi Perut Buncit, Ini Penyebab dan Cara Jitu Mengatasinya
Menurutnya, di wilayah Indonesia di luar ruang tanpa masker memang memiliki risiko rendah terpapar.
“Indonesia merupakan wilayah dengan iklim panas dan lembab, virus tidak akan bertahan lama di open space (ruang terbuka). Jadi memang bukan berarti zero risiko, tetapi risiko rendah. Dari awal Covid-19 sudah sering saya sampaikan bahwa tidak apa-apa tanpa masker di ruangan terbuka,” kata Prof Mahardika kepada Tribun Bali, Rabu (18/5).
Jadi menurut beliau, sejak awal pandemi pun sejatinya aman tanpa masker di luar rungan.
Tapi mengapa hal ini tidak disuarakan oleh pemerintah?
Masih menurut Prof. Mahardika, berbanding terbalik dengan aktivitas di dalam ruangan dan ber-AC, seperti mall.
Menurutnya ruangan ber-AC dan kering, virus bakal lebih tahan di udara, hal ini lah yang perlu diketahui.
“Di ruangan tertutup, ber-AC, kelembaban rendah, kering, suhu rendah, virus lebih tahan lama, apalagi over crowded keramaian. Itu risikonya jauh lebih tinggi,” kata dia.
Karenanya walau sudah boleh tidak mengenakan masker di ruang terbuka, tapi baiknya masih ahrus dihindari kerumuman. Terlebih di ruang tertutup, apallagi berAC dan tanp ventilasi yang memadai.
Bolehnya lepas masker di luar rungan, menurut Prof. Mahardika seiring dengan, sejak Maret 2022 kasus cenderung konsisten stabil yang artinya rendah tidak ada lonjakan.
Baca Juga: Siap-siap Anak 5-11 Tahun Disuntik Vaksin Booster, CDC Sudah Acc Vaksin Pfizer-BioNTech
Dalam kata lain, disebutkannya, pandemi Covid-19 terkendali. Namun tak boleh berpuas diri dulu.
“Presiden pasti sudah memikirkan pertimbangan bagaimana risiko terhadap letupan jumlah orang yang perlu perawatan di rumah sakit. Hanya saja apakah ini berlangsung lama, perlu dipantau 3 bulan. Paling tidak asumsi mulai menurun akhir Maret sehingga dipantau 3 bulan berikutnya apakah kondisi konsisten semakin membaik,” jelasnya, dilansir dari TribunNews.com (19/05/2022).
Tapi dengan kondisi saat ini saja, sudah seyogyanya masyarakat Indonesia harus bersyukur banyak di Indonesia kasus Covid-19 telah membaik dan terkendali dikarenakan:
Pertama, mendapat anugerah suhu yang panas dan lembab.
Kedua, vaksinasi Covid-19 yang percepatannya gencar dilakukan dan PPKM.
Ketiga, adanya virus omicron.
“Kenapa Omicron, karena Omicron menyediakan vaksin alami. Malam ini pergilah ke tempat ibadah masing-masing untuk puji syukur end of the game. Omicron muncul ini kemungkinan jackpot umat manusia, pandemi akan berakhir,” ucapnya.
Prof Mahardika mengungkapkan, dirinya sempat terpapar Covid-19 Varian Omicron yang tidak dikhawatirkannya, karena Omicron merupakan jackpot akhir dari pandemi Covid-19.
“Saya pernah kena Omicron. Hanya sakit ringan dua hari. Hari ketiga sudah diminta wawancara media tv nasional. Saya optimistis. Jackpot itu muncul dan terbukti,” katanya.
Baca Juga: Healthy Move, Ini 3 Trik Latihan Olahraga Untuk Melawan Penuaan
Walau demikian jangan tergesa-gesa ingin masuk fase endemic terburu-buru.
Ketahuilah ada dua hal yang perlu diketahui dari endemic. Dari factor scientific dan politis serta peran WHO dan pemerintah dalam hal ini.
“Endemi per definisi scientific kita perlu memantau paling tidak dalam periode tertentu tidak bisa hanya satu hari, satu bulan minimal 3 bulan bisa dipantau perkembangannya setiap 3 bulan.
"Secara politis, ada dimensi lain yang tidak bisa saya sampaikan, umumnya ada peran WHO dan pemerintah Indonesia, bisa saja tidak hanya melihat keadaan sekarang, tetapi melihat risiko semua penduduk satu negara, tapi ada penduduk negara lain yang masih memiliki risiko.
"WHO harus melihat secara keseluruhan,” tutupnya.(*)
Baca Juga: Ini Rencana Besar Presiden Jokowi Usai Kelonggaran Pemakaian Masker
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar