GridHEALTH.id - Terjadi kenaikan kasus Covid-19 yang cukup signifikan belakangan ini.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, pada Rabu (15/6/2022), melaporkan adanya 1.242 kasus baru konfirmasi positif Covid-19.
Salah satu dugaan penyebab kenaikan angka positif di Indonesia adalah subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
Diketahui, kedua varian Covid-19 tersebut terdeteksi di Tanah Air sejak awal Mei 2022 kemarin.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan Mohammad Syahril mengatakan, saat ini sudah ada sebanyak 20 kasus konfirmasi subvarian Omicron BA.4 dan BA.5.
“Hingga hari ini ada 20 kasus subvarian Omicron (di Indonesia) yang terdiri dari dua kasus BA.4 dan 18 kasus BA.5,” ujarnya dikutip dari Antara, Kamis (16/6/2022).
Ini artinya, terjadi penambahan sebanyak 12 kasus, setelah sebelumnya hanya ada 8 kasus. Kedua varian Covid-19 itu terdeteksi di DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Bali.
Tak hanya Indonesia saja yang terkena imbas dari subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 ini. Sejumlah negara lain pun juga merasakan hal yang sama.
Tingkat keparahan subvarian Omicron BA.4 dan BA.5
Baca Juga: Ungkapan Keresahan Netizen Akibat Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5
Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Eropa (ECDC) mengklasifikasikan BA.4 dan BA.5 sebagai varian yang menjadi perhatian atau variant of concern.
Hal serupa juga dilakukan oleh Institut Kesehatan Nasional Portugal dan CDC Amerika Serikat.
Epidemiolog Dicky Budiman dari Griffith University Australia menjelaskan, bahwa subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 berbeda dibandingkan varian Covid-19 yang sebelumnya.
“Khususnya BA.5 ini dia punya karakter yang merupakan kombinasi yang memiliki kecepatan lebih dari Omicron sebelumnya. Sehingga, mudah menginfeksi baik yang sudah vaksin atau pun belum,” kata Dicky dikutip dari Kompas.com, Kamis (16/6/2022).
Ia menyebutkan, Covid-19 BA.5 mengadopsi sifat dari Delta L452 yang membuatnya mudah terikat di reseptor ACE 2, sehingga dapat dengan mudah masuk ke sel manusia.
“Artinya potensi keparahan lebih infeksius. Yang jelas potensi keparahan ada,” jelasnya.
Hasil studi juga menunjukkan bahwa angka reproduksi efektivitas BA.4 dan BA.5 sekitar 1,2 lebih tinggi dibandingkan subvarian yang lainnya.
Pemilik penyakit komorbid berisiko
Lebih lanjut ia mengungkapkan pemilik penyakit komorbid, orang yang belum divaksin atau booster, lansia, dan memiliki imunitas rendah masuk dalam kelompok rentan.
“Mereka ini bisa bergejala atau masuk rumah sakit. Bahkan pada beberapa kasus rawan, terutama komorbid bisa terjadi kematian. Walau angka kematian jauh lebih rendah ketika Delta,” kata Dicky dikutip dari Tribunnews via GridHEALTH, Kamis (16/06/2022).
Baca Juga: Waspada, Puncak Gelombang Subvarian BA.4 dan BA.5 Jelang Idul Adha
Penyakit komorbid adalah kondisi saat seseorang menderita dua penyakit atau lebih. Membuatnya sangat berisiko terinfeksi Covid-19.
Penyakit penyerta yang dimaksud yaitu kanker, penyakit ginjal kronis, penyakit paru kronis, demensia atau kondisi neurologis lain, diabetes tipe 1 dan 2, penyakit jantung, hingga sistem imun yang lemah atau immunocompromised.
Ketua Pokja Infeksi Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dr Erlina Burhan, SpP(K) menyebutkan beberapa gejala subvarian BA.4 dan BA.5 yang banyak dilaporkan di Tanah Air dan perlu diwaspadai.
1. Tidak bergejala
2. Sakit tenggorokan
3. Badan pegal
4. Demam
5. Batuk
6. Sakit kepala
7. Badan lemas
8. Mual atau muntah
9. Sakit perut
10. Sesak napas
Baca Juga: Indonesia Diuntungkan Gelombang Delta Saat Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 Melanda
Source | : | Kompas.com,ANTARA,Tribunnews.com |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar