GridHEALTH.id - Aksi Santi berjuang melegalkan ganja medis di Indonesia demi pengobatan sang anak yang viral di media sosial menjadi sorotan masyarakat luas.
Saat itu Santi membawa tulisan berisi tuntutan kepada Mahkamah Konstitusi di tengah car free day (CFD), Jakarta Pusat, Ahad, 26 Juni 2022.
Sampai-sampai DPR RI pun meminta Santi datang ke parlemen.
Bahkan Wakil Presiden meminta MUI untuk mengeluarkan fatwa prihal ganja medis.
Prihal ganja medis memang bukan isu dan hal baru di dunia, juga di dunia medis.
Menurut Pakar Farmakologi dan Farmasi Klinik UGM, Prof. Apt. Zullies Ikawati, Ph.D., menjelaskan ganja bisa digunakan untuk terapi atau obat karena di dalamnya mengandung beberapa komponen fitokimia yang aktif secara farmakologi.
Ganja mengandung senyawa cannabinoid yang di dalamnya terdiri dari berbagai senyawa lainnya. Yang utama adalah senyawa tetrahydrocannabinol (THC) yang bersifat psikoaktif.
“Psikoaktif artinya bisa memengaruhi psikis yang menyebabkan ketergantungan dan efeknya kearah mental,” jelasnya, Kamis (30/6), dilansir dari laman UGM.ac.id (30/06/2022).
Lalu senyawa lainnya adalah cannabidiol (CBD) yang memiliki aktivitas farmakologi, tetapi tidak bersifat psikoaktif. CBD ini dikatakan Zullies memiliki efek salah satunya adalah anti kejang.
Baca Juga: Fakta Dibalik Hebohnya Ganja untuk Pengobatan juga Terapi Cerebral Palsy, Ternyata ...
Ia menuturkan bahwa CBD telah dikembangkan sebagai obat dan disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) di Amerika.
Misalnya, epidiolex yang mengandung 100 mg/mL CBD dalam sirup.
Obat ini diindikasikan untuk terapi tambahan pada kejang yang dijumpai pada penyakit Lennox-Gastaut Syndrome (LGS) atau Dravet syndrome (DS), yang sudah tidak berespons terhadap obat lain.
“Di kasus yang viral untuk penyakit Cerebral Palsy, maka gejala kejang itulah yang akan dicoba diatasi dengan ganja,” ucapnya.
Zullies menjelaskan CBD memang telah teruji klinis dapat mengatasi kejang.
Kendati begitu untuk terapi antikejang yang dibutuhkan adalah CBD-nya, bukan keseluruhan dari tanaman ganja.
Sebab, ganja jika masih dalam bentuk tanaman maka masih akan bercampur dengan THC.
Nah, kondisi ini akan menimbulkan berbagai efek samping pada mental.
Yang Dimaksud Ganja Medis
Baca Juga: Menkes Sudah Peringatkan Puncak Omicron, Reaksi Masyarakat Biasa Saja
“Dikatakan ganja medis, istilah medis ini mengacu pada suatu terapi yang terukur dan dosis tertentu. Kalau ganja biasa dipakai, missal dengan diseduh itu kan ukurannya tidak terstandarisasi, tapi saat dibuat dalam bentuk obat bisa disebut ganja medis,” paparnya.
Guru Besar Fakultas Farmasi UGM ini menuturkan jika ganja bukanlah satu-satunya obat untuk mengatasi penyakit termasuk cerebral palsy.
Masih ada obat lain yang dapat digunakan untuk mengatasi kejang.
“Ganja bisa jadi alternatif namun bukan pilihan pertama karena ada aspek lain yang harus dipertimbangkan. Namun jika sudah jadi senyawa murni speerti CBD, terukur dosisinya dan diawasi pengobatannya oleh dokter yang kompeten itu tidak masalah,” tegasnya.
Lalu terkait legaliasai ganja medis, Zullies mengungkapkan obat yang berasal dari ganja seperti Epidiolex bisa menjadi legal ketika didaftarkan ke badan otoritas obat seperti BPOM dan disetujui untuk dapat digunakan sebagai terapi.
“Menurut saya, semestinya bukan melegalisasi tanaman ganja-nya karena potensi untuk penyalahgunaannya sangat besar. Siapa yang akan mengontrol takarannya, cara penggunaannya, dan lainnya walaupun alasannya adalah untuk terapi,” paparnya lebih jauh, coba mengingatkan semua pihak.
Lebih lanjut ia mengatakan untuk penggunaan ganja medis ini dapat melihat dari obat-obatan golongan morfin.
Morfil juga berasal dari tanaman opium dan menjadi obat legal selama diresepkan dokter.
Selain itu, digunakan sesuai indikasi seperti nyeri kanker yang sudah tidak respons lagi terhadap analgesik lain dengan pengawasan distribusi yang ketat.
Baca Juga: Pengobatan Non Medis Tidak Bisa Dijadikan Pengganti Pengobatan Medis
“Tanamannya yakni opium tetap masuk dalam narkotika golongan 1 karena berpotensi penyalahgunaan yang besar, begitupun dengan ganja. Oleh sebab itu, semestinya yang dilegalkan bukan tanaman ganjanya, tetapi obat yang diturunkan dari ganja dan telah teruji klinis dengan evaluasi yang komperehensif akan risiko dan manfaatnya,” jelasnya.
Wakil Presiden Ikut Ambil Bagian
Ramainya isu ganja medis untuk pengobatan cerebral palsy, sampai-sampai menarik perhatian wakil Presiden.
Ma'ruf Amin bahkan meminta Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa baru mengenai penggunaan ganja untuk medis.
Selama ini, kata dia, MUI melarang penggunaan ganja tanpa pengecualian.
Menurutnya, kini MUI perlu membuat pengecualian larangan penggunaan ganja untuk medis.
“Saya minta MUI nanti segera membuat fatwanya untuk dipedomani, agar jangan sampai berlebihan dan menimbulkan kemudaratan,” ujarnya, dilansir dari Tempo (29/06/2022).
Hal tersebut disampaikan Ma'ruf sebagai respons atas langkah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI yang kini tengah mengkaji wacana legalisasi ganja untuk kebutuhan medis.
Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan kajian tersebut dilakukan karena tuntutan masyarakat mengenai ganja untuk kebutuhan medis semakin besar belakangan ini.
Baca Juga: Semakin Dekat, Ini Prediksi Puncak Covid-19 Omicron BA.4 dan BA.5 Menurut Menkes
Kemarin, pimpinan DPR menerima audiensi dari seorang ibu bernama Santi, yang berharap DPR benar-benar bisa membuat aturan agar ganja untuk medis bisa dilegalkan.
Tapi ingat, menurut ahli, seperti yang disebutkan di atas, baiknya tanaman ganja tidak dilegalkan, kecuali senyawa murnia yang bermanfaat, dan sudah teruji klinis, begitu juga produknya, boleh dilegalkan.(*)
Baca Juga: Sudah Sejauh Ini Kesiapan Faskes Hadapi Puncak Gelombang Subvarian Omicron pada Juli 2022
Source | : | UGM-ganja |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar