GridHEALTH.id - Gejalanya mirip demam berdarah.
Tapi virus marburg menurut WHO mematikan, risiko kematian akibat virus tersebut hampir 88 persen.
Penyakit yang sangat menular mirip dengan Ebola.
WHO pada Kamis (7/07/2022) menyatakan dua orang di Ghana telah ditemukan meninggal dunia, terinfeksi virus marburg.
Pada informasi yang ditulis di laman resmi WHO, virus mMarburg berasal dari famili yang sama dengan virus Ebola.
Diduga, virus tersebut pertama kali menyebabkan wabah pada tahun 1967 di Marburg dan Frankfurt di Jerman, dan di Beograd,Serbia.
Wabah ini terkait dengan pekerjaan laboratorium menggunakan monyet hijau Afrika (Cercopithecus aethiops) yang diimpor dari Uganda.
Penularan virus Marburg ke manusia bisa terjadi karena kontak yang terlalu lama dengan tambang atau gua yang dihuni oleh koloni kelelawar Rousettus.
Setelah seseorang terinfeksi virus, Marburg dapat menyebar melalui penularan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung dengan darah, sekresi, organ atau cairan tubuh lain dari orang yang terinfeksi, dan dengan permukaan dan bahan.
Baca Juga: Kasus Baru Cacar Monyet Dikonfirmasi, Pasien Keluhkan Gejala di Dubur
Tes yang dilakukan di Ghana, melansir Antara.com (8/07/2022). menunjukkan hasil positif.
Tapi hasil itu harus dikonfirmasi oleh laboratorium di Senegal agar kasus-kasus tersebut dianggap terkonfirmasi, kata WHO dalam sebuah pernyataan.
Kedua pasien di wilayah Ashanti selatan itu sama-sama memiliki beberapa gejala, termasuk diare, demam, mual, dan muntah, sebelum meninggal di rumah sakit, menurut pernyataan itu.
Jika kasus-kasus itu terkonfirmasi, peristiwa tersebut akan menjadi satu-satunya wabah kedua Marburg di Afrika Barat.
Kasus virus pertama terdeteksi tahun lalu di Guinea, tanpa ada kasus lebih lanjut yang teridentifikasi.
"Persiapan untuk kemungkinan respons wabah sedang dilakukan dengan cepat saat penyelidikan lebih lanjut sedang berlangsung," kata WHO.
Gejala Infeksi Virus Marburg
Gejala infeksi virus Marburg dimulai dari demam tinggi, sakit kepala parah dan malaise parah.
Mereka yang terinfeksi juga bisa mengalami diare kronis, perut dan kram, mual dan muntah dapat dimulai pada hari ketiga setelah infeksi.
Baca Juga: Usia Tak Bisa Jadi Jaminan Kondisi Tubuh dan Emosional Seseorang
Diare bisa bertahan selama seminggu. Pada fase ini, mata pasien terlihat cekung, wajah tanpa ekspresi, dan mengalami kelesuan yang ekstrem.
Selain itu, melansir Kompas.com (12/08/2021), pasien juga bisa mengalami ruam tanpa gatal pada hari kedua dan ketujuh setelah timbulnya gejala.
Banyak pasien mengalami gejala berat setelah tujuh hari infeksi. Pendarahan bisa terjadi di hidung, gsi, dan area vagina.
Selama fase penyakit yang parah, pasien mengalami demam tinggi.
Virus tersebut juga memengaruhi istem saraf pusat yang mengakibatkan kebingungan, lekas marah dan agresi.
Pada fase akhir, yaitu hari ke 15 setelah terinfeksi, pasien juga bisa mengalami orchitis atau radang testis.
Dalam kasus yang fatal, kematian biasanya terjadi antara hari kedelapan dan sembilan hari setelah onset atau awal terjadinya penyakit, biasanya didahului dengan kehilangan darah yang parah dan syok.
Penanganan Pada Pasien Infeksi Virus Marburg
Belum ada pengobatan yang terbukti tersedia untuk infeksi virus Marburg.
Baca Juga: Seperti Ini Tanda-tanda Wanita Belum Siap Menikah, Jangan Dipaksakan
Namun, berbagai perawatan potensial termasuk produk darah, terapi kekebalan dan terapi obat saat ini sedang dievaluasi.
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup mereka yang terinfeksi, perawatan bisa dilakukan melalui rehidrasi dengan cairan oral atau intravena dan pengobatan gejala spesifik.
Sulit untuk membedakan secara klinis penyakit virus Marburg (MVD) dari penyakit menular lainnya seperti malaria, demam tifoid, shigellosis, meningitis dan demam berdarah virus lainnya.
Deteksi infeksi virus Marburg bisa dilakukan dengan serangkaian tes seperti berikut:
* antibodi terkait enzim immunosorbent assay (ELISA);
* tes deteksi antigen;
* tes netralisasi serum;
* uji reaksi berantai polimerase transkriptase balik (RT-PCR); dan
* isolasi virus dengan kultur sel.(*)
Baca Juga: Jangan Hanya Berpatokan Pada Usia, Lihat Kesiapan Belajar Anak Saat Masuk Sekolah
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar