GridHEALTH.id - Belum lama ini, muncul sebuah video yang menjadi viral di kalangan warganet karena curhatan hati orangtua atas kejadian yang menimpa anaknya di sekolah, dimana kejadian ini diduga terjadi pada hari Rabu lalu (03/08/2022).
Curhatan ini diunggah oleh sang ibu di akun Tiktok pribadinya dengan nama @reva.juliany, di mana ibu tersebut menunjukkan foto-foto anaknya yang masih SD dengan kondisi rambut berantakan dan disertai penjelasan dalam tulisannya.
Video viral inipun telah tersebar di berbagai media sosial, baik di Tiktok yang telah ditonton hingga 7 juta kali dan menjadi trending topik di Twitter.
Kronologi kejadian
Kejadian ini bermula ketika seorang anak SD terlihat memiliki potongan rambut yang dianggap kepanjangan oleh sekolah, lalu oknum guru langsung memotong rambut anak tersebut.
Sikap sang guru yang langsung memotong rambut anak SD itu di sekolah, sangat disesalkan oleh pihak orangtua karena tidak ada izin ataupun peringatan yang diberikan kepada orangtua sebelumnya.
Dalam videonya tersebut, sang ibu menuliskan kata-kata semangat untuk anaknya, dengan mengatakan, "Dek, tumpahkan semua rasa trauma itu samam mama. Jangan kamu ingat, jangan pula kamu jadikan dendam di masa depan, jadi anak sholeh dan berhati luas, seluas samudra. Jadilah orang sukses dan berjiwa besar. Tidak meremehkan orang atau hal kecil."
Perkembangan kasus
Berdasarkan video terbaru yang diunggah oleh orangtua anak tersebut, dikatakan bahwa pihak sekolah telah meminta maaf atas kejadian tersebut.
Baca Juga: Depresi Pada Anak Harus Diwaspadai Meski Kasusnya Sangat Jarang
Namun dari orangtua sendiri meskipun telah memaafkan pihak sekolah, tetap membawa kasus ini ke KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dan sudah melaporkan sekolah tersebut.
Selain itu, sang ibu telah menyatakan sang anak sedang dalam proses pindah sekolah karena tidak ingin mental anaknya terganggu lebih jauh, "Memang mau pindah sekolah juga, saya gak fokus ke rambut, tapi ke mental si anak!"
Aturan panjang-pendek rambut di sekolah
Tidak diketahui pasti siapa oknum guru SD yang melakukan pemotongan rambut pada sang murid, agar terlihat pendek.
Dari keterangan video sang ibu dapat diketahui bahwa oknum guru SD tersebut melakukan pemotongan rambut pada anak SD secara acak, karena terkait dengan aturan panjang-pendek rambut di sekolah.
Sang anak SD tersebut diketahui memiliki rambut yang dianggap sekolah sudah terlalu panjang dan mendapat protes dari anak yang lain, sehingga harus dilakukan pemotongan rambut oleh pihak guru.
Dilansir dari potongan video sang ibu, perwakilan dari pihak sekolah mengatakan, "Iya mama (guru membahasakan kepada ibu korban) mohon maaf. Gini mama ya, sebentar, jadi gini ya mama, karena di sini (sekolah) itu, sebentar saya jelasin dulu ya mama ya, jadi dari kesiswaan itu sudah dijelaskan dari minggu-minggu sebelumnya (mengenai aturan panjang-pendek rambut."
"Tadi itu, kenapa digituin karena temen-temennya sudah pada komplain mama," tambah sang guru.
Sedangkan, di sisi lain sang ibu menuliskan dalam potongan videonya akan menuruti aturan sekolah jika ada pemberitahuan dan tidak langsung mengambil tindakan, "Saya akan taat aturan jika sekolah melampirkan aturan-aturan secara lisan atau tertulis masalah rambut. Apa salahnya konfirm dulu."
Baca Juga: Hati-hati Memilih Makanan untuk Anak, Berdampak Pada Kesehatan Mental
Kondisi anak SD
Berdasarkan video lanjutan yang diunggah oleh sang ibu, diketahui setelah kejadian ini sang anak demam dan tidak masuk sekolah.
Pada hari kejadian, sang anak disebutkan oleh sang ibu harus pulang lebih cepat karena dalam kondisi demam dan rambut yang sudah dipotong pada pukul 12.30, dimana seharusnya sang anak pulang pukul 15.00.
Setelah 5 hari kejadian, sang anak pun masih enggan ke sekolah meskipun sudah tidak merasakan demam, "Ini kejadian sudah 5 hari, jadi sekarang alhamdulillah si anak sudah sehat, tapi belum mau sekolah," tulis sang ibu.
School Refusal
Belajar dari pengalaman anak SD ini, tidak bisa dipungkiri bahwa kejadian yang dilakukan oleh oknum guru ini bisa saja membuat sang anak mengalami trauma akibat syok dan hasilnya terjadi gangguan pada mental anak.
Gangguan mental anak yang mengalami trauma hingga menyebabkan anak tidak ingin masuk sekolah disebut dengan school refusal atau menolak ke sekolah.
School refusal atau menolak ke sekolah dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan menjadi cara pintas seorang anak untuk melarikan diri dari rasa kecemasan yang timbul pada saat sekolah.
Beberapa ciri anak yang dikategorikan mengalami school refusal adalah anak yang enggan siap-siap untuk berangkat sekolah, enggan kembali masuk ke sekolah setelah sembuh dari sakit, menarik diri, tidak mengerjakan tugas sekolah, menjadi pemarah atau kesal, dan lainnya.
Baca Juga: Bermain Memiliki Manfaat Signifikan Untuk Kesehatan Mental Anak, Studi
Mengalami atau menyaksikan intimidasi, merasa tertekan, menemukan pekerjaan yang sulit, sulit bergaul, sulit konsentrasi, dan lainnya juga bisa menjadi faktor anak mengalami gangguan school refusal atau menolak ke sekolah.
Sikap school refusal atau menolak ke sekolah pada anak juga memiliki beberapa ciri dan gejala klinis, menurut health.harvard.edu, seperti sakit kepala, sakit perut, kelelahan, dan gejala fisik lainnya yang muncul dari kecemasan dan memungkinkan anak menjadi sulit untuk berangkat sekolah.
Sebagai orangtua terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membantu anak keluar dari gangguan school refusal atau menolak ke sekolah ini, diantaranya:
- Langkah cepat (jika dibiarkan anak akan menemukan masalah yang lebih sulit akibat dari sikap school refusal atau menolak ke sekolah, sehingga orangtua harus melakukan langkah cepat untuk menyelesaikannya)
- Membantu mengidentifikasi masalah (cari tahu penyebabnya dan tanyakan hal yang membuat anak menjadi cemas dan khawatir)
- Berkomunikasi dan berkolaborasi (sekolah dan orangtua adalah mitra kunci untuk mengatasi school refusal atau menolak ke sekolah, sehingga pastikan sekolah dapat bekerjasama dengan baik bersama orangtua murid dan bukan sebaliknya)
- Empati tetapi tetap tegas dan beritahu pentingnya sekolah pada anak (berempati pada apa yang anak rasakan dan khawatirkan hingga menolak sekolah, namun pastikan anak tetap mau bersekolah, baik dengan cara pindah sekolah ataupun mencari sekolah yang sesuai dengan anak)
- Konsultasikan dengan profesional kesehatan mental (jika sulit ditangani, konsultasikan dengan profesional kesehatan, sehingga orangtua tidak salah langkah dan efektif membantu anak untuk menyelesaikan gangguannya school refusal atau menolak ke sekolah)
Perlu diingat, guru memiliki pengaruh besar pada tumbuh kembang anak, di mana sekolah seharusnya menjadi sumber dukungan sekaligus pembelajaran, yang dapat membentuk anak menjadi bertanggung jawab, meningkatkan harga diri, merasakan pengalaman baru, dan pencapaian baru pada anak.(*)
Source | : | Health Harvard,youngminds.org.uk,Tiktok @reva.juliany |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar