School Refusal
Belajar dari pengalaman anak SD ini, tidak bisa dipungkiri bahwa kejadian yang dilakukan oleh oknum guru ini bisa saja membuat sang anak mengalami trauma akibat syok dan hasilnya terjadi gangguan pada mental anak.
Gangguan mental anak yang mengalami trauma hingga menyebabkan anak tidak ingin masuk sekolah disebut dengan school refusal atau menolak ke sekolah.
School refusal atau menolak ke sekolah dapat terjadi dalam berbagai bentuk dan menjadi cara pintas seorang anak untuk melarikan diri dari rasa kecemasan yang timbul pada saat sekolah.
Beberapa ciri anak yang dikategorikan mengalami school refusal adalah anak yang enggan siap-siap untuk berangkat sekolah, enggan kembali masuk ke sekolah setelah sembuh dari sakit, menarik diri, tidak mengerjakan tugas sekolah, menjadi pemarah atau kesal, dan lainnya.
Baca Juga: Bermain Memiliki Manfaat Signifikan Untuk Kesehatan Mental Anak, Studi
Mengalami atau menyaksikan intimidasi, merasa tertekan, menemukan pekerjaan yang sulit, sulit bergaul, sulit konsentrasi, dan lainnya juga bisa menjadi faktor anak mengalami gangguan school refusal atau menolak ke sekolah.
Sikap school refusal atau menolak ke sekolah pada anak juga memiliki beberapa ciri dan gejala klinis, menurut health.harvard.edu, seperti sakit kepala, sakit perut, kelelahan, dan gejala fisik lainnya yang muncul dari kecemasan dan memungkinkan anak menjadi sulit untuk berangkat sekolah.
Sebagai orangtua terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk membantu anak keluar dari gangguan school refusal atau menolak ke sekolah ini, diantaranya:
- Langkah cepat (jika dibiarkan anak akan menemukan masalah yang lebih sulit akibat dari sikap school refusal atau menolak ke sekolah, sehingga orangtua harus melakukan langkah cepat untuk menyelesaikannya)
- Membantu mengidentifikasi masalah (cari tahu penyebabnya dan tanyakan hal yang membuat anak menjadi cemas dan khawatir)
- Berkomunikasi dan berkolaborasi (sekolah dan orangtua adalah mitra kunci untuk mengatasi school refusal atau menolak ke sekolah, sehingga pastikan sekolah dapat bekerjasama dengan baik bersama orangtua murid dan bukan sebaliknya)
- Empati tetapi tetap tegas dan beritahu pentingnya sekolah pada anak (berempati pada apa yang anak rasakan dan khawatirkan hingga menolak sekolah, namun pastikan anak tetap mau bersekolah, baik dengan cara pindah sekolah ataupun mencari sekolah yang sesuai dengan anak)
- Konsultasikan dengan profesional kesehatan mental (jika sulit ditangani, konsultasikan dengan profesional kesehatan, sehingga orangtua tidak salah langkah dan efektif membantu anak untuk menyelesaikan gangguannya school refusal atau menolak ke sekolah)
Perlu diingat, guru memiliki pengaruh besar pada tumbuh kembang anak, di mana sekolah seharusnya menjadi sumber dukungan sekaligus pembelajaran, yang dapat membentuk anak menjadi bertanggung jawab, meningkatkan harga diri, merasakan pengalaman baru, dan pencapaian baru pada anak.(*)
Source | : | Health Harvard,youngminds.org.uk,Tiktok @reva.juliany |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar