Upaya lainnya, lanjut Wagub Uu, adalah sosialisasi, penyuluhan, serta sex education atau pendidikan terkait seks harus lebih serius diberikan kepada generasi muda. Itu dilakukan agar warga Jabar terhindar dari perbuatan terlarang tersebut.
Prihal pernyataan Wagub Uu, prihal Poligami untuk menekan angka infeksi HIV AIDS di keluarga, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jabar Ketua MUI Jabar, Rahmat Syafei mengatakan, poligami bukan jaminan untuk mengatasi kasus HIV/AIDS.
Walaupun, dari segi agama, poligami memang tidak dilarang atau dipermasalahkan.
"Itu kan AIDS diduga keras dari hubungan yang bebas. Mungkin salah satu pemikirannya jadi ada seperti itu. Tapi itu belum bisa dijamin," kata Rahmat, dikutip dari RMOL Jabar (30/8).
Rahmat menjelaskan, faktor ODHA timbul dari berbagai faktor satu diantaranya diduga keras dari hubungan yang bebas.
Baca Juga: Menghilangkan Kutil di Sekitar Mata, Cukup Pakai 5 Bahan Alami Ini
"Solusinya itu hanya salah satu pemikiran bahwa kalau toh itu adalah hubungan bebas maka harus diatasi dengan hubungan yang sah, tapi tidak bisa begitu saja. Banyak sekali (faktor penyebab HIV/AIDS)," jelasnya.
Menurutnya, dari berbagai faktor penyebab ODHA, poligami belum bisa menyelesaikan persoalan tersebut.
Pasalnya ODHA bisa juga disebabkan dari penggunaan jarum suntik yang bergantian.
"Dari dulu juga dalam Islam, poligami dibolehkan. Tapi apakah itu sebagai solusi untuk mengatasi AIDS, belum tentu kan banyak faktor. Itu perlu kajian yang mendalam," jelasnya.
Karenanya MUI Jabar menyarankan pemerintah agar mendampingi ODHA dibandingkan mengusulkan poligami.
Baca Juga: Kondisi Terakhir Menkes Budi Gunadi Sadikin, Setelah Positif Covid-19 Menghadiri Acara IDI
Kemudian, pemerintah harus lebih bijak dalam memberikan solusi dari kasus ini.
"Pak Wagub dari satu sisi ya mungkin Islam membolehkan itu (poligami) tapi kan bukan membolehkan hubungan poligaminya tapi bagaimana mengatasi penyakitnya itu," pungkas Rahmat.(*)
Source | : | Detik-hiv,RMOLJabar-hiv |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar