Dokter penyakit dalam alias Internist memberikan dua alternatif. Pertama dilakukan operasi pembedahan untuk mengambil empedu. Kedua dengan pengobatan intensif untuk melarutkan batu di dalam empedu.
Alternatif kedua adalah dengan minum obat (enzimatik) hingga enam bulan, yang hasilnya tidak menjamin kepastian hilangnya batu empedu.
Sambil memberi kesempatan berpikir, internist memberi resep obat hanya untuk dua minggu.
Poliklinik kantor kemudian mengusahakan obat tersebut. Obat enzim itu diminum dua kali sehari, lainnya adalah anti panas dan antibiotik.
Singkat cerita, dirinya memutuskan untuk operasi secara medis.
Operasi Pengangkatan Empedu
Pada hari Sabtu, 27 Februari 2010, jam 7.00 masuk ruang operasi di rumah sakit swasta di kota Malang.
Proses operasi berlangsung lancar, menggunakan teknik bedah normal.
Operasi pengangkatan empedu dilakukan dengan bius total. Sekitar jam 10.30 aku tersadar di ruang pemulihan.
Karena sudah pernah menjalani dua kali operasi dengan kasus berebda, dirasakannya pemulihan kali ini begitu lama dan benar-benar sangat lemah.
Singkatnya, "Kini, hari-hariku kunikmati tanpa empedu. Keadaan pasca operasi kulewati dengan kemajuan, gerakan mulai leluasa, sakit di jahitan perut sepanjang 5 cm itu semakin berkurang."
"Aku masih sedang mengamati proses-proses perubahan di tubuh, mencermati mekanisme pencernaan di dalam perut."
"Terkadang masih ada kembung, tekanan di perut atau sering buang angin."
"Aku mengumpulkan kisah-kisah sejenis dari internet dan sumber lain. Pengalaman teman, sanak saudara atau orang lain mengalir."
Banyak cerita orang dapat bertahan hidup dan sehat tanpa empedu. Famili, tetangga, teman kantor atau facebook memberi semangat tentang keadaanku."
Itulah cerita seorang Dosen yang dipublish di laman Universitas Widyagama, Malang, yang menceritakan pengalamannya dengan kasus batu empedu, yang berakhir pengangkatan empedu.(*)
Baca Juga: Kasus Pubertas Dini Meningkat Selama Pandemi Covid-19, Apa Dampaknya Bagi Anak?
Source | : | Widyagama-empedu |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar