GridHEALTH.id - Manusia mana yang tidak ingin hidup sehat dan normal.
Tapi apa mau dikata, jika awalnya karena sering maag dan kembung,mengantarkan seseorang asal Malang, Jatim, harus kehilangan empedu.
Tahukah, empedu adalah salah satu organ yang memiliki bentuk sangat kecil dan terletak di bawah hati.
Meskipun bentuknya terbilang kecil, fungsi empedu cukup besar bagi sistem pencernaan dan sistem ekresi manusia.
Empedu memiliki cairan berwarna kuning kehijauan yang dihasilkan oleh hati untuk membantu proses pencernaan lemak di dalam tubuh dan menyerap vitamin A, D, E, K.
Fungsi empedu banyak, singkatnya;
* Membantu mengeluarkan racun pada hati
* Menyerap lemak
* Menghambat mikroba masuk ke dalam tubuh
* Membantu enzim lipase
* Menjaga PH
Baca Juga: Manfaat Kunyit Untuk Menurunkan Asam Urat Tinggi, Konsumsi Segera!
* Fungsi hormonal
* Mencegah regurgitasi, yang berfungsi menetralkan asam lambung.
* Mengoptimalkan fungsi enzim di dalam organ pencernaan, penyerapan nutrisi dan pencernaan lemak maupun vitamin.
Tapi takdir berkata lain pada dirinya. Karena hingga saat ini sejak 2010, tidak lagi memiliki empedu.
Gejala yang Tidak Disadari
Menurutnya, pada waktu itu, dalam kurun waktu enam bulan terakhir, sering merasakan maag dan kembung. Perut juga terasa sebah, sehingga makan hanya tiga atau empat sendok saja sudah terasa penuh. Perut juga terasa sesak.
Saat itu dirinya hanya berpikir karena makan tidak teratur, banyak pikiran dan faktor psikologis lainnya.
Karenanya saat hal tersebut dirasa, langsung diatasi dengan obat maag.
Tapi beberapa waktu belakangan, sebelum operasi pada 27 Februari 2010, muncul keluhan baru, meriang. Demam yang derajat panasnya tidak terlalu tinggi.
Terjadinya mulai pagi hari, jam 7.00 hingga sore hari.
Dijelaskannya, biasanya sore hari, saat pulang dari kantor badan terasa lemas sehingga maunya langsung tidur.
Baca Juga: Redakan Batuk Pada Anak dengan Melakukan Titik Pijat Berikut
Hal ini hampir dirasakan setiap hari.
Keluhan tersebut bisa dipastikan bukan karena flu atau sakit gigi.
Kala itu diduga, demam itu dari sekitar perut, tepatnya pencernaan.
Diagnosa tersebut hampir selalu diterima setiap periksa ke Poliklinik di kantor, atas keluhan-keluhan di atas.
Tapi dirinya merasakan demamnya berbeda, tidak seperti demam pada umumnya.
Karena curiga, coba ikuti saran istri untuk cek laboratorium.
Poliklinik kantor menyarankan tes darah lengkap dan USG. Awalnya aku menolak USG, karena tidak mengerti maksudnya. Baru kusadari itu untuk mendeteksi organ pencernaan d dalam perut.
Gejala Batu Empedu
Akhirnya 15 Februari 2010 diperiksa di laboratorium klinik sesuai saran poliklinik kantor.
Hasil lab menunjukkan tes darah normal secara keseluruhan, diantaranya kolesterol pada angka 182 (di bawah ambang 200). Yang mengejutkan adalah hasil USG.
Di empedu dideteksi adanya batu dengan ukuran diameter 13 mm. Aku terkejut dengan hal ini, dan aku tidak mengetahui apa maknanya. Saat itu dirinya belum mengerti apa fungsi empedu.
Baca Juga: Jubir Kemenkes:
Saat itu saya ditanya oleh dokter, apakah bapak punya maag, perut sering kembung dan sebah, serta tulang punggung sering terasa linu.
Karena itu yang dirasa selama ini; tentu pertanyaan tersebut dibenarkannya.
Lalu dokter mengatakan, itu adalah gejala batu empedu.
Menurut dokter radiologi tersebut, pembentukan batu (gallstones) di dalam kantung empedu (gallbladder) disebut kolelitiasis, biasa terjadi pada orang berusia di atas empat puluh tahun.
Berbekal hal tersebut, termasuk pemieriksaan laboratorium, konsul ke internist.
Dokter penyakit dalam alias Internist memberikan dua alternatif. Pertama dilakukan operasi pembedahan untuk mengambil empedu. Kedua dengan pengobatan intensif untuk melarutkan batu di dalam empedu.
Alternatif kedua adalah dengan minum obat (enzimatik) hingga enam bulan, yang hasilnya tidak menjamin kepastian hilangnya batu empedu.
Sambil memberi kesempatan berpikir, internist memberi resep obat hanya untuk dua minggu.
Poliklinik kantor kemudian mengusahakan obat tersebut. Obat enzim itu diminum dua kali sehari, lainnya adalah anti panas dan antibiotik.
Singkat cerita, dirinya memutuskan untuk operasi secara medis.
Operasi Pengangkatan Empedu
Pada hari Sabtu, 27 Februari 2010, jam 7.00 masuk ruang operasi di rumah sakit swasta di kota Malang.
Proses operasi berlangsung lancar, menggunakan teknik bedah normal.
Operasi pengangkatan empedu dilakukan dengan bius total. Sekitar jam 10.30 aku tersadar di ruang pemulihan.
Karena sudah pernah menjalani dua kali operasi dengan kasus berebda, dirasakannya pemulihan kali ini begitu lama dan benar-benar sangat lemah.
Singkatnya, "Kini, hari-hariku kunikmati tanpa empedu. Keadaan pasca operasi kulewati dengan kemajuan, gerakan mulai leluasa, sakit di jahitan perut sepanjang 5 cm itu semakin berkurang."
"Aku masih sedang mengamati proses-proses perubahan di tubuh, mencermati mekanisme pencernaan di dalam perut."
"Terkadang masih ada kembung, tekanan di perut atau sering buang angin."
"Aku mengumpulkan kisah-kisah sejenis dari internet dan sumber lain. Pengalaman teman, sanak saudara atau orang lain mengalir."
Banyak cerita orang dapat bertahan hidup dan sehat tanpa empedu. Famili, tetangga, teman kantor atau facebook memberi semangat tentang keadaanku."
Itulah cerita seorang Dosen yang dipublish di laman Universitas Widyagama, Malang, yang menceritakan pengalamannya dengan kasus batu empedu, yang berakhir pengangkatan empedu.(*)
Baca Juga: Kasus Pubertas Dini Meningkat Selama Pandemi Covid-19, Apa Dampaknya Bagi Anak?
Source | : | Widyagama-empedu |
Penulis | : | Gazali Solahuddin |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar