GridHEALTH.id - Obat sirup memang menjadi andalan bagi banyak orangtua dan pelayan kesehatan dalam memberikan obat untuk anak.
Hal ini dikarenakan pemberiannya yang mudah dan lebih disukai anak, sehingga zat aktif dalam obat tetap bisa diberikan secara efektif dengan cara yang tidak menyakitkan.
Akan tetapi, baru-baru ini masyarakat mendapatkan imbauan dari Kemenkes RI terkait penghentian sementara penggunaan obat sirup dan beralih pada obat puyer, meski masih bisa diberikan dengan syarat harus berdasarkan pemantauan dokter atau pelayan kesehatan lainnya.
Kondisi ini sempat membuat orangtua khawatir dan bingung dalam menghadapi anak sakit, khususnya yang banyak digunakan adalah obat sirup penurun demam, seperti paracetamol sirup.
Melihat situasi ini, seorang dokter spesialis anak konsultan, dr. Endah Citraresmi, SpA(K) dari Yayasan Orangtua Peduli (YOP) menjelaskannya secara langsung dalam wawancara bersama tim GridHEALTH.id pada Rabu (19/10/2022).
Penghentian Sementara Obat Sirup, Ini Obat Pengganti Saat Anak Demam
Demam menjadi salah satu yang umum dialami oleh anak, dr. Endah menyebutkan bahwa demam adalah bentuk pertahanan tubuh dalam melawan infeksi yang bisa berasal dari virus, bakteri, atau parasit.
Sehingga tidak ada yang salah dari terjadinya demam dan yang perlu diperhatikan oleh orangtua adalah saat demam menimbulkan ketidaknyamanan, seperti sakit kepala, badan pegal-pegal, lemas, dan lainnya.
Pada balita ketidaknyamanan dapat dilihat dari anak yang menjadi lebih rewel, sulit tidur, terus menangis, dan demam sudah tinggi, yaitu di atas 38-39 derajat celcius maka biasanya diberikan obat penurun demam.
Obat penurun demam ini yang paling umum dan dianggap aman adalah paracetamol, dengan berbagai bentuknya, mulai dari tablet, sirup, suppositoria (anal), atau paracetamol infus.
Akan tetapi dengan adanya himbauan penghentian sementara obat paracetamol sirup karena sedang ditelusuri berkaitan dengan dugaan jadi salah satu faktor risiko gangguan ginjal akut pada anak, maka orangtua diminta untuk memberikan obat secara hati-hati.
Source | : | wawancara langsung dengan dr. Endah Citraresmi, SpA(K) |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar