GridHEALTH.id - Beberapa waktu lalu, dunia dikejutkan dengan peristiwa yang mengenaskan.
Perayaan Halloween di Itaewon jadi salah satu perayaan yang berubah jadi tragedi besar.
Ratusan korban yang datang pada acara tersebut diduga mengalami henti jantung.
Dari 156 korban tewas akibat kerumunan massa dalam tragedi Halloween di distrik Itaewon, Seoul, Korea Selatan (Korsel) pada Sabtu (29/10/2022) malam, hampir dua pertiganya adalah wanita.
Hingga Senin lalu, total 98 wanita dipastikan tewas dalam 'penyerbuan' mematikan manusia, sedangkan sisanya adalah pria.
Dikutip dari laman www.koreaherald.com, Rabu (2/11/2022), rasio gender kerumunan pada saat tragedi mematikan itu hingga kini masih belum jelas.
Namun, beberapa ahli medis mengatakan bahwa wanita memiliki kerangka tubuh yang lebih kecil dan kekuatan fisik yang kurang lebih rentan terhadap cedera dalam situasi lonjakan kerumunan.
Maka dari itu, pernafasan membutuhkan gerakan konstan dari otot-otot pernafasan dan diafragma.
Sayangnya, mereka yang secara fisik lebih lemah dapat menjadi korban ketika semua orang yang terperangkap berjuang untuk kelangsungan hidup mereka sendiri.
"Kekuatan untuk melawan tekanan bagi wanita umumnya lebih lemah daripada pria, bersama dengan kemampuan untuk diresusitasi, jadi mungkin itu sebabnya ada lebih banyak korban wanita dalam tragedi ini," kata Profesor Pencegahan Kebakaran dan Bencana di Soongsil Cyber University, Park Jae-sung.
Menurut National Health Institute Service, rata-rata pria Korea memiliki tinggi 170,6 sentimeter dan berat 72,7 kilogram.
Sedangkan rata-rata wanita Korea memiliki tinggi 157,1 sentimeter dan berat 57,8 kilogram.
Profesor Pengobatan Darurat di Asan Medical Center, Kim Won-young mengatakan bahwa orang secara naluriah menyilangkan tangan mereka untuk membuat ruang bernafas saat area dada mereka berada di bawah tekanan.
Seorang Profesor Ilmu Kerumunan di University of Suffolk di Inggris selatan, G Keith Still mengatakan bahwa umumnya wanita memiliki kerangka yang lebih kecil dibandingkan pria.
Namun memiliki lebih banyak massa tubuh pada dada bagian atas.
"Jika ada tekanan di sana (dada bagian atas), ada lebih banyak massa yang mendorong ke dalam, lebih merugikan bagi wanita ," kata Still.
Perlu dicatat bahwa pria yang memiliki kekuatan tubuh bagian atas lebih besar akan menjadi faktor mereka berusaha sekuat tenaga mencari jalan keluar dari situasi tersebut.
Saksi mata dan kesaksian dari para korban selamat menunjukkan bahwa beberapa pria berhasil melarikan diri dari lokasi kejadian ke toko-toko terdekat.
Sementara wanita tidak dapat melakukannya karena terjebak.
Profesor Pengobatan Darurat di Rumah Sakit Universitas Nasional Seoul yang mengambil bagian dalam Operasi Penyelamatan, Hong Ki-jeong mengatakan bahwa sebagian besar kematian tampaknya disebabkan oleh serangan jantung yang dipicu asfiksia.
Baca Juga: Penting Diingat, Perubahan Fisik Berikut adalah Gejala Penyakit Jantung
Sederhananya, orang-orang mati lemas, diremukkan dengan begitu erat sehingga mereka tidak bisa bernapas.
"Ketika (petugas penyelamat) pergi untuk menyelamatkan, sebagian besar (korban) tidak responsif terhadap CPR, mereka mati lemas. Banyak yang dapat dipastikan sudah menderita kerusakan otak karena asfiksia, jadi tindakan darurat memiliki efek terbatas," tegas Hong.
Perlu diketahui, waktu emas untuk menolong mereka yang terkena serangan jantung adalah dalam lima menit pertama, karena setelah itu akan terjadi kerusakan otak.
Lalu setelah 10 menit, kerusakan menjadi permanen.
Dalam kasus tragedi Itaewon, waktu kritis telah berlalu bagi sebagian besar korban karena butuh beberapa menit untuk mengeluarkan mereka dari tumpukan mayat.
Source | : | Tribunnews.com |
Penulis | : | Magdalena Puspa |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar