"Untuk satu pasien saat dia terdiagnosis kanker, harus menjalankan serangkaian tatalaksana dengan biaya yang mahal. BPJS sih dicover. Kalau ditanya biayaa, bisa ratusan juta bahkan miliar untuk satu pasien," ujarnya.
Soeko menambahkan, "Apalagi kalau teknologi pengobatannya lebih canggih lagi, sampai ke targeted therapy."
Oleh karena itu, ia menekankan teramat penting deteksi dini dan penanganan sesegera mungkin bagi masyarakat luas.
Lakukan kerjasama dengan pihak swasta
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa hal yang memengaruhi keterlambatan penanganan pasien kanker salah satunya karena kurang meratanya fasilitas dan terbatasnya jumlah tenaga medis yang khusus menangani penyakit ini.
Akibatnya, banyak pasien kanker di Indonesia yang dirujuk ke Jakarta terlebih dulu untuk mendapatkan pengobatan yang dibutuhkan.
"Jumlah pasien yang datang itu banyak, setiap hari itu hampir seribu datang ke Dharmais. Maka terjadi antrean, sehingga menghambat proses pengobatan," jelasnya.
Untuk mengoptimalkan penanganan kanker di Indonesia, RS Kanker Dharmais melakukan kerjasama dengan Roche Indonesia, menjalankan tiga program utama.
Di antaranya telementoring ECHO (Extension for Community Healthcare Outcomes), pengembangan kapasitas perawat onkologi, dan implementasi peran Navigator Pasien Kanker (NAPAK).
ECHO merupakan sebuah program yang bertujuan untuk menghubungkan tenaga kesehatan di daerah dengan ahli di pusat, sehingga pasien kanker dapat ditangani tanpa harus pergi ke rumah sakit rujukan.
Sementara NAPAK, diharapkan tidak terputusnya proses diagnosis dan pengobatan pasien kanker. Pada saat diagnosis, ada tiga tahap yakni pengecekan laboratorium, patologi anatomik, dan radiologi.
"Kemudian untuk tatalaksananya ada tiga, bedah, kemoterapi, dan yang terakhir radioterapi. Itu rangkaian pengobatan kanker pada umumnya," kata Soeko.
Setelah menjalani rangkaian diagnosis dan pengobatan, pasien pun masih terus diawasi agar perawatan yang sudah dijalani tidak berakhir sia-sia. (*)
Baca Juga: Kenali Penyebab dan Dampak yang Ditimbulkan dari Kanker Prostat
Source | : | konferensi pers |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar