GridHEALTH.id - Angka kejadian kanker di Indonesia terbilang masih sangat tinggi dan jumlah pasiennya terus bertambah setiap tahunnya.
Bahkan diprediksi pada 2030 nanti, akan ada sekitar 489.800 kasus kanker baru yang terdeteksi di Indonesia.
Sementara untuk saat ini, berdasarkan data Global Cancer Observatory (GLOBOCAN) 2020, ada sekitar 396.914 kasus kanker dan 234.511 kematian akibatnya.
Deteksi kanker sering terlambat
Jumlah pasien kanker yang terus mengalami peningkatan, sayangnya tidak dibarengi dengan proses pengobatan yang dilakukan secara cepat.
Direktur Utama RS Kanker Dharmais Soeko W. Nindito, mengatakan kebanyakan pasien baru datang ke rumah sakit ketika kondisinya sudah lanjut atau masuk stadium yang lebih tinggi.
"Sayangnya, yang datang ke Dharmais itu, sebagian besar stadium lanjut, 3 dan 4. Harusnya yang paling bagus, deteksi dini," kata Soeko di konferensi pers, Jakarta, Rabu (2/11/2022).
Menurutnya, bila terdeteksi sedini mungkin, maka angka harapan hidup dan keberhasilan pengobatan kanker jauh lebih besar.
Tak hanya itu, biaya pengobatan pun juga menjadi lebih murah, dibandingkan ketika baru terdeteksi saat kondisi sudah parah.
"Kalau stadium lanjut, alat apapun yang digunakan, hasilnya kurang memuaskan. Angka harapan hidupnya juga nggak terlalu tinggi. Biayanya juga mahal," jelasnya.
Sebagai informasi saja, biaya pengobatan seorang pasien kanker dapat mencapai ratusan juta hingga miliaran rupiah.
Baca Juga: Penyembuhan Kanker Paru, Bisakah dengan Pengobatan Alternatif?
"Untuk satu pasien saat dia terdiagnosis kanker, harus menjalankan serangkaian tatalaksana dengan biaya yang mahal. BPJS sih dicover. Kalau ditanya biayaa, bisa ratusan juta bahkan miliar untuk satu pasien," ujarnya.
Soeko menambahkan, "Apalagi kalau teknologi pengobatannya lebih canggih lagi, sampai ke targeted therapy."
Oleh karena itu, ia menekankan teramat penting deteksi dini dan penanganan sesegera mungkin bagi masyarakat luas.
Lakukan kerjasama dengan pihak swasta
Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa hal yang memengaruhi keterlambatan penanganan pasien kanker salah satunya karena kurang meratanya fasilitas dan terbatasnya jumlah tenaga medis yang khusus menangani penyakit ini.
Akibatnya, banyak pasien kanker di Indonesia yang dirujuk ke Jakarta terlebih dulu untuk mendapatkan pengobatan yang dibutuhkan.
"Jumlah pasien yang datang itu banyak, setiap hari itu hampir seribu datang ke Dharmais. Maka terjadi antrean, sehingga menghambat proses pengobatan," jelasnya.
Untuk mengoptimalkan penanganan kanker di Indonesia, RS Kanker Dharmais melakukan kerjasama dengan Roche Indonesia, menjalankan tiga program utama.
Di antaranya telementoring ECHO (Extension for Community Healthcare Outcomes), pengembangan kapasitas perawat onkologi, dan implementasi peran Navigator Pasien Kanker (NAPAK).
ECHO merupakan sebuah program yang bertujuan untuk menghubungkan tenaga kesehatan di daerah dengan ahli di pusat, sehingga pasien kanker dapat ditangani tanpa harus pergi ke rumah sakit rujukan.
Sementara NAPAK, diharapkan tidak terputusnya proses diagnosis dan pengobatan pasien kanker. Pada saat diagnosis, ada tiga tahap yakni pengecekan laboratorium, patologi anatomik, dan radiologi.
"Kemudian untuk tatalaksananya ada tiga, bedah, kemoterapi, dan yang terakhir radioterapi. Itu rangkaian pengobatan kanker pada umumnya," kata Soeko.
Setelah menjalani rangkaian diagnosis dan pengobatan, pasien pun masih terus diawasi agar perawatan yang sudah dijalani tidak berakhir sia-sia. (*)
Baca Juga: Kenali Penyebab dan Dampak yang Ditimbulkan dari Kanker Prostat
Source | : | konferensi pers |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar