GridHEALTH.id – Data dari International Diabetes Federation (IDF) pada tahun 2021 menunjukkan Indonesia menjadi negara kelima dengan angka diabetes tertinggi di dunia, seperti yang disampaikan dalam Press Briefing: Hari Diabetes Sedunia Tahun 2022, “Diabetes untuk Masa Depanmu” yang diadakan oleh Kemenkes pada Senin (14/11/2022).
Angka penderita diabetes di dunia juga tinggi dengan total penderita ada 537 juta populasi di dunia pada tahun 2021, diperkirakan akan meningkat pada tahun 2045 menjadi 783 juta populasi dunia.
Dengan kondisi seperti ini, diabetes tidak bisa lagi dibiarkan begitu saja, dikenal sebagai “ibu” dari segala penyakit, deteksi dini menjadi penting untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang dan manajemen penyakit yang baik.
Jumlah Pasien Diabetes di Indonesia
Masih dari data yang sama, Indonesia pada tahun 2045 diperkirakan akan mengalami peningkatan jumlah pasien diabetes sebanyak 28,6% dari sebelumnya 19,5% pada tahun 2021.
Kemenkes juga menyebutkan adanya peningkatan prevalensi diabetes di Indonesi diikuti dengan komorbid, akibatnya jumlah kematian dan pembiayaan tertinggi penyakit ada pada diabetes dan komplikasinya.
Berdasarkan data dari segmen populasi Kemenkes yang akan diintervensi untuk melakukan upaya deteksi dini dan pencegahan, maka ada 219 juta populasi di atas usia 15 tahun berisiko terkena diabetes mellitus (DM).
Bahkan sudah ada 5,2 juta orang yang telah terdiagnosis, dengan 19,5 juta lainnya sudah atau belum terdeteksi mengalami DM.
Ketiga golongan ini, untuk 219 juta orang akan dilakukan intervensi dengan promosi kesehatan, lalu 19,5 juta populasi dengan diabetes akan diintervensi untuk melakukan deteksi dini komplikasi dan 7,2 juta orang yang sudah terdiagnosis akan dilakukan tatalaksana hingga terkendali.
73,7% Tidak Terdeteksi, Pentingnya Deteksi Dini Diabates
Diabetes menjadi masalah global dengan data yang disampaikan pada tahun 2021 ada 6,7 juta orang meninggal akibat diabetes.
Prof. Dr. dr. Aman B. Pulungan, Sp.A(K), FAAP, FRCPI (Hon) dalam kesempatan yang sama mengatakan situasi di Indonesia sendiri masih banyak yang tidak terlapor atau tidak terdiagnosis atau salah diagnosis.
Data dari IDF tahun 2021 seperti yang disampaikan oleh Sony Wibisono M selaku bagian dari PB PERSADIA (Persatuan Diabetes Indonesia) ada 73,7% atau setara dengan 14,3 juta masyarakat Indonesia usia produktif yaitu 20-79 tahun yang tidak terdeteksi diabetes.
Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai tiga negara tertinggi dengan kasus diabetes yang tidak terdiagnosis, selain Cina dan India.
“Secara kasat mata, kita bisa membuat suatu perumpamaan, kalau kita tidak bisa menekan, mendeteksi, menangani pasien diabetes ini, baik yang masih anak maupun yang sudah dewasa, yang kita hadapi adalah jumlah pembiayaan yang sangat besar,” jelas Sony Wibisono pada kesempatan yang sama.
“Deteksi dinilah yang perlu ditingkatkan untuk mencegah komplikasi, lalu menyesuaikan modalitas terapi dengan beberapa pedoman yang perlu dilakukan,” kata Sony terkait pentingnya deteksi dini diabetes dan mengurangi angka kematian.
Berdasarkan pengalaman yang ada, Sony menyebutkan bahwa banyak pasien diabetes yang harus mendapatkan insulin akibat terlambat terdeteksi, “Baru ke rumah sakit kalau sudah ada komplikasi, matanya yang kabur, telinganya yang berkurang pendengarannya, bukan hanya kaki, termasuk stroke maupun jantung koroner.”
Pengelolaan dan Pengobatan Diabetes
Berdasarkan penjelasan dari dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes. selaku Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, disebutkan bahwa Kemenkes tengah mengembangkan Posyandu Prima di 85.000 desa/kelurahan dan perluasan layanan untuk Posyandu di 300.000 dusun.
Hal ini dilakukan untuk membantu masyarakat dapat mendeteksi dini diabetes melalui lima tingkatan fasilitas layanan primer, mulai dari rumah sakit, puskesmas, posyandu prima, posyandu, dan kunjungan rumah.
Akan tetapi, Prof. Aman menyampaikan masih belum secara paripurna pengobatan diabetes ini ditanggung oleh BPJS, beberapa diantaranya yang ditanggung oleh BPJS adalah pemberian insulin dan pemeriksaan HbA1C (gula darah rata-rata selama tiga bulan).
Dalam hal pengelolaan penyakit diabetes, Prof. Aman mengimbau masyarakat untuk membaca kandungan kalori dan gula dalam setiap kemasan makanan agar masyarakat dapat mengetahui jumlah gula yang telah dikonsumsi sehingga tidak berlebih, selain itu “Terpenting bagaimana menerapkan pola hidup CERDIK,” sambung dr. Eva dalam menyampaikan cara pengelolaan dan pencegahan penyakit diabetes. (*)
Source | : | Temu Media Kemenkes RI |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar