GridHEALTH.id - Masyarakat diingatkan lagi pentingnya vaksinasi dan penerapan pola hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam mencegah penyakit.
Seperti yang diketahui, pada 7 November 2022 satu orang anak di Kabupaten Pidi, Aceh, dikonfirmasi mengidap penyakit Polio.
Kemudian, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Sabtu (19/11/2022) pekan lalu, menyatakan status Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio di Indonesia.
Tingkat vaksinasi yang masih rendah dan penerapan PHBS yang belum maksimal, disebut sebagai salah satu pemicu terjadinya penyakit yang disebabkan oleh virus Polio ini.
Sebagai informasi, masa inkubasi penyakit ini 5-35 hari dan selama itu, virus Polio dapat dikeluarkan bersama feses.
Kepala Tim Kerja Surveilans Imunisasi dan PD3I Kemenkes, dr Endang Budi Hastuti mengingatkan agar masyarakat untuk selalu menerapkan pola hidup bersih dan sehat.
"Virus Polio ada di saluran cerna, sehingga jika dikeluarkan bersamaan dengan feses, maka dapat menularkan kepada orang lain," ujarnya dalam webinar Meet The Expert Kemenkes, Jumat (25/11/2022).
"Maka PHBS mohon dapat diterapkan, tidak BAB (buang air besar) sembarangan. Sehingga jika dalam fesesnya ada virus Polio, tidak aakn menyebar ke sekitarnya," sambungn Endang.
Mantan Direktur WHO Asia Tenggara, Prof. Tjandra Yoga Aditama juga mengingatkan terkait pentingnya imunisasi dalam pencegahan penyakit Polio.
"Imunisasi pada anak, pada dewasa juga, itu adalah bagian yang sangat penting untuk mencegah penyakit menular (termasuk Polio)," jelasnya.
Baca Juga: Sasar 1,2 Juta Anak, Vaksinasi Polio Massal Digelar di Aceh 28 November 2022
Dokter Spesialis Saraf Anak RSCM, Dr. dr. Irawan Mangunatmadja, menjelaskan vaksin Polio dapat memberikan kekebalan pada saluran cerna, sehingga saat terpapar tubuh sudah kebal.
"Virus Polio yang dari vaksin akan memberikan kekebalan pada saluran cerna. Sehingga apabila masuk virus, maka tidak akan berkembang dan anak jadi kebal. Efek dari penyakit Polio seumur hidup, jadi bukan hanya sewaktu saja," paparnya.
Tak hanya melindungi anak, pemberian vaksin Polio juga bertujuan untuk memutus rantai penularan di masyarakat.
Di Aceh, akan digelar vaksinasi massal pada 28 November menggunakan vaksin nOPV2 produksi Bio Farma.
Ia menegaskan bahwa vaksin tersebut aman dan mempunyai efektivitas yang baik untuk menurunkan atau menghentikan penyebaran virus Polio.
"Keamanan sudah dipelajari. 13 negara menyatakan bahwa vaksin ini memberikan keamanan yang baik dan dapat memutuskan rantai penularan virus Polio pada seorang anak apabila mendapatkan imunisasi," kata dokter Irawan.
Dosis yang diberikan ke anak dua tetes dan orangtua tidak perlu mengkhawatirkan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI), karena sifatnya ringan.
Rata-rata KIPI yang dilaporkan yakni anak menangis, rewel, dan nafsu makan yang menurun.
Indonesia pada 2014 telah mendapatkan sertifikat bebas penyakit Polio dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bersama dengan negara-negara di Asia Tenggara yang lainnya.
Ditemukannya satu pasien Polio di Kabupaten Pidie, Aceh, menurut Profesor Tjandra tidak menggugurkan status tersebut.
Baca Juga: Alasan 1 Kasus Polio di Aceh Membuat Indonesia Kembali Masuk Kategori KLB
Pasalnya, penyebab dari penyakit Polio dulu dan yang ditemukan pada awal November ini berbeda.
"Yang menyebabkan penyakit sejak dulu adalah wild poliovirus ada tipe 1, 2, dan 3. Inilah yang jadi masalah kesehatan di dunia. Tetapi karena vaksinasi, jumlahnya turun 99% dibandingkan dengan tahun 1988," jelasnya.
Hanya ada dua negara di dunia yang masih menjadi endemis penyakit Polio karena virus tersebut, yakni Afganistan dan Pakistan.
"Sertifikat kita itu (bebas Polio) masih valid. Bukan hanya Indonesia, tapi juga negara-negara lain kecuali dua negara itu," paparnya.
Meski begitu, terjadi mutasi virus yang disebut Circulating vaccine-derived poliovirus type 2 (cVPDV2).
Virus tersebutlah yang menyebabkan penyakit Polio pada anak berusia 7 tahun di Kabupaten Pidie, Aceh.
Tipe virus Polio ini juga ditemukan pada kasus yang ada di Amerika Serikat dan terdeteksi dalam selokan di Inggris. (*)
Baca Juga: Kasus Polio Pertama Muncul di New York Setelah Hampir 10 Tahun
Source | : | Keterangan Pers Kemenkes RI |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar