GridHEALTH.id - Kurang darah masalah kesehatan yang penting tapi kerap terabaikan.
Prevalensi anemia di Indonesia cukup tinggi. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar 2018, 23% penduduk Indonesia mengalami anemia.
Padahal, sebenarnya kondisi ini dapat dicegah.
Ketua Tim Kerja Pemberdayaan dan Pergerakan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Dwi Adi Maryadi, SKM, MPH, mengatakan pencegahan bisa dilakukan sejak usia remaja.
Baca Juga: Pahami Sejak Dini, Ini Cara Mencegah Kanker Prostat pada Laki-laki
Dwi Adi menyebutkan bahwa hingga saat ini ada sekitar 8,3 juta remaja putri yang tidak mengonsumsi tablet tambah darah.
Masih tingginya jumlah remaja putri yang tidak mengonsumsi tablet tambah darah, membuat mereka berisiko mengalami kurang darah.
Kemenkes pun berupaya meningkatkan jumlah konsumsi ini, dengan melakukan pedistribusian ke seluruh puskemas.
Selanjutnya, pihak sekolah akan melakukan koordinasi dengan puskemas setempat untuk pemberian tablet tambah darah pada remaja putri.
"Total populasi remaja putri yang mendapat tablet tambah darah sekitar 76% dan didapatkan paling banyak dari sekolah," kata Dwi Adi dalam Konfersensi Pers Kampanye Jangan Cuek, Ayo Cek Gejala Kekurangan Darah, Rabu (30/11/2022).
Setelah menerimanya, tablet tambah darah direkomendasikan untuk dikonsumsi seminggu sekali.
Sayangnya, dari data yang ada hanya sedikit remaja perempuan yang mengonsumsinya sesuai dengan jadwal yang direkomendasikan.
Baca Juga: Anemia dan Stunting pada Anak Masalah Klasik Belum Terselesaikan, IronC Bisa Jadi Solusi?
"Mereka dapat tablet tambah darah, tapi ternyata minum sesuai rekomendasi seminggu sekali hanya 1,4% di sekolah," ujarnya.
Adapun alasan yang menyebabkan rendahnya minat remaja putri mengonsumsi tablet tambah darah di antaranya:
1. Merasa tidak suka
2. Mual
3. Bosan
4. Lupa.
Masih rendahnya cakupan konsumsi tablet tambah darah pada remaja perempuan, meningkatkan risiko anemia yang bila diabaikan akan berdampak pada kehidupan di masa depan.
Remaja putri yang terkena anemia, ketika dewasa dan menjadi calon ibu berisiko mengalami masalah dalam persalinan hingga melahirkan anak stunting.
"Jika dikonsumsi secara teratur, sejak remaja, saat menjadi calon ibu risiko stuntingnya akan berkurang. Ketika dia tidak mengonsumsi, bisa anemia," jelas Dwi Adi.
"Sangat rentan sekali terjadi komplikasi pada persalinan, bisa juga terjadi kematian karena pendarahan dan risiko bayi lahir dengan berat yang rendah, dan risiko stunting," pungkasnya.
Apabila anak stunting, kualitas hidup secara keseluruhan menurun dan risiko mengidap penyakit degeneratif. (*)
Baca Juga: Home Remedies, Penderita Anemia Disarankan Konsumsi Makanan Ini
Source | : | liputan lapangan |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar