“Sampai saat ini belum ada upaya pemerintah untuk hadir memberikan apapun kompensasi terhadap korban ini,” sambungnya.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) juga dituntut total menghadapi permasalahan ini. Tidak hanya sekadar menutup pabrik dan mencabut izin edar obat sirup yang tercemar EG dan DEG.
Karena kejadian serupa juga terjadi di Gambia yang menelan lebih dari 60 korban jiwa, akan tetapi penangannya bisa cepat dilakukan.
BPOM juga diminta untuk lebih proaktif melakukan pengujian post market, sehingga kejadian adanya cemaran EG dan DEG pada obat sirup seperti saat ini tidak terulang.
"Rekomendasi kami adalah, bagaimana ada uji lab dalam industri farmasi dan BPOM. Sehingga tidak perlu berdebat soal alat uji dan sebagainya," jelasnya.
Mufti melanjutkan, "Sehingga saat produksi berjalan dari batch berapa misalnya, mereka mengirimkan alat uji terutama EG dan DEG."
Kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal ini yang perlu mendapatkan perhatian tidak hanya saat anak sakit saja.
Mereka yang sudah dinyatakan sembuh dan diperbolehkan untuk kembali ke rumah pun juga membutuhkan perhatian khusus.
Dari posko-posko yang dibuka oleh Tim Pencari Fakta Gangguan Ginjal, sejumlah anak dilaporkan mengalami masalah kesehatan lanjutan setelah dinyatakan sembuh.
"Ketika dinyatakan sembuh bukan berarti sembuh (total). Ternyata juga efek negatif turunan dari gagal ginjal ini juga cukup berbahaya," jelas Mufti.
Beberapa anak penyintas penyakit ini ditemukan mengalami kelumpuhan dan juga kebutaan. (*)
Baca Juga: Cemaran Etilen Glikol yang Manis Bisa Bahayakan Seluruh Tubuh
Source | : | wawancara eksklusif,Keterangan Pers Kemenkes RI |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar