Diberlakukannya kebijakan lepas masker juga tak luput dari pro dan kontra para ahli kesehatan. Salah satunya epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman.
Ia menilai hal tersebut kurang tepat karena pada saat itu, cakupan vaksin booster alias dosis ketiga masih belum mencapai 70% seperti yang terjadi di Australia.
“Di negara-negara seperti misalkan Australia, mulai melakukan pelonggaran boleh tak pakai masker di luar ruangan. Itu karena juga cakupan dosis 3 dari vaksinasinya sudah di atas 70 persen. Nah Indonesia kan belum. Jadi saya kira ini harus berhati-hati, terutama melihat situasi setempat,” jelasnya dikutip dari Kompas.tv (21/5/2022).
Baca Juga: IDAI: Anak yang PTM Sampai Sore Butuh Lebih dari Satu Masker
Saat itu, menkes menjelaskan alasan perubahan kebijakan kesehatan ini dilakukan sebagai salah satu tahap awal transisi pademi menjadi endemi.
Di mana, masyarakat sudah mempunyai pemahaman terkait perilaku hidup bersih dan sehat.
“Belajar dari sejarah pandemi yang pernah terjadi di dunia, transisi menuju endemi dilakukan saat masyarakat sudah mulai menyadari bagaimana caranya melakukan protokol kesehatan yang sehat pada diri dan keluarga,” ujarnya.
Budi Gunadi melanjutkan, “Dan hal tersebut memerlukan edukasi dan penerapan secara bertahap.”
Selain itu, pelonggaran juga dilakukan setelah mempertimbangkan situasi Covid-19 di seluruh negara-negara dunia.
Dari hasil sero survey, masyarakat Indonesia dinilai sudah mempunyai daya tahan yang baik terhadap varian Covid-19 yang sedang beredar secara global, kala itu varian Omicron.
Tak hanya itu, kasus Covid-19 juga cenderung melandai dibandingkan dengan negara lain seperti China, Taiwan, dan Amerika Serikat. (*)
Baca Juga: Anjuran Pemberlakuan WFH Dianggap Masih Terlalu Dini oleh IDI
Source | : | Kompas.tv,Sehat Negeriku |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar