GridHEALTH.id - Masker telah menjadi bagian terpenting dalam keseharian masyarakat selama pandemi Covid-19.
Penggunaan masker ditujukan untuk melindungi dari virus corona yang penularannya bisa melalui droplet.
Meskipun awalnya menyesakkan, tapi lama-kelamaan masyarakat sudah terbiasa menggunakannya.
Bahkan, jika keluar rumah tanpa menggunakan masker, rasanya agak sedikit aneh.
Saat semua orang sudah terbiasa, pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan kesehatan terkait penggunaan masker.
Presiden Joko Widodo lah yang pertama kali menyatakan aturan penggunaan masker telah dilonggarkan.
"Pemerintah memutuskan untuk melonggarkan kebijakan pemakaian masker. Jika masyarakat sedang beraktivitas di luar ruangan atau di area terbuka yang tidak padat orang, maka diperbolehkan untuk tidak menggunakan masker," kata Joko Widodo (17/5/2022).
"Namun, untuk kegiatan di ruangan tertutup dan transportasi publik tetap harus menggunakan masker," sambungnya.
Begitu pula dengan lansia maupun orang-orang dengan penyakit komorbid serta yang mengalami gejala berupa batuk maupun pilek.
Pernyataan serupa terkait kebijakan lepas masker juga dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (kemenkes) RI.
“Kelompok tersebut (yang dikecualikan dari aturan lepas masker) masih diwajibkan memakai masker untuk melindungi diri dari penularan. Kemudian untuk yang bergejala batuk-batuk, bersin-bersin sebaiknya tetap menggunakan masker,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, dikutip dari Sehat Negeriku (17/5/2022).
Baca Juga: Covid-19 Bakal Berakhir Sudah di Depan Mata, Haruskah Terus Memakai Masker Saat di Pesawat?
Diberlakukannya kebijakan lepas masker juga tak luput dari pro dan kontra para ahli kesehatan. Salah satunya epidemiolog dari Griffith University Dicky Budiman.
Ia menilai hal tersebut kurang tepat karena pada saat itu, cakupan vaksin booster alias dosis ketiga masih belum mencapai 70% seperti yang terjadi di Australia.
“Di negara-negara seperti misalkan Australia, mulai melakukan pelonggaran boleh tak pakai masker di luar ruangan. Itu karena juga cakupan dosis 3 dari vaksinasinya sudah di atas 70 persen. Nah Indonesia kan belum. Jadi saya kira ini harus berhati-hati, terutama melihat situasi setempat,” jelasnya dikutip dari Kompas.tv (21/5/2022).
Baca Juga: IDAI: Anak yang PTM Sampai Sore Butuh Lebih dari Satu Masker
Saat itu, menkes menjelaskan alasan perubahan kebijakan kesehatan ini dilakukan sebagai salah satu tahap awal transisi pademi menjadi endemi.
Di mana, masyarakat sudah mempunyai pemahaman terkait perilaku hidup bersih dan sehat.
“Belajar dari sejarah pandemi yang pernah terjadi di dunia, transisi menuju endemi dilakukan saat masyarakat sudah mulai menyadari bagaimana caranya melakukan protokol kesehatan yang sehat pada diri dan keluarga,” ujarnya.
Budi Gunadi melanjutkan, “Dan hal tersebut memerlukan edukasi dan penerapan secara bertahap.”
Selain itu, pelonggaran juga dilakukan setelah mempertimbangkan situasi Covid-19 di seluruh negara-negara dunia.
Dari hasil sero survey, masyarakat Indonesia dinilai sudah mempunyai daya tahan yang baik terhadap varian Covid-19 yang sedang beredar secara global, kala itu varian Omicron.
Tak hanya itu, kasus Covid-19 juga cenderung melandai dibandingkan dengan negara lain seperti China, Taiwan, dan Amerika Serikat. (*)
Baca Juga: Anjuran Pemberlakuan WFH Dianggap Masih Terlalu Dini oleh IDI
Source | : | Kompas.tv,Sehat Negeriku |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Soesanti Harini Hartono |
Komentar