GridHEALTH.id - Percaya tidak percaya, hak Ibu pekerja dalam bidang kesehatan masih belum terpenuhi.
Hal ini dapat terlihat dengan jelas dari sulitnya Ibu pekerja dalam melaksanakan peran laktasinya.
Kondisi ini memicu potensi konflik pekerja wanita dalam peran pengelolaan keluarga, sekaligus tanggung jawab sosialnya yang berimbas pada kesehatan Ibu.
Di sisi lain, data Kemenaker 2013 dan BPS 2021 yang dilampirkan oleh Health Collaborative Center (HCC) menyebutkan, ada peningkatan jumlah dan partisipasi kerja pekerja wanita Indonesia, hingga mencapai 51,8 juta, termasuk di dalamnya Ibu pekerja.
Tahukah, untuk memenuhi peran laktasi Ibu dalam memberikan ASI eksklusif. Karenanya diperlukan waktu cuti setidaknya 6 bulan agar keberhasilan Ibu pekerja menyusui berhasil dicapai, yang nantinya akan berdampak pada kesehatan Ibu dan produktivitasnya.
Dalam acara “Diskusi Kelompok Terbatas, Refleksi Hari Ibu 2022: Kesehatan Pekerja Perempuan Indonesia, Bagaimana Kondisi di Indonesia?” pada Jumat (23/12/2022), Dr. dr. Ray Wagiu Baswori, MKK merekomendasikan agar perusahaan dapat melihat keuntungan dari pemberian cuti 6 bulan pada Ibu pekerja.
Pertama, Ibu pekerja memiliki peran ganda yang seringkali tidak didukung oleh lingkungan dan hanya membuat banyak Ibu pekerja yang mengalami tingkat kesulitan lebih tinggi dibanding pekerja laki-laki, karena “Laki-laki itu tidak menghadapi beban seperti ini, laki-laki itu kerja aja, di rumah dia kepala rumah tangga, dilayani, apalagi dalam budaya Indonesia. Ibu yang bekerja itu harus menjadi ibu rumah tangga, menjaga fungsi rumah tangga berjalan, apalagi kalau sudah punya anak ada potensi peran yang konfliknya besar sekali, yaitu peran reproduksi dan peran laktasi.” Jelas dr. Ray.
Sehingga berdasarkan penelitian yang dilakukan HCC sejak 2015, bicara mengenai produktivitas Ibu pekerja dalam pekerjaannya sangat berkaitan erat dengan kondisi kesehatan, yang mencakup di dalamnya masalah terkait peran reproduksi dan laktasi.
Peran laktasi ini memberikan konflik paling besar bagi Ibu pekerja Indonesia, baik formal dan informal. Hal ini karena tingkat kesulitan yang tinggi, di mana Ibu juga harus menyusui di tengah jam kerja, sedangkan dukungan komunitas di lingkungan pekerja untuk Ibu dapat menyusui pun sangat rendah.
“Kalau Ibu gagal melaksanakan fungsi laktasi di rumah tangga atau domestik, yang duluan diserang itu Ibu, dari mertua, suami, atau keluarganya. Begitu masuk ke tempat kerja, Ibu pekerja yang gagal memberikan ASI eksklusif, penelitian kami mengatakan 8 kali lebih besar tidak mencapai target kerja,” jelas dr. Ray.
Permasalahan ini penting untuk menemukan jawabannya karena memiliki peran besar dalam kemajuan generasi bangsa di masa depan.
“Perlindungan terhadap Ibu dalam momentum Hari Ibu itu hanya mencakup perlindungan terhadap hak sosial, hak asasi, aspek sosial budaya, bahkan politik, tapi jangan lupa fundamental perlindungan hak Ibu itu hak kesehatan. Ini yang masih dikotak-kotakkan,
Beban terbesar negara kalau kita bicara soal hak Ibu itu adalah kesehatan pada pekerja, karena tinggi banget masalah kesehatan dan akan menjadi masalah bangsa kalau hak kesehatan Ibu terutama Ibu pekerja itu tidak dipenuhi,” kata dr. Ray.
Baca Juga: Hari Ibu Nasional, Inilah Dua Alasan Mengapa Harus Dirayakan
Ibu pekerja memiliki risiko gangguan kesehatan yang jauh lebih berat dibanding pekerja pria, beberapa ancaman kesehatan yang memicu, antara lain:
Mengutip penelitian di Surabaya oleh dr. Ray, ada 40% pekerja wanita mengalami gangguan kesehatan reproduksi yang memicu adanya gangguan menstruasi, seperti amenorea.
Gangguan hormonal juga bisa memicu seorang Ibu yang tidak memberikan ASI eksklusif untuk memiliki gangguan menstruasi, amenorea. Hal ini dikarenakan hormon untuk menstruasi tidak dipakai, beralih fungsi untuk memproduksi ASI. Saat Ibu tidak mengeluarkan ASInya dengan menyusui, maka banyak dari Ibu yang tidak bisa menstruasi hingga setahun.
Stres post-partum adalah kondisi yang dialami Ibu setelah melahirkan akibat tidak adanya keseimbangan zat kimia di otak. Kondisi ini terjadi karena tidak ada keseimbangan hormon.
Kondisi ini, disadari atau tidak berawal dari Ibu yang tidak mencapai peran menyusui selama enam bulan atau lebih. Kemudian memicu terjadinya masalah dalam keluarga dan pekerjaan sang Ibu, yang apabila dilihat ke depan maka akan berdampak pada masa depan anak. Selain membuat Ibu pekerja rentan mengalami gangguan kesehatan di atas, pentingnya ASI eksklusif untuk anak juga tidak tercapai dengan baik.
Perlu diakui bahwa saat ini hanya perusahaan multinasional yang sudah mendukung pemberian cuti 6 bulan untuk Ibu pekerja. Sedangkan banyak perusahaan yang menolak untuk memberikan cuti 6 bulan karena menganggapnya sebagai bentuk pengeluaran yang sia-sia untuk perusahaan.
Menilik lebih jauh dari itu, data hasil penelitian HCC yang disampaikan dalam kesempatan yang sama, menyebutkan setidaknya ada hal baik yang bisa dinilai oleh perusahaan sebagai investasi dari cuti 6 bulan Ibu pekerja, yaitu:
Kualitas kesehatan Ibu yang baik ini mencakup di mana Ibu menjadi tidak sering sakit karena kualitas menstruasi yang membaik, stres setelah melahirkan lebih kecil, hingga kebugaran sang Ibu, karena dengan memberikan ASI eksklusif maka Ibu dapat menurunkan berat badan sebesar 800gram dalam sekali menyusui.
Saat sang Ibu berhasil memberikan ASI eksklusif kepada anak, maka kesehatan anak akan meningkat dengan adanya imunitas alami pemberian ASI untuk tubuh anak, anak pun tidak mudah sakit, maka klaim kesehatan yang digunakan pun dapat diminimalisir. Sejalan dengan itu, Ibu pekerja akan lebih mudah merawat anak yang sehat dan Ibu pun tidak mudah sakit, sehingga absen dari pekerjaan pun semakin kecil.
Sebaliknya, jika pemberian cuti 6 bulan ini tidak berjalan dengan baik, maka “Penelitian kami mengatakan hanya 19% buruh yang berhasil memberikan ASI eksklusif, itu berarti hanya dua dari sepuluh (Ibu pekerja). Kalau sudah gagal memberikan ASI eksklusif, gangguan kesehatan makin tinggi, anak makin gampang sakit karena tidak mendapatkan ASI eksklusif berarti imunitasnya ga jalan, (hasilnya) Ibu lebih gampang absen, nah itu.” Jelas dr. Ray mengenai pentingnya produktivitas dari Ibu pekerja yang sehat.
Hasil penelitian lanjutan dari HCC menunjukkan, Ibu akan empat hingga enam kali lebih besar untuk gagal mencapai target kerja dan lebih mudah untuk absen kalau tidak memberikan ASI eksklusif. (*)
Source | : | alodokter,Diskusi Kelompok Terbatas oleh HCC, dr. Ray Wagiu |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar