GridHEALTH.id - Alzheimer adalah penyakit yang secara perlahan merusak memori dan kemampuan berpikir seseorang.
Selama bertahun-tahun, para ilmuwan mencari tahu apa sebenarnya penyebab pasti dari penyakit ini.
Pasalnya, pada orang yang mengalami lebih dini, mutasi genetik diperkirakan menjadi penyebabnya.
Sedangkan yang lainnya, diperkirakan muncul dari rangkaian kompleks perubahan otak yang terjadi selama beberapa dekade.
Faktor pemicunya beragam, termasuk kombinasi faktor genetik, lingkungan, dan juga gaya hidup.
Melansir Mayo Clinic, seseorang yang terindikasi penyakit ini akan mengalami gejala awal yang meliputi:
* Gangguan pada memori, sehingga sulit mengingat suatu peristiwa
* Sulit berkonsentrasi atau memecahkan sebuah masalah
* Sering kebingungan dengan lokasi dan waktu
* Mengalami kesulitan visual atau ruang, contohnya tidak paham jarak berkendara, tersesat, atau salah meletakkan barang
* Mengalami masalah bahasa, seperti kosa kata yang berkurang saat bicara atau menulis.
Gejala yang lainnya yakni mengambil keputusan dengan penilaian yang buruk, menarik diri dari kegiatan sosial, dan mengalami perubahan suasana hati yang mirip dengan depresi.
Karenanya penyakit ini bisa berdampak pada kehidupan seseorang. Sehingga sangat penting, untuk segera melakukan pemeriksaan dan mendapatkan diagnosis akurat apabila dideteksi muncul tanda-tandanya.
Umumnya, untuk bisa melakukan diagnosis dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan yang meliputi anamnesis, tes memori dan penyelesaian masalah, tes laboratorium, hingga pemindaian otak melalui MRI, CT scan, atau PET.
Namun, para ilmuwan telah mengembangkan tes darah yang mampu mendiagnosis Alzheimer tanpa harus melakukan pencitraan otak.
Mengingat selain prosedur pemindaian otak mahal dan menyakitkan, butuh waktu lama juga untuk menjadwalkannya.
Professor Thomas Karikari dari University of Pittsburgh mengatakan, tes darah untuk deteksi alzheimer ini merupakan terobosan yang baik, mengingat tidak semua orang mempunyai akses melakukan pemindaian MRI dan PET.
Deteksi Alzheimer juga bisa lebih cepat dilakukan, sehingga pasien bisa segera mendapatkan pengobatan.
“Tes darah lebih murah, lebih aman dan lebih mudah dilakukan, serta dapat meningkatkan kepercayaan klinis dalam mendiagnosis Alzheimer dan memilih peserta untuk uji klinis dan pemantauan penyakit,” ujarnya, dikutip dari The Guardian (28/12/2022).
Untuk hal ini Ia dan rekan-rekannya berfokus mengembangkan tes darah berbasis antibodi yang dapat mendeteksi bentuk tertentu dari protein Tau, pemicu Alzheimer, yang berasal dari otak.
Mereka melakukan pengujian terhadap 600 pasien pada berbagai tahap dan menemukan bahwa kadar protein berkolerasi baik dengan kadar Tau di CSF (sampel cairan serebrospinal), sehingga dapat membedakan ini dengan penyakit neurodegeneratif lainnya.
Oh iya, hasil dari penelitian ini telah dipublikasikan di jurnal Brain.
Langkah selanjutnya adalah memvalidasi tes pada pasien yang lebih luas.
Professor Karikari juga berharap, pemantauan kadar protein ini bisa meningkatkan desain uji klinis untuk pengobatan Alzheimer. (*)
Baca Juga: Ini Alasannya Mengapa Lemak Perut Berbahaya dan Cara Menghilangkannya
Source | : | Mayo Clinic,The Guardian |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar