GridHEALTH.id – Baru-baru ini pemerintah Thailand mengumumkan adanya peningkatan polusi udara di Bangkok yang semakin memburuk, hingga warga diimbau untuk bekerja dari rumah (WFH) jika memungkinkan. Bagaiman dengan kondisi polusi udara di Jakarta dan sekitarnya? Lihat perbandingannya di bawah ini.
WHO sendiri telah menetapkan standar konsentrasi partikel kecil dan berbahaya di udara (PM2.5) tidak boleh lebih dari 5 mikogram per meter kubik, hal ini karena mencegah kematian akibat paparan polusi udara. Diperkirakan oleh WHO bahwa setiap tahun ada 4,2 juta kematian dini akibat paparan polusi udara luar.
Pemerintah Thailand telah memberikan pengumuman bahwa diperkirakan Bangkok masih akan mengalami masalah kualitas udara, setidaknya hingga hari ini (03/02/2023).
Kondisi ini karena berdasarkan catatan dari pemerintah Thailand adanya tingkat partikel PM2.5 yang tidak sehat di beberapa distrik di kota Bangkok selama beberapa hari terakhir, bahkan kemungkinan adanya peningkatan lebih tinggi juga sudah diberitahukan kepada masyarakat Bangkok. Beberapa hari terakhir, Bangkok dan sekitarnya memiliki tingkat PM2.5 sebesar 70,5 mikrogram per meter kubik.
Dengan adanya kondisi ini, Gubernur Bangkok, Chadchart Sittipunt mengimbau warganya untuk bekerja dari rumah atau WFH jika memungkinkan. Selain itu, warga diimbau untuk membatasi paparan polusi udara yang memburuk ini dengan mengurangi aktivitas di luar ruangan dan memakai masker.
Setelah polusi udara di Bangkok memburuk, disebutkan dalam laman Crisis24 bahwa kemungkinan dapat terjadi gangguan transportasi hingga bisnis, seperti keterlambatan pengiriman dan rantai pasokan, gangguan penerbangan, dan penundaan penerbangan.
Salah satunya karena polusi udara yang memburuk dapat mengakibatkan berkurangnya jarak pandang, juga tidak menutup kemungkinan pemerintah menutup akses jalan raya dan meminta transportasi seperti kereta api berjalan lebih lambat, sampai kualitas udara membaik.
Jika dilihat berdasarkan pada data yang disebutkan dalam laman BMKG, data terakhir menunjukkan adanya penurunan kualitas udara di wilayah Jakarta dan sekitarnya pada bulan Juni 2022 lalu.
Dari data tanggal 15 Juni 2022, konsentrasi PM2.5 mengalami peningkatan dan mencapai puncaknya pada level 148 mikrogram per meter kubik. Hingga menempatkan Jakarta pada peringkat kelima, sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di dunia pada tahun 2019 menurut World Air Quality Report.
Menurunnya kualitas udara di wilayah Jakarta dan sekitarnya disebabkan oleh kombinasi antara sumber emisi dari contributor polusi udara dan faktor meteorologi yang kondusif untuk menyebabkan terakumulasi konsentrasi PM2.5. Tingginya konsentrasi PM2.5 dibandingkan hari-hari sebelumnya dapat terlihat dari kondisi udara di Jakarta yang secara kasat mata terlihat cukup pekat atau gelap.
Vital Strategies dan Greenpeace menyebutkan ada beberapa faktor-faktor risiko penyebab polusi udara meningkat di Jakarta, seperti jkarta dihimpit pembangkit listrik berbahan bakar batu bara dan industri Lainnya, ditambah dengan adanya asap knalpot kendaraan, aktivitas konstruksi, pembakaran terbuka, debu jalan, aerosol sekunder dan garam laut, hingga partikel tanah tersuspensi.
Studi dari Vital Strategies menyebutkan salahs atu yang menjadi penyebab buruknya kualitas udara di Jakarta adalah asap batu bara yang berasal dari pembangkit listrik. Selain itu penelitian Centre for Research on Energy and Clean Air mencatat Jakarta dikelilingi 118 fasilitas industri yang berkontribusi pada pencemaran udara.
Kondisi udara sangat memengaruhi kualitas kesehatan seseorang, khususnya pada kelompok rentan seperti lansia, ibu hamil, anak-anak, orang dengan penyakit pernapasan, hingga penyintas Covid-19.
WHO menyebutkan ada beragam bahaya polusi udara yang semakin memburuk untuk kesehatan jika dibiarkan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, apalagi jika menimpa orang yang sudah sakit.
Kondisi ini meningkatkan risiko infeksi pernapasan, penyakit jantung, hingga kanker paru-paru. Oleh karena itu, memerangi polusi udara adalah tanggung jawab semua orang. Dibutuhkan kerjasama yang cepat dan proaktif untuk menguranginya.
Melihat urgensitas mengenai pentingnya mengurangi polusi udara sejak saat ini dan seterusnya oleh semua lapisan masyarakat, maka WHO merekomendasikan berikut ini:
Diharapkan pemerintah dapat mengurangi emisi dan tetapkan standar nasional yang memenuhi pedoman kualitas udara WHO. Bisa juga berinvestasi dalam penelitian dan pendidikan seputar udara bersih dan polusi, sebagai kunci mengurangi polusi udara.
Kebijakan publik lintas sektor harus mempertimbangkan kesehatan masyarakat sejak awal dan ditindaklanjuti dengan data dan alat yang memadai untuk menilainya.
WHO mengimbau untuk terus memperjuangkan ha katas lingkungan yang sehat dan berkelanjutan, mintalah pertanggungjawaban kepada pemerintah.
Kepada semua orang, baik pemerintahan, bisnis, individu, semua bertanggungjawab. WHO mengajak untuk memikirkan kembali terkait cara hidup dan konsumsi selama ini, serta buatlah pilihan yang berkelanjutan untuk diri dan anak-anak.
Greenpeace juga merekomendasikan jika ingin serius menangani masalah polusi udara, khususnya di Jakarta, maka bisa dengan menguatkan dan menyediakan transportasi publik yang memadai dan bebas asap, diadakan insentif untuk yang menggunakan kendaraan ramah lingkungan, lalu lakukan transisi energi dari batu bara menjadi energi bersih.
Melihat kondisi polusi udara di Bangkok memburuk dan begitu juga di Jakarta, masyarakat diharapkan untuk kembali mempertimbangkan dan menerapkan gaya hidup berkelanjutan. (*)
Source | : | Reuters,WHO,BMKG,Greenpeace Indonesia,Crisis24,Vitalstrategies.org |
Penulis | : | Vanessa Nathania |
Editor | : | Gazali Solahuddin |
Komentar