GridHEALTH.id - Belakangan ini, penyanyi Celine Dion baru saja merilis sebuah lagu.
Pengumumannya ini jadi yang pertama sejak dirinya mengaku idap kelainan saraf pada tahun 2022 silam.
Kejadian tersebut membuat dirinya istirahat karena mengalami sulit dalam bernyanyi dan bergerak.
Melalui unggahan Instagram pribadinya, Celine Dion juga mengumumkan perilisan album yang nantinya akan memuat lima lagu baru lainnya pada 12 Mei mendatang.
"Saya pikir ini adalah kisah yang menyenangkan, dan saya harap orang-orang akan menyukainya, dan juga menyukai lagu-lagu barunya," kata Celine Dion dalam pernyataan tertulis, seperti diberitakan AFP.
Desember 2022 silam, sang pelantun 'My Heart Will Go On' umumkan penundaan dan pembatalan rangkaian konser musim seminya di Instagram pribadinya.
Pasalnya, Celine Dion tengah berjuang lawan penyakit stiff person syndrome (SPS).
Penyakit ini adalah penyakit saraf langka yang membuat tubuh menjadi sensitif terhadap sentuhan, suara, dan tekanan emosional, serta dapat menyebabkan kekakuan otot hingga kejang otot.
"Gangguan itu menyebabkan kejang otot dan membuat saya tidak bisa menggunakan pita suara untuk bernyanyi seperti sebelumnya," ucap Celine Dion dalam video yang diunggahnya.
Selain itu, dirinya mengungkapkan bahwa sedang menjalani pengobatan dan terapi setiap hari untuk bisa kembali tampil.
"Saya punya harapan bahwa saya sedang dalam perjalanan menuju kesembuhan. Ini fokus saya dan saya sedang melakukan segala yang saya bisa lakukan untuk sembuh," katanya.
Stiff person syndrome (SPS) merupakan kelainan neurologis autoimun yang tergolong langka.
Orang yang memiliki kondisi ini biasanya merasakan kaku pada otot badan dan perut (bagian tengah tubuh).
Seiring berjalan waktu, pengidap akan mengalami kekakuan (rigiditas) dan kejang di kaki dan otot lainnya.
Sehingga pengidap stiff person syndrome mungkin akan kesulitan berjalan, bahkan rentan untuk jatuh dan cedera.
Melansir dari hopkinsmedicine.org, meskipun tidak ada pengobatan yang dapat menyembuhkan sindrom orang kaku, terdapat spesialis dan menjaga kontrol gejala dapat membuat penyintasnya lebih mudah hidup dengan kondisi tersebut.
SPS paling sering berkembang pada orang berusia 40 hingga 50 tahun.
Namun, masalah ini terjadi pada anak-anak dan orang dewasa yang lebih tua.
SPS diperkirakan mempengaruhi satu sampai dua orang dalam satu juta.
Kendati demikian, ahli SPS sekarang menganggap sindrom tersebut sebagai spektrum gangguan, yang berarti kemungkinan lebih umum daripada yang diperkirakan semula, meski masih jarang.
Seperti yang dijelaskan di clevelandclinic.org, ada berbagai jenis SPS yang ini.
Ini adalah bentuk yang paling umum dan terkait dengan antibodi GAD (asam glutamat dekarboksilase), meskipun penelitian telah melaporkan asosiasi antibodi lainnya.
Baca Juga: Mengejutkan, Ini yang Terjadi Pada Tubuh Bila Otak Bekerja 100 Persen!
Ada beberapa varian SPS yang dapat melibatkan bagian tubuh tertentu atau melibatkan inkoordinasi yang lebih menonjol (ataksia).
PERM adalah varian SPS yang lebih parah yang menyebabkan penurunan kesadaran, masalah gerakan mata, ataksia, dan disfungsi otonom.
PERM umumnya membutuhkan manajemen di rumah sakit karena disfungsi otonom.
Tidak ada obat untuk mengatasi masalah kesehatan yang satu ini.
Saat dokter merawat pasien dengan kondisi ini, mereka fokus untuk meredakan gejala dengan obat-obatan seperti obat penenang, pelemas otot, dan steroid.
Imunoglobulin intravena dan plasmaferesis, di antara imunoterapi lainnya, juga dapat diresepkan.
Terapi fisik dan pekerjaan juga penting untuk pasien dengan SPS.
Baca Juga: Kapan Seseorang Harus Dirawat di Rumah Sakit Jiwa? Gideon Tengker Mengaku Pernah Dipaksa Masuk RSJ
Source | : | hopkinsmedicine.org,yalemedicine.org,Clevelandclinic.org |
Penulis | : | Magdalena Puspa |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar