GridHEALTH.id - Paparan polusi udara yang terus-menerus berakibat buruk bagi kesehatan anak.
Seperti yang diketahui, kualitas udara di sejumlah kota dalam kondisi yang buruk.
Dikutip dari Kompas (9/8/2023), pada Juli 2023 diketahui Tangerang Selatan menjadi kota dengan kualitas terburuk di Indonesia.
Sedangkan di posisi kedua tercatat terjadi di kota Tarumajaya, Kabupaten Bekasi.
Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, SpP(K), Ketua Bidang Penanggulangan Penyakit Menular PB IDI mengatakan, diperkirakan ada dua miliar anak yang terdampak oleh polusi udara yang berat.
Bila terus-menerus menghirup kualitas udara buruk, maka dapat berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan, termasuk kognitifnya.
"Polusi udara ini melalui jalur olfaktori atau jalur lainnya, menembus ke otak, menyebabkan peradangan (neuroinflamasi)," ujarnya dalam media briefing PB IDI, Selasa (8/8/2023).
"Terjadi neurodegenerasi yang berdampak pada kognitid anak-anak yang masih dalam proses pertumbuhan," sambungnya.
Lebih lanjut, dijelaskan bahwa sejumlah riset menunjukkan pajanan polusi udara berkaitan dengan tingkat intelegensi serta intelektual yang rendah.
Hal tersebut terjadi pada anak usia di bawah 2 tahun, pra-sekolah, dan usia sekolah.
Selain gangguan kognitif, efek polusi udara pada anak adalah risiko stunting yang tinggi.
Baca Juga: Dokter Beberkan Bahaya Polusi Udara, Tak Hanya Bagi Paru Tapi Juga Jantung
Stunting adalah gangguan tumbuh kembang yang diakibatkan oleh kekurangan gizi kronik.
Lantas, apa hubungannya antara polusi udara dan risiko stunting?
Dijelaskan bahwa polutan yang terhirup akan menyebabkan gangguan pada sistem sirkulasi, yang mengakibatkan suplai oksigen terganggu.
Kekurangan oksigen dalam jangka waktu panjang, menyebabkan pertumbuhannya lebih lambat.
"Kasus ini terlihat di Bangladesh, paparan terhadap PM 2,5 ternyata terjadi peningkatan 30% berat badan lahir rendah dan stunting sejak 1999 hingga 2014," jelasnya.
Riset di Afrika dan Cina, menemukan bahwa anak-anak terpapar polusi udara, risiko stuntingnya meningkat dua kali lipat.
Dalam kesempatan berbeda, dokter spesialis dr. Novitria Dwinanda, Sp. A. Subsp. N. P. M, menjelaskan, risiko tersebut berhubungan dengan infeksi berulang yang dialami oleh anak.
"Anaknya sakit berulang-ulang, kayak paparan asap rokok, anaknya menjadi iritasi, bronkitis, infeksi paru berulang, batuk pilek berulang," ujarnya dalam diskusi media RS Pondok Indah, Selasa (8/8/2023).
Penyakit infeksi yang menyerang anak akibat udara berkualitas buruk yang dihirupnya, membuat anak malas makan.
Alhasil, berat badannya turun dan tubuhnya mengalami kekurangan asupan gizi yang penting.
"Kalau anak sakit, emang ada yang mau makan? Jadi, anak sakit itu akan menganggu berat badannya, jadi di mana kaitannya polusi udara dengan stunting, ya kaitannya seperti ini," pungkasnya. (*)
Source | : | liputan,media briefing |
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar