GridHEALTH.id - Hipertensi alias tekanan darah tinggi, merupakan masalah kesehatan dengan jumlah pengidap yang tinggi.
Seseorang dikatakan mengalami tekanan darah tinggi, bila hasil pemeriksaannya berkisar di angka 140/90 mmHg atau lebih.
Menurut Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (InaSH) dr. Erwinanto, Sp.JP(K), FIHA, diagnosis hipertensi bisa ditegakkan bila hasil pemeriksaan di klinik ataupun di rumah, tidak berbeda.
"Diagnosis hipertensi disebut akurat jika baik pengukuran tekanan darah di klinik maupun di luar klinik menunjukkan tekanan darah yang meningkat dan disebut true hypertension," ujarnya dalam konferensi pers InaSH, Jumat (23/2/2024).
Ketika penyakit ini terdeteksi, dokter umumnya akan memberikan obat yang ditujukan untuk mengendalikan tekanan darah.
Namun tak jarang, pengidap hipertensi justru ragu untuk mengonsumsi obat yang telah diresepkan oleh dokter.
Salah satu faktor yang menyebabkan keraguan konsumsi obat, yakni risiko terjadinya kerusakan pada ginjal.
Apalagi, obat hipertensi termasuk dalam jenis obat jangka panjang yang perlu rutin dikonsumsi oleh pengidapnya.
Dokter spesialis ginjal dan Sekertaris Jenderal InaSH, dr. Djoko Wibisono, Sp.PD-KGH, mengatakan memang banyak orang percaya minum obat dapat merusak ginjal.
Anggapan tersebut juga tak lepas dari obat yang ditujukan untuk menjaga kestabilan tekanan darah.
Namun menurutnya, anggapan tersebut tidak tepat. Rutin minum obat hipertensi, bukan faktor penyebab kerusakan ginjal.
Baca Juga: Rekomendasi Sayur dan Buah Penurun Hipertensi, Solusi Alami Menjaga Tekanan Darah
"Saya selalu tekankan kepada pasien, yang merusak ginjal bukan obat, tetapi tekanan darah tinggi yang tidak terkendali," katanya.
Ia melanjutkan, "Harus bedakan penyakit infeksi dan yang bukan infeksi. Kalau infeksi, minum obat tiga hari sembuh ya stop (konsumsi obatnya). Tapi kalau untuk hipertensi, itu obatnya sepanjang hidup."
Dalam kesempatan yang sama, dokter Erwin juga mengingatkan, berhenti minum obat dapat membuat tekanan darah kembali naik.
Hipertensi yang tidak tertangani dapat menimbulkan kerusakan pada organ-organ vital, termasuk ginjal.
Tingginya tekanan darah dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis (PGK), yang merupakan penyebab kematian nomor lima di dunia.
Selain ginjal, jantung dan saraf pusat, merupakan bagian tubuh lainnya yang paling sering terdampak oleh tekanan darah tinggi.
Bila menyerang sistem saraf pusat, hipertensi dapat menyebabkan seseorang mengalami stroke. Sekitar 60-70% kasus stroke disebabkan oleh tekanan darah yang tinggi.
"Hipertensi akan menyebabkan kerusakan endotel dinding pembuluh darah arteri yang akan menginisiasi proses aterosklerosis. Dinding pembuluh darah akan rusak dan mempermudah partikel untuk saling menempel yang membentuk plak," kata dr. Eka Harmeiwaty, Sp.S, Wakil ketua InaSH.
Ini pada akhirnya akan menyebabkan aliran darah ke otak terganggu dan terjadilah stroke iskemik.
Sementara pada jantung, hipertensi dapat menyebabkan terjadinya serangan jantung dan gagal jantung.
Karena itu, obat hipertensi perlu diminum sesuai anjuran dokter. Karena fungsinya tidak hanya untuk menurunkan tekanan darah, tapi juga mencegah kerusakan organ akibat penyakit ini. (*)
Baca Juga: Mengelola Hipertensi, Makanan yang Perlu Dihindari untuk Kesehatan Jantung Optimal
Penulis | : | Nurul Faradila |
Editor | : | Poetri Hanzani |
Komentar