Find Us On Social Media :

Hati-hati Tinggal di DKI Jakarta, Risikonya Tinggi Terkena Diabetes dan Obesitas

Warga Jakarta lebih rentan mengidap penyakit diabetes, apa sebabnya?

GridHEALTH.id - Tinggal di kota besar seperti Jakarta tentu memiliki dampak dari berbagai sisi, salah satunya kesehatan warganya.

Hal ini ditunjukkan dalam riset yang dilakukan oleh Dicky L. Tahapary, Lecturer at the Division of Endocrinology and Metabolism, Department of Internal Medicine, Faculty of Medicine.

Ia juga seorang Researcher at The Metabolic, Vascular, and Aging Cluster, The Indonesian Medical Education and Research Institute (IMERI), Universitas Indonesia.

Baca Juga : Langsung Tidur Setelah Sahur Bisa Tingkatkan Kanker & Stroke, Berapa Lama Jeda yang Diperlukan?

Tinggal di Jakarta “menyumbang” timbunan lemak lebih banyak dalam tubuh individu dan berpotensi meningkatkan risiko diabetes melitus.

Gaya hidup urban, seperti konsumsi makanan cepat saji yang berkalori tinggi dan lebih banyak menghabiskan waktu duduk di depan komputer, diduga kuat menjadi pemicu kegemukan.

"Riset saya pada 2013-2015 menunjukkan tiap satu tahun tinggal di Jakarta indeks massa tubuh seseorang meningkat 0,15 kilogram/meter persegi."

Baca Juga : Bukan Bayinya, Justru Penampilan Meghan Markle Setelah Melahirkan Banyak Menarik Perhatian

"Bila rata-rata tinggi badan laki-laki di Indonesia 160 sentimeter, maka berat badan naik sebesar 0,4 kg/tahun.

"Selain itu, tinggal di perkotaan dikaitkan dengan peningkatan kegemukan di daerah perut (obesitas sentral). Tinggal di kota menambah lingkar perut rata-rata 0,5 sentimeter per tahun," tulisnya, melansir National Geographic.

Indeks massa tubuh dan lingkar perut merupakan penanda adanya penumpukan lemak dalam tubuh, jadi terkait erat dengan obesitas dan risiko diabetes melitus.

Temuan ini makin diperkuat oleh hasil Riset Kesehatan Dasar terbaru yang dirilis akhir 2018 lalu.

"Hasil riset ini sungguh mengejutkan karena setidaknya satu dari tiap tiga orang dewasa (35%) di Indonesia mengalami masalah obesitas (indeks massa tubuh >25 kg/m2)."

"Angka ini meningkat tajam dibanding riset serupa pada 2007 dan 2013, masing-masing sebesar 19% dan 26%," sambungnya.

Baca Juga : Langsung Tidur Setelah Sahur Bisa Tingkatkan Kanker & Stroke, Berapa Lama Jeda yang Diperlukan?

Sejalan dengan kenaikan angka obesitas, jumlah penduduk dewasa dengan diabetes melitus di Indonesia juga terus menanjak.

"Saat ini setidaknya satu dari 10 orang dewasa (10,9%) di Indonesia menyandang diabetes melitus. Angka ini naik tajam dari angka sebelumnya pada 2007 (5,7%) dan 2013 (6,9%)."

Baca Juga : Bingung Ngabuburit Kemana, 3 Olahraga ini Bisa Buat Puasa Tak Terasa

Obesitas, kondisi medis berupa kelebihan lemak tubuh, menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan individu seperti diabetes melitus atau kencing manis.

Diabetes melitus merupakan beban yang besar bagi Indonesia karena dikaitkan dengan timbulnya berbagai komplikasi seperti jantung, gagal ginjal, kebutaan, amputasi, dan stroke.

Penyakit ini juga dikaitkan dengan beban pembiayaan kesehatan yang tinggi.

Penelitian Dicky pada 2013 menunjukkan angka diabetes melitus lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan dari daerah pedesaan.

Baca Juga : Mana yang Lebih Baik, Sayuran Digoreng atau Ditumis? Begini Jawaban para Peneliti!

Sebagai kelanjutan riset ini pada 2014 dan 2015, ia juga membandingkan 154 laki-laki dengan latar belakang genetik dan usia yang sama antara 18-65 tahun yang tinggal di Nangapanda, Ende (Flores, Nusa Tenggara Timur).

Dari jumlah itu, sebanyak 105 orang tetap di sana (pedesaan) dan 49 orang pindah dan tinggal di Jakarta lebih dari satu tahun.

Hasilnya, laki-laki yang tinggal di daerah perkotaan memiliki resistensi insulin dan rata-rata kadar gula darah yang lebih tinggi daripada orang yang tinggal di pedesaan.

Pada resistensi insulin, insulin (hormon utama untuk menurunkan kadar gula dalam darah) tidak dapat berfungsi optimal sehingga kadar glukosa darah tinggi dan akhirnya menyebabkan diabetes melitus.

Baca Juga : Seorang Ibu di Kaltim Memberikan Pil KB pada Kedua Putri Remajanya, Karena Telah Diperkosa Oleh Ayahnya, Amankah?

"Dari temuan ini saya dapat simpulkan bahwa penduduk perkotaan lebih rentan terkena penyakit diabetes melitus dibanding penduduk pedesaan," jelas Dicky lagi.

Tingginya resistensi insulin pada individu perkotaan ini terkait dengan temuan riset tersebut: bahwa individu perkotaan memiliki rata-rata bobot tubuh yang lebih berat dibanding orang yang tinggal di pedesaan, terutama dalam hal lemak tubuh yang lebih tinggi.

Perbedaan kegemukan dan risiko diabetes antara masyarakat pedesaan dan perkotaan sangat mungkin disebabkan oleh perbedaan dalam hal gaya hidup, terutama terkait perbedaan pola asupan makanan dan aktivitas fisik.

Perubahan gaya hidup karena urbanisasi mendorong masyarakat mengurangi aktivitas fisik tapi meningkatkan konsumsi makanan cepat saji yang mengandung lemak, garam, dan kalori dalam kadar tinggi.

Baca Juga : Di Kamerun Setrika Payudara Diberlakukan Orangtua Kepada Anaknya Untuk Hindari Kejahatan Seksual, Padahal Risikonya Mengerikan

Penduduk perkotaan cenderung memiliki waktu lebih banyak duduk di depan komputer dengan mobilitas yang cenderung terbatas.

Sedangkan penduduk pedesaan memiliki mobilitas yang lebih banyak dan aktivitas yang lebih berat seperti bertani dan berburu di hutan.

Kedua hal ini, yaitu konsumsi makanan berkalori tinggi dan kurangnya aktivitas fisik menyebabkan adanya keseimbangan energi berlebih sehingga disimpan dalam bentuk timbunan lemak di tubuh, yang jika berlebihan akan menyebabkan obesitas dengan berbagai komplikasinya.

Baca Juga : Seorang Ibu di Kaltim Memberikan Pil KB pada Kedua Putri Remajanya, Karena Telah Diperkosa Oleh Ayahnya, Amankah?

Tapi bukan berarti tinggal di desa akan bebas dari penyakit ini.

"Penelitian yang kami lakukan pada 2014-2015 menunjukkan bahwa menjaga pola makan yang sehat merupakan hal yang penting untuk mencegah diabetes melitus," tutur Dicky.

Ada empat langkah penting untuk mencegah obesitas dan diabetes mellitus, yaitu menjaga pola makan yang sehat, terapkan pola hidup aktif, kenali faktor risikonya, dan periksa secara berkala.

Selain menjaga pola hidup sehat dengan pola makan yang sehat dan aktif secara fisik, kita juga perlu meningkatkan kesadaran kita untuk mengenali faktor risiko dan memeriksa secara berkala untuk mengidentifikasi obesitas dan diabetes melitus.

"Jadi kesehatan tubuh bukan hanya ditentukan tempat di mana Anda tinggal, tapi juga oleh makanan apa yang saja yang masuk ke mulut Anda dan seberapa banyak aktivitas fisik Anda," tandasnya.(*)

Baca Juga : Inilah yang Terjadi pada Tubuh Ketika Kita Berpuasa & Risiko yang Terjadi pada Orang dengan Kondisi Ini

 

Artikel ini sudah tayang di NationalGeographic.grid.id dengan judul, "Tinggal di Jakarta Meningkatkan Risiko Penyakit Diabetes, Mengapa?"