GridHEALTH.id – Cangkok alias transplantasi organ tubuh memang sudah tidak aneh lagi.
Tapi untuk transplantasi organ vital, seperti halnya penis, mungkin beritanya jarang kita dengar.
Tapi kenyataannya ada. Afrika adalah salah satu negara yang mengklaim pertama melakukannya di dunia.
Baca Juga: Cangkok Tangan Lintas Gender Pertama, Ajaibnya Warna Kulit Bisa Menyesuikan Secara Otomatis
Hal tersebut berdasar pernyataan sebuah universitas di Afrika Selatan, yang menyatakan telah sukses melakukan operasi transplantasi alat kelamin pria, Jumat (13/3/2015).
Ada juga berita yang menyebutkan jika di China proses transplantasi penis yang dinyatakan sukses dianulir.
Pasalnya sang pasien meminta penisnya dicopt kembali. Alasannya bukan karena permasalahan medis. Istrinya trauma.
Penis donor dari pria usia 22 tahun. Penerima donor pria usia 44 tahun.
Baca Juga: Penderita Hepatitis Boleh Berpuasa, Namun Bukan Hepatitis Jenis Ini
Berita yang didapatkan dari VOAindonesia.com (14/03/2015) tersebut menyebutkan, cangkok penis di Afrika operasinya berlangsung selama sembilan jam pada bulan Desember.
Operasinya ditangani oleh dokter bedah dari fakultas kedokteran dan layanan kesehatan Universitas Stellenbosch.
Diketahui, pasien kehilangan organ kelaminnya tiga tahun lalu sebelum operasi dilaksanakan.
Peristiwa miris tersebut terjadi setelah komplikasi akibat khitanan yang gagal di usia remajanya.
Baca Juga: Lagi-lagi Ilmuan China Bereksperimen, Virus Corona Dimasukkan ke Hewan lalu Dijadikan Pakan
Sehingga mengharuskan penisnya menurut pandangan medis diamputasi.
Pasien tersebut berusia 21 tahun, yang namanya tidak diumumkan.
Menurut pernyataan dari universitas yang terletak tidak jauh dari Cape Town, salah satu kota terbesar di Afrika Selatan pada waktu itu, setelah operasi pemulihan pasien cukup cepat. "Sudah pulih total dan organ hasil transplantasinya dapat berfungsi sepenuhnya."
Universitas Stellenbosch tidak merilis informasi siapa yang menjadi donor organ, tapi mengatakan "mencari donor merupakan salah satu halangan utama."
Ini merupakan, melansir VOAindonesia.com (14/03/2015), yang pertama kalinya transplantasi penis berakhir dengan sukses.
Profesor Andre van der Merwe, kepala departemen urologi Universitas Stellenbosch dan dokter utama pada operasi ini, mengatakan ia sebelumnya memprediksi bahwa butuh dua tahun setelah operasi bagi pasien sebelum pasien dapat menjalankan fungsi organ barunya secara sempurna. "Kami sangat terkejut dengan betapa cepatnya (pasien) sembuh," ujar van der Merwe.
Menurut Universitas Stellenbosch, sudah ada sembilan pasien lagi yang sedang menanti donor untuk transplantasi penis.
Cerita lainnya mengenai cangkok penis datang dari China.
Seorang pria di China menjalani tranplantasi pada 2005. Operasi tersebut pada awalnya tampak sukses.
Tapi menurut dokter, pria itu kemudian meminta penis barunya dilepaskan karena masalah psikologis yang ia alami dengan isterinya.
Menurut sumber lain, melansir iraniansurgery.com, kejadian transplantasi penis di China itu pertama kali dilakukan pada bulan September 2006 di sebuah rumah sakit militer di Guangzhou, Cina.
Pasien, seorang pria berusia 44 tahun, mengalami kehilangan sebagian besar penisnya karena kecelakaan.
Penis yang ditransplantasikan berasal dari seorang pria berusia 22 tahun yang mati otak.
Meskipun operasi berhasil, pasien dan istrinya menderita trauma psikologis.
Mengenai cangkok organ tubuh ini, walau sukses secara medis, tapi sebenarnya penerima donor tetap akan dihadapkan sekian banyak risiko kesehatan.
Melansir Mayo Clinic, penolakan akut tubuh ita biasanya dapat dikontrol dengan obat-obatan.
Penolakan kronis. Penolakan kronis terjadi dalam periode waktu yang lebih lama. Organ tubu baru kita mungkin menjadi sakit dan kehilangan fungsi.
Baca Juga: Puasa Ramadan Turunkan Kolesterol Secara Alami, Tak ada Korelasi Antara Lemak Makanan dan Kolesterol
Mungkin juga rambut rontok atau perubahan pada kuku.
Obat yang dikonsumsi untuk mengontrol penolakan tubuh adalah imunosupresan.
Imunosupresan adalah obat keras, perlu diminum sepanjang hayat.
Efek samping utama imunosupresan; peningkatan risiko infeksi serius, termasuk cytomegalovirus (CMV); risiko kanker meningkat; kerusakan ginjal; peningkatan risiko terkena diabetes, mengalami osteoporosis; hingga risiko kolesterol, meningkatkan risiko penyakit jantung.(*)
Baca Juga: Catat! Ini 5 Tips Jalani Puasa Ramadan Bagi Penderita Autoimun
#berantasstunting
#HadapiCorona