Find Us On Social Media :

Terpuruknya Ekonomi Karena Pandemi Covid-19, Bukan Berarti Susu Kental Manis Jadi Solusi Gizi Anak Indonesia

Stunting indikator kurang gizi. Apa jadinya jika anak Indonesia tidak tercukupi gizinya akibat salah memilih.

GridHEALTH.idTerpuruknya Ekonomi Karena Pandemi Covid-19, Bukan Berarti Susu Kental Manis Jadi Solusi Gizi Anak Indonesia.

Ingat, susu kental manis tidak semurah yang dibayangkan, dan risikonya jika dijadikan susu minum anak tidak akan bisa membuat Indonesia bebas stunting.

Padahal Indonesia sekarang ini tengah berupaya #brantasstunting, dan ini menjadi perhatian Presiden Jokowidodo di tengah pandemi Covid-19. Karena masalah stunting adalah masalah gizi.

Baca Juga: Melihat Serangga Ini, Peneliti LIPI Langsung Keluarkan Pernyataan Bikin Heboh, 'Kiamat Sudah Dekat'

Seperti telah kita ketahui bersama, sebelum pandemi Covid-19 melanda Indonesia, masalah gizi anak-anak di Indonesia belum pulih.

Riskesdas 2013, 4 dari 10 balita Indonesia mengalami stunting. Sedangkan menurut data Riskesdas 2018 sebesar 30,8 persen. Ini artinya, saat ini tiga dari balita Indonesia mengalami stunting.

Jadi bangsa Indonesia, khususnya pemerintah, masih ada tugas menurunkan angka stunting hingga mencapai target yang ditetapkan World Health Organization (WHO). Yaitu sebesar dua puluh persen.

Kenapa ini penting? Karena stunting memberikan dampak kepada anak-anak menjadi mudah sakit, obesitas, dan ini berkorelasi dengan penyakit tidak menular.

Karenanya mengapa, Presiden Indonesia Jokowidodo tidak ingin fokus penanganan pandemi virus Corona atau Covid-19 membuat jajarannya lupa dengan urusan di sektor kesehatan yang juga tidak kalah penting. Seperti penuntasan kasus stunting.

Jokowi menyebut, upaya penuntasan penanganan pandemi Covid-19 juga perlu dibarengi dengan penguatan peningkatan kesejahteraan di berbagai sektor dasar.

Baca Juga: Pembatasan Jumlah Penumpang Dihapus, DPR : 'Jangan Korbankan Rakyat'

Baca Juga: Tingkat Kesembuhan Kasus Covid-19 di Surabaya Cepat, Resepnya Diumbar Risma; Pokak Jahe

"Agenda strategis tidak hanya di bidang ekonomi, tapi juga di bidang-bidang mendasar lainnya baik yang penting bagi kehidupan rakyat kita, yaitu yang berkaitan dengan pendidikan, yang berkaitan dengan peningkatan kualitas SDM, dan juga bidang kesehatan," sambung Jokowi, dalam Rapat Terbatas (Ratas) yang digelar daring, Jumat (29/5/2020), seperti dilansir dari Liputan6.com (29 Mei 2020).

Pencegahan stunting bisa dilakukan dengan cara yang mudah, murah, dan gampang dilakukan.

Semisal, dengan pola makan melalui program Isi Piringku, pola hidup bersihdengan gerakan PHBS yang harus ditingkatkan terus.

Baca Juga: Kasus Corona di Indonesia Masih Tinggi, Virus Antraks Sudah Menginfeksi 23 Orang di Gorontalo Sulawesi

Tak kalah penting juga adalah pola asuh. Karenanya pencegahan malnutrisi atau stunting ini harus dibarengi dengan perubahan perilaku, juga pemerintah harus didorong bisa melakukan intervensi asupan zat besi pada anak.

Apalagi di masa pandemi Covid-19 sekarang ini, kondisi stunting yang masih tinggi di Indonesia menjadi sorotan Unicef.

Menurut Nutrition Specialist Unicef Sri Sukotjo, melansir Republika.co.id (3 Juni 2020), sebelum pandemi, "Satu dari tiga anak dari total balita di Indonesia mengalami stunting, kemudian jumlah anak sangat kurus sekitar 2 juta balita. Jadi, status gizinya belum optimal," ujarnya saat konferensi video di akun Youtube Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Rabu (3/6).

Baca Juga: Surabaya Zona Hitam Covid-19, Tapi Walikotanya Disanjungan Menkes Terawan, Doni Monardo dan Risma Ungkap Sebabnya

Baca Juga: Forbes Ungkap Indonesia Posisi 97 dari 100 Negara Aman Corona

"Kondisi ini rentan. Status gizi anak-anak balita itu bisa turun. Kami khawatir," ujarnya.

Karena itu, dia melanjutkan, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) membuat pedoman gizi pada masa pandemi dan masa new normal.

Mengenai cara mencukupi gizi anak di masa pandemi Covid-19, saat ekonomi terpuruk, GridHEALTH.id mewawancarai Dr. Eko Hari Purnomo, STp., MSc, dari Departemen Ilmu dan Tekologi Pangan, Institut Pertanian Bogor.

Menurutnya, mencukupi gizi, khususnya anak, adalah wajib, terlebih di masa pandemi Covid-10 sekarang ini. Karena hanya dengan cukup gizi imunitas bisa optimal, dan ini modal untuk melawan virus corona.

Nah, untuk bisa memenuhi kecukupan gizi di masa pandemi, hal utama yang harus dipahami, makanan bergizi tidak selalu harus mahal.

Baca Juga: Istrinya Hamil Terpapar Covid-19, Anak-anaknya Dirawat, Sang Kepala Keluarga Seorang Dokter Spesialis Meninggal karena Corona

Baca Juga: Manfaat L-Carnitine Dalam Tubuh, Kurangi Risiko Jantung Hingga Obati Impoten, Banyak Terdapat Pada Tempe

Sebagai contoh, papar Eko, untuk sumber protein bisa mengkonsumsi tahu dan tempe sebagai pengganti sumber protein hewani (ikan dan daging) yang relative lebih mahal.

Untuk vitamin bisa diperoleh dari berbagai buah dan sayur yang relatif murah, dan tersedia setiap saat seperti pisang, jambu biji, kangkong, bayam, dan masih banyak yang lainnya.

Hal ini sejalan dengan tip sehat dari Unicef di masa pandemi; konsumsi makanan gizi seimbang secara rutin.

Dalam satu piring ada makanan pokok, buah dan sayur, serta lauk. Kemudian, yang tak kalah penting adalah asupan buah dan sayur harus diperbanyak pada masa pandemi Covid-19 ini.

Tapi ada satu hal yang harus diingat, cara mudah melengkapi kecukupan gizi anak memang bisa didapatkan dari susu, tapi menurut Eko memang  susu salah satu sumber protein baik untuk anak, namun protein tidak hanya berasal dari susu.

Baca Juga: Update Covid-19; Hanya Dalam 24 Jam Kasus Corona di Indonesia Melonjak, Penyumbang Tertinggi DKI Jakarta

Baca Juga: Satu Bulan Lockdown Dibuka, Pakistan Catat Rekor Tertinggi Angka Kematian Covid-19

Oleh karena itu, biasakan anak dan anggota keluarga mengkonsumsi aneka jenis pangan. Sehingga memperbaiki keseimbangan asupan gizi dan tidak bergantung hanya pada satu produk.

Apalagi dari susu kental manis, dimana sekarang ini seolah menjadi pilihan ekonomis keluarga di masa pandemi Covid-19 untuk melengkapi kebutuhan gizi. Apalagi ditemukan ada pada paket bansos pemerintah untuk masyarakat.

"Paket bansos dalam bentuk susu kental manis mungkin dipilih karena produk tersebut lebih stabil dan tidak mudah rusak. Susu kental manis tetap merupakan produk mengandung gizi yang aman untuk dikonsumsi. Tetapi masyarakat harus paham bahwa susu kental manis mengandung banyak gula dan tidak diperuntukkan untuk bayi," papar Eko.

Baca Juga: Cara Mudah Mendeteksi Tanda-tanda Hamil Muda Usia Kehamilan 2 Minggu

Baca Juga: Buntut dan Bukti Baru Kerusuhan di RS Mekarsari Bekasi, Tenaga Medis yang Kepukul Warga Ikhlas, Akar Masalahnya Informasi Tak Sampai

Mengenai isu susu kental manis di masa pandemi Covid-19 ini pun terangkat dalam acara bicang-bincang bersama TVMU pada, Jum'at (8 Mei 2020).

Anggota Komisi IV DPR, Luluk Nur Hamidah mengingatkan, melansir sindonews.com (11 Mei 2020), penyertaan susu kental manis dan makanan instan lainnya di dalam bantuan sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 harus bisa digantikan dengan bahan pangan lain yang dapat memenuhi nilai gizi keluarga.

"Yang paling ideal adalah, pasti ada beras. Tapi kalau didaerah tersebut ada pangan lokal yang biasa dikonsumsi masyarakat, misalmya sagu, jagung atau sorgum, itu bisa dimasukkan. Inilah yang disebut diversifikasi pangan," ucap Luluk.

Baca Juga: Waspadai Kencing Berbusa, Bisa Jadi Gejala Awal Gagal Ginjal

"Pentingnya diversifikasi pangan ini juga untuk menyerap hasil-hasil dari daerah setempat, seperti ikan baik darat dan laut. Kenapa di dalam paket ada mi instan dan susu kental manis dan tidak diganti saja dengan protein yang langsung bisa diproduksi oleh nelayan kita," sambungnya.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menjelaskan, bila alasan pemberian susu kental manis dan makanan instan ini dengan alasan kemudahan distribusi, maka persoalan tersebut dapat diatasi apabila antar kementerian mau saling bekerja sama.

Sebab menurutnya, Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Sosial dan institusi yang lain masing-masing punya program bantuan dalam penanganan Covid 19. "Kalau program-program setiap kementerian ini saling diintegrasikan, maka tidak akan ada ceritanya susu kental manis masuk dalam bansos," tegas Luluk.

Baca Juga: Studi di Belanda: Anak-anak Bukan Penyebar Virus Corona yang Utama

"Cara-cara kreatif seperti ini yang perlu dilakukan saat ini, dan inilah yang dilakukan oleh Vietnam, dan negara lain. Dalam keranjang bantuan pangan isinya makanan bergizi , bukan junkfood seperti mi instan dan susu kental manis yang dapat membuat anti bodi menurun," ungkap Lulu.

Mengenai hal itu, Kasubdit Pengelolaan Konsumsi Gizi Direktorat Gizi Masyarakat Kemenkes, Dyah Yunniar Setiawati, SKM, MPS membenarkan bantuan sosial untuk masyarakat terdampak Covid 19 masih jauh dari aspek pemenuhan gizi masyarakat.

"Sekarang bagaimana agar ketersediaan pangan bisa diakses oleh masyarakat. Harapannya, keluarga-keluarga yang telah menerima bantuan dapat memenuhi kebutuhan yang lain, terutama kebutuhan protein untuk anak. Susu kental manis bukan produk susu, ini salah kaprah. Sebaiknya dalam bantuan tidak ada susu kental manis," ujar Dyah.

Baca Juga: BUMN Susun Pemetaan Covid-19, Indonesia Berada di New Normal dan Death Zone, Apa Maksudnya?

Baca Juga: Ahli Epidemiologi: Indonesia Tengah Memasuki Puncak Pandemi Virus Corona

Hal senada diutarakan pula oleh dr. Pittara Pansawira, MGizi saat diwawancara GridHEALTH.id dengan pertanyaan, saat pandemi sekarang ini pemerintah memberikan bansos pada masyarakat, salah satu isi paket bansos adalah susu kental manis. Bagaimana menurut dokter? 

Dijawab oleh lulusan S1 FK Universitas Brawijaya dan S2 FK Universitas Indonesia, "Menurut saya, pemberian susu kental manis dalam bansos kurang tepat." Ingat, lanjutnya, susu kental manis harga per sachet lebih mahal daripada susu bubuk sachet (7500 IDR vs 4500 IDR). Jadi kenapa harus susu kental manis?

Harus diingat dan diketahui, kandungan gula dalam 1 sajian susu kental manis terdapat di dalam label (sekitar 16-19 gram per sajian. Atau sekitar 1 – 1,5 sendok makan gula dalam satu sajian). 

Baca Juga: Menurut Psikolog, Ini Tahapan Psikologis Manusia dalam Menghadapi New Normal

Karenanya susu kental manis tidak disarankan diberikan kepada anak. Alasannya, karena kandungan proteinnya sangat sedikit (hanya 1 gram per sajian. Dibandingkan dengan susu bubuk, yaitu 4-6 gram per sajian) dan gulanya sangat banyak.

Jadi tak heran bukan, jika susu kental manis diminum anak secara rutin dapat menyebabkan asupan gula berlebihan, gigi rusak, risiko terkena diabetes, dan kegemukkan pada anak.

Jika itu yang terjadi, bagaimana Indonesia bisa terbebas dari stunting?(*)

Baca Juga: Menurut Psikolog, Ini Tahapan Psikologis Manusia dalam Menghadapi New Normal

#berantasstunting

#HadapiCorona