Find Us On Social Media :

Tangani Ratusan Pasien Covid-19 Sendirian, Dokter Ini Bertanya Kapan Insentif Tenaga Medis Turun

Dokter Sugih Wibowo di Maros, Sulawesi Selatan mengaku lelah melayani ratusan pasien virus corona sendirian dan menanyakan insentif yang dijanjikan.

GridHEALTH.id - Sejak merebak kasus Covid-19 di Indonesia awal Januari 2020 lalu, banyak tenaga medis yang sudah menjadi korban. Mulai hanya dirawat hingga yang akhirnya harus meregang nyawa.

Memang berat dan penuh risiko tugas mereka di garda depan menghadapi pasien. Risiko tertular sangatlah besar.

Belum lama ini, seorang dokter di Sulawesi Selatan (Sulsel), dr Sugih Wibowo menceritakan kesedihannya bertugas menangani pasien Corona (Covid-19).

Dia dikirim dari Maros untuk menangani ratusan pasien virus corona di Hotel Harper Makassar, tapi merasa kecewa karena tak kunjung menerima insentif yang dijanjikan Dinas Kesehatan Maros.

"Yang membuat saya kecewa itu bukan hanya soal uang harian yang dijanjikan Rp 200 ribu per hari ke saya. Tapi juga soal penugasan saya seorang diri di sini. Bayangkan, saya sendirian dokter bersama 3 perawat menangani 190 pasien," ungkap dr Sugih dikutip dari detik.com (01/07/20).

Di Maros, Sugih adalah dokter di sebuah puskesmas. Sugih mengaku awalnya dirinya yang mengajukan diri untuk membantu menangani pasien Corona di Makassar. Namun dia tak menyangka dirinya satu-satunya dokter di Hotel Harper Makassar. 

Baca Juga: Dokter di China yang Kulitnya Menghitam Akibat Virus Corona Akhirnya Meninggal Dunia

Baca Juga: Gugus Tugas Benarkan Almarhum Ustad Hilmi Aminudin Positif Covid-19

Baca Juga: Setelah 'Ribut' dengan Gubernur Khofifah, Kini Risma Dibantah oleh Direktur RSUD Soetomo: 'Tidak Ada yang Nelpon ke Saya'

 

"Kalau mau hitung-hitungan, jelas itu tidak sebanding. Tapi awalnya memang saya merasa terpanggil sebagai dokter. Jadi memang sayalah yang mengajukan diri untuk ditugaskan ke sana.

Padahal inikan jelas berisiko. Saya ini harus selalu standby 24 jam, karena kan saya satu-satunya dokter. Mereka memang OTG, tapi banyak dari mereka yang stres, ada yang mau bunuh dirilah, ada yang keguguran, macam-macam. Itu semua harus ditangani oleh saya," terangnya. 

Sugih mengaku memang terbiasa bekerja 24 jam dan terjun ke lokasi bencana, Namun kali ini dia merasa dikorbankan. 

 

Dia menjelaskan di hotel lainnya, yang juga difungsikan sebagai tempat karantina pasien virus corona, jumlah dokter bisa mencapai 3 orang. Sehingga tiap dokter berjaga dengan sistem shift. 

"Itu yang buat saya tidak habis pikir. Padahal kan banyak dokter di Maros. Ini seolah saya dikorbankan, karena mereka bilang takut kalau ada kluster baru. Di hotel lain itu dokternya bisa sampai 3 orang dan shift-shift-an loh," sebutnya.

Selain kecewa, pria 37 tahun itu menceritakan dirinya terkadang hanya bisa meneteskan air mata saat menahan rindu kepada istri dan putranya yang berumur 3 bulan.

Selama ditugaskan di hotel itu, Sugih mengaku hanya bertemu beberapa jam saja dengan keluarga kecilnya. 

Baca Juga: Surabaya Bisa Jadi Wuhan, Dokter yang 'Curhat' Penanganan Covid-19 Malah Akan Diproses Kode Etik

Baca Juga: Angka Kanker Payudara Masih Tinggi Karena Banyak Perempuan Enggan Memeriksakan Diri

Baca Juga: Orang Dewasa Makan Hati Ayam, Amankah Bagi Kesehatan Tubuh?

"Saya ini punya bayi, kalau saya rindu, terkadang saya hanya bisa menangis. Bercampur semua rasa kecewa itu. Tapi saya harus tetap profesional. Di hadapan pasien, kami semua petugas medis tetap terlihat tegar. Padahal, kami ini jujur sudah sangat capek," jelas Sugih. 

Sugih menuturkan dirinya makin sedih saat sang istri menanyakan uang untuk membeli susu anak mereka. Sugih yang belum menerima insentif hanya dapat meminta istrinya bersabar. 

"Belum lagi, kalau istri yang butuh pembeli susu dan bertanya, 'Kapan ada tambahan insentif itu?' saya sendiri hanya bisa menjawab, sabar. Yah karena setiap kali kami bertanya soal itu, memang jawaban dari Dinkes itu saja. Sabar," tambahnya. 

Sugih sendiri sudah mendapatkan 3 kali Surat Tugas dari Dinkes Maros yang memang ditunjuk sebagai penanggung jawab di hotel Harper oleh Dinkes Provinsi Sulsel sejak bertugas pada 25 Mei 2020. Dia berharap agar Dinkes tidak memperpanjang masa tugasnya di Hotel Harper lagi. 

"Saya harap, Surat Tugas saya yang keempat tidak ada lagi. Karena jujur, saya sudah sangat jenuh karena banyak hal yang dari awal tidak sesuai yang dijanjikan," pungkasnya. 

Diketahui, sejak April 2020, Pemkab Maros telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 2 miliar untuk insentif bagi 400-an tenaga kesehatan yang menangani covid-19 di Maros.

Baca Juga: Studi: Tidur Bareng Pasangan Bisa Bikin Lebih Nyenyak dan Pulas

Baca Juga: Mulai 1 Juli 2020, Kantong Plastik Tak Boleh Digunakan di Provinsi DKI, Jika Nekat Denda Hingga 25 Juta

Kadis Kesehatan Maros, dr Maryam Haba saat dikonfirmasi perihal insentif tenaga kesehatan pun enggan memberikan keterangan.(dtk)