Find Us On Social Media :

Keterbatasan Masyarakat di Masa Pandemi Covid-19 Sebabkan Kuantititas dan Kualitas Pangan Menurun, Ini Strategi yang Dilakukan Kemenkes

bayi gizi buruk dan stunting.

GridHEALTH.id - Sejauh ini, gizi buruk dan stunting masih menjadi masalah serius yang tengah dihadapi masyarakat dunia, termasuk Indonesia.

Perlu diketahui, Kementerian Kesehatan bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS) secara periodik 5 tahunan melakukan riset. Riset itu dilakukan terhadap 84.000 balita dalam bentuk Hasil Studi Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI).

Baca Juga: Bukan Menu Utama bagi Anak, Susu Kental Manis Bisa Jadi Penyebab Stunting Anak Indonesia

SSGBI 2019 dilakukan secara terintegrasi dengan Susenas untuk mendapatkan gambaran status gizi yang meliputi underweight (gizi kurang), wasting (kurus), dan stunting (kerdil).

Hasilnya, prevalensi balita underweight atau gizi kurang pada 2019 berada di angka 16,29%. Angka ini mengalami penurunan sebanyak 1,5%.

Kemudian prevalensi balita stunting pada 2019 sebanyak 27,67%, turun sebanyak 3,1%.

Baca Juga: Terpuruknya Ekonomi Karena Pandemi Covid-19, Bukan Berarti Susu Kental Manis Jadi Solusi Gizi Anak Indonesia

Sementara itu untuk prevalensi balita wasting (kurus), berada pada angka 7,44%. Angka ini turun 2,8%. Semua data itu dibandingkan dengan hasil survei tahun 2018.

Terlebih di masa pandemi seperti saat ini, permasalahan stunting dan gizi buruk menjadi penting dan tidak boleh dikesampingkan, meski Indonesia terus melaporkan penambahan kasus virus corona yang lebih dari 1.000 per harinya.

Terkait hal ini, Dr Rr Dhian Proboyekti Dipo MA, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan RI memaparkan fakta dan data stunting di indonesia di tengah pandemi ini.

Baca Juga: UNICEF: Anak Indonesia Kekurangan Gizi Meningkat Akibat Pandemi Covid-19

"Seperti kita ketahui bahwa perbaikan status gizi itu merupakan faktor yang sangat penting, terutama untuk pembangunan sumber daya masyarakat." ujar Dr Rr Dhian Proboyekti Dipo MA, dalam diskusi online dengan tema Strategi 2020 Melawan Stunting dan Gizi Buruk, Jumat (3/7/2020) yang diadakan Aliansi Jurnalis Televisi ranting Bogor.

"Saat ini di Indonesia mempunyai triple burden yaitu kekurangan gizi secara makro yang kita tunjukkan dengan masalah stunting dan wasting. Juga masalah gizi mikro, seperti anemia. Di sisi lain, ada juga masalah kelebihan gizi atau obesitas." tambahnya.

Baca Juga: Anak-anak Indonesia Terperangkap dalam 'Lingkaran Setan' Saat Pandemi, Gizi Buruk Penyebab Kematian Covid-19

Menurut Dhian, permasalahan tersebut yang mana terjadi di masa pandemi ini bisa menyebabkan kuantitas dan kualitas pangan keluarga menurun, sehingga mengakibatkan kekurangan gizi.

"Nah ini permasalahan-permasalahan ini di saat pandemi seperti yang kita ketahui bahwa otomatis daya beli masyarakat akan pangan akan berkurang, sehingga dengan keterbatasan daya beli ini ketahanan pangan tingkat keluarga juga jadi kurang, sehingga kuantitas dan kualitasnya juga menurun. Akibatnya adalah terjadi kurangnya asupan gizi." ujar dia.

Baca Juga: UNICEF: Status Gizi Anak Indonesia Berpotensi Semakin Memburuk Akibat Covid-19

Lebih lanjut, Dhian Dipo menjelaskan salah satu strategi yang dilakukan untuk percepatan penurunan stunting terintegrasi yang terdiri dari lima pilar, di antaranya:

1. Komitmen dan Visi Kepemimpinan

2. Kampanye Nasional dan Komunikasi Perubahan Perilaku 

Baca Juga: Berantas Stunting: Ancaman Serius Generasi Masa Depan Indonesia

3. Konvergensi Program, Pusat, Daerah, Desa

4. Ketahanan Pangan dan Gizi

5. Pemantauan dan Evaluasi

"Ada intervensi spesifik yang dilakukan oleh bidang kesehatan, ada juga intervensi sensitif yang dilakukan oleh bidang di luar kesehatan. Intervensi ini harus konvergen, harus bekerjasama, harus terintegrasi. Jika berjalan sendiri-sendiri juga tidak akan bisa mencapai percepatan penurunan stunting ini" ujar Dhian.

Baca Juga: Kekurangan Gizi Penyebab Kematian Anak Akibat Virus Corona, Kemenkes Bagikan Cara Praktis Mencukupi Kebutuhan Gizi Anak di Tengah Pandemi Covid-19

Adapun intervensi spesifik, terdiri dari promosi konseling menyusui & PMBA, suplementasi gizi (TTD, Kapsul Vitamin A, makanan tambahan balita dan bumil), pemantauan tumbuh kembang balita, tatalaksana gizi buruk, dan imunisasi.

Sedangkan intervensi sensitif, di antaranya air bersih dan sanitasi, bantuan pangan non tunai, jaminan kesehatan nasional, pendidikan Anak Usia Dini, program keluarga harapan, bina keluarga balita, kawasan rumah pangan lestari, dan fortifikasi pangan.

Baca Juga: BNPB Sebut Orangtua Lebih Berisiko Meninggal karena Covid-19, IDAI Tegas; Paling Banyak Balita dan Usia Sekolah

Strategi ini, kata Dhian, akan di laksanakan hingga 2024 di 260 kabupaten/kota lokasi fokus (lokus).

"Pada tahun 2020 kita punya lokus stunting ada 260 kabupaten/kota. Diharapkan nanti tahun 2024 akan semua kabupaten/kota menjadi lokus stunting" papar dia.(*)

 #berantasstunting #hadapicorona