GridHEALTH.id - Pada 27 Juni 2020, sebanyak 450 prajurit Yonif Raider 100/PS dari Kodam Bukit Barisan diberangkatkan dari Pelabuhan Belawan menuju Papua. Mereka berangkat dengan diangkut Kapal Perang KRI Banjarmasin 592.
Setiba di Papua, pasukan yang dikomandoi Mayor Infanteri M Zia Ulhaq langsung ditempatkan di sektor utara.
Sejak saat itu, pasukan Yonif Raider 100/PS mulai melaksanakan tugas mengamankan wilayah perbatasan kedua negara. Patroli-patroli patok perbatasan pun dilakukan.
Meski operasi yang mereka jalani bernama Satgas Pamtas RI-PNG, tapi tugas para prajurit tak cuma patroli keamanan dan patok saja. Mereka juga banyak membantu masyarakat yang di TNI disebutkan Komsos alias Komunikasi Sosial.
Antara lain memberikan pengobatan gratis, membangun fasilitas umum, mengajarkan anak-anak membaca dan menulis sampai turun ke kebun-kebun untuk menguatkan ketahanan pangan.
Namun ada catatan lain, berdasarkan data yang dihimpun, selama 4 bulan berada di Kabupaten Keerom, tercatat prajurit Yonif Raider 100/PS sudah lebih dari lima kali terlibat langsung dalam prosesi pemakaman jenazah warga yang meninggal dunia.
Dalam situasi ini, prajurit Yonif Raider 100/PS benar-benar turun tangan langsung dalam membantu keluarga yang berduka. Mulai dari persemayaman, menyiapkan lubang kubur sampai menggotong peti jenazah berkilo-kilometer jauhnya. Rata-rata yang dikuburkan adalah karena meninggal sakit.
Perlu diketahui, beberapa kabupaten di Papua, contohnya Kabupaten Keerom merupakan salah satu wilayah endemis wabah penyakit paling ganas dan mematikan yaitu malaria. Malahan masuk dalam 5 besar kota penyumbang penderita malaria terbanyak di negeri mutiara hitam.
Karena itulah, selain harus menjaga perbatasan negara, prajurit Yonif Raider 100/PS juga gencar menggelar layanan kesehatan kepada masyarakat.
Layanan kesehatan dilakukan secara berkeliling alias mobile. Jadi prajurit TNI akan mendatangi warga langsung ke tempat tinggalnya jika memang membutuhkan penanganan medis terhadap malaria karena puskesmas letaknya sangat jauh dari kampong.
"Kita ketahui bersama bahwa daerah khususnya sektor utara Keerom ini sangatlah endemis dengan Malaria, dengan begitu kami terus gencar memberikan pelayanan kesehatan kepada mereka yang membutuhkan," kata Komandan Pos Karang, Sertu Dexa Apriyanto.
Baca Juga: Terapi Insulin Mutlak Bagi Penderita Penyakit Autoimun Diabetes Tipe 1, Ini Alasannya
Baca Juga: Himpitan Ekonomi Melanda, Amerika Serikat Menjadi Pengekspor Plasma Darah Teratas di Dunia
Wilayah Papua memang rawan malaria karena secara geografis kondisi alamnya mendukung perkembangbiakan nyamuk penyebab malaria. Diperparah lagi dengan fasilitas kesehatan yang terbatas.
Malaria disebabkan nyamuk Anopheles betina membawa parasit plasmodium yang akan mengalir dalam aliran darah dan akhirnya hinggap di hati setelah kita digigit olehnya.
Parasit tersebut kemudian berkembang biak dan kembali beredar di aliran darah untuk menyerang sel darah merah di tubuh.
Setelah beberapa hari, kita mulai mengalami gejala malaria seperti demam tinggi selama 2-3 hari, menggigil, dan nyeri otot.
Jika sudah mengalami gejala-gejala ini, pengobatan perlu segera dilakukan dalam kurun waktu empat minggu.
Baca Juga: 6 Tanda Dini Serangan Stroke, Tekanan Darah Tinggi Salah Satunya
Baca Juga: Terapi Insulin Untuk Penyandang Diabetes Bisa Munculkan Efek Samping
Malaria adalah penyakit yang mematikan. Penyakit ini bisa dengan cepat menyebabkan hilang kesadaran, sulit bernapas, kejang, syok, hingga masalah yang lebih serius, seperti kegagalan jantung, paru-paru, ginjal, atau otak. (*)
#berantasstunting #hadapicorona