Find Us On Social Media :

Aktivis Buka Fakta, Pasien Covid-19 di Korea Utara Sengaja Dibiarkan Sampai Mati

Presiden Korea Utara Kim Jong Un (di tengah, berkaus putih) memerintahkan pasien Covid-19 ditempatkan pada sebuah 'kamp karantina' dan dibiarkan kelaparan sampai mati.

GridHEALTH.id - Desas-desus bahwa Presiden Korea Utara Kim Jong Un memerintah dengan kejam dan tangan besi pada rakyatnya semakin santer setelah muncul berita pasien Covid-19 di Korea Utara dikabarkan ditempatkan pada sebuah 'kamp karantina' dan dibiarkan kelaparan sampai mati, menurut klaim seorang aktivis.

Laporan yang dilansir dari Daily Mail (05/11/2020) mengatakan bahwa orang-orang dengan gejala virus (corona) tersebut 'diangkut dari rumah mereka tanpa makanan' dan bahwa pihak otoritas telah meningkatkan jumlah korban Covid-19 yang dibakar.

Seorang aktivis Kristen, Tim Peters yang menjalankan solidaritas amal berbasis di Seoul, Korea Selatan mengatakan bahwa Korea Utara mengklaim 'kamp karantina' dibangun di kota-kota dekat perbatasan dengan China.

Namun, korban yang dibakar di kamp itu seringkali tidak mendapat perawatan medis dengan baik termasuk menderita kelaparan.

Kepada South China Morning Post (04/11/2020), aktivis itu mengatakan bahwa pemerintah Korea Utara sama sekali tidak menyediakan makanan mau pun obat-obatan kepada mereka yang 'dikebumikan' di sana.

Singkatnya, Peters melaporkan bahwa kematian para korban Covid-19 di kamp karantina itu tak hanya karena wabah namun juga karena kelaparan.

Baca Juga: Usai Kim Jong Un Menangis, Kini Korea Utara Dihantui Debu Kuning Pembawa Virus Corona dari China

Baca Juga: Studi : Gangguan Jiwa Skizofrenia Bisa Dideteksi Lewat Hidung

LSM Peters mengirim pasokan medis dan lainnya sampai ke Korea Utara, dia menggambarkan situasi Covid-19 di negara itu sangatlah serius.

Adanya laporan penelantaran terhadap korban Covid-19 itu dianggap cocok dengan informasi yang diterima dari mereka yang selamat dari kamp-kamp penjara Korea Utara di mana para narapidana hanya 'diberi makan dalam jumlah yang sangat minimum'.

 

Seorang pendeta bernama David Lee yang bekerja sama dengan pembelot Korea Utara di Seoul mengatakan bahwa virus corona disebut sebagai 'penyakit hantu' sehingga dianggap tidak ada alat uji tepat untuk bisa melacak dan menghentikan penyebaran virus.

Sementara aktivis HAM lain di Korea Selatan yang enggan menyebut nama mengatakan bahwa pihak berwenang telah banyak membakar jenazah korban Covid-19.

Aktivis itu mengatakan, "Otoritas inspeksi pusat datang dari Pyongyang dan membakar semua mayat. Penduduk sangat cemas."

Klaim mengejutkan itu muncul ketika Kim Jung Un menyatakan bahwa negaranya itu 'bebas virus corona' selama pidatonya di parade militer memperingati ulang tahun ke-75 Partai Pekerja Demokrat Korea.

Pemimpin Korea Utara itu menyalahkan sanksi internasional, topan, dan virus corona sehingga membuatnya tidak bisa memenuhi janji-janji kemajuan ekonomi bagi rakyat.

Baca Juga: Meski Angka Positif Covid-19 Tinggi di Negaranya, Duterte Masih Enggan Bicarakan Soal Vaksin, 'Kami Tidak Akan Mengemis'

Baca Juga: 6 Tanda Dini Serangan Stroke, Tekanan Darah Tinggi Salah Satunya

Baca Juga: Terapi Insulin Untuk Penyandang Diabetes Bisa Munculkan Efek Samping

Dia mengatakan dia bersyukur tidak ada satu pun warga Korea Utara yang dinyatakan positif mengidap penyakit itu, sebuah pernyataan yang sebelumnya selalu dipertanyakan oleh Korea Selatan dan Amerika Serikat. (*)

#berantasstunting #hadapicorona