Find Us On Social Media :

Menyelamatkan 80 Juta Anak Indonesia Lebih Utama Daripada Mendengarkan Ajakan yang Tidak Ada Relevansinya

Jangan gadaikan kesehatan anak dan pemenuhan gizinya dengan isu yang tidak relevan.

GridHEALTH.id - Tahukah, masalah kesehatan di Indonesia terlebih masalah kesehatan anak, khususnya gizi, sebelum pandemi Covid-19 sudah sedemikian rumit.

Pengentasan masalah kesehatan, gizi kurang, gizi buruk, dan juga stunting di Indonesia masih menjadi PR bangsa dan negara ini.

Baca Juga: Kreator TikTok Ini Punya Cara Ampuh Atasi Bintik-bintik di Wajah Akibat Penggunaan Masker, Mau Coba?

Bayangkan saja, penyakit infeksi di Indonesia masih tinggi.

Ini sebuah cermin membangun imunitas masyarakat Indonesia masih perlu ditingkatkan.

Imunisasi pun demikian. Masih menjadi persoalan pelik bangsa ini. Indonesia masih menghadapi tantangan memperluas cakupan imunisasi dasar.

Baca Juga: Digemari Sebagian Warga Indonesia, Sayuran Mentah Ternyata Bisa Sebabkan Masalah Kehamilan

Masalah gizi apalagi, stunting yang merupakan cerminan kompleks masalah gizi di Indonesia masih menjadi PR bersama.

Menurut Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Direktorat Jendral Pencegahan Pengendalian Penyakit, masalah stunting bagi balita di Indonesia tergolong kronis. 1 dari 3 balita di Indonesia menderita stunting.

Kita tahu stunting adalah adalah masalah kurang gizi kronis yang ditandai dengan tubuh pendek.

Penderita stunting umumnya rentan terhadap penyakit, memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal serta produktivitas rendah.

Itu semua kini menjadi semakin parah karena pandemi Covid-19.

Baca Juga: Khasiat Air Rendaman Lemon, Menurut Ahli Ini yang Akan Terjadi Jika Kita Rutin Meminumnya di Pagi Hari

Bayangkan saja, menurut Dr. dr. Tubagus Rachmat Sentika Hasan, Sp.A, MARS, saat diwawancara (3 November 2020), Selama pandemi sekarang ini posyandu hanya 19,2% yang buka.

Karena kondisi ini, “Dikhawatirkan pemantauan tumbuh kembang anak di posyandu, mulai dari gizi buruk, gizi kurang, stunting, imunisasi, pemberian makan tambahan, terganggu,” tegasnya, yang juga megatakan Imunisasi juga baru 37,2%.

Hal senada diutaraan Lenny N Rosalina,  Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, saat diwawancara (5 November 2020).

Baca Juga: 5 Herbal yang Aman Dikonsumsi, Juga Berkhasiat Menjaga Daya Tahan Tubuh dan Terhindar Covid-19

Menurutnya, Data dari TP2AK (Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil) Setwapres; layanan Posyandu di Februari 2020 (sebelum pandemi Covid-19) 63%, Juli 2020 (saat pandemi Covid-19) hanya 3%.

Padahal, lanjut Lenny, Indonesia ingin menurunkan angka stunting saat ini hingga separuhnya pada 2024.

Menurut Data Survei Status Gizi Balita Indonesia 2019, Indonesia memilki anak stunting sebanyak 27,7%.

Nah, jika targetnya harus diturunkan setengahnya, maka pada 2024 harus mencapai 14%.

Baca Juga: Gula Garam dan Lemak Bukan Untuk Dijauhi, Tapi Bijak Mengonsumsinya, Ini Alasannya

Untuk mencapai target tersebut bukan perkara mudah.

Tapi bisa dilakukan dan dicapai, jika semua pihak bangsa Indonesia bahi membahu memberikan perhatian kepada masalah gizi dan kesehatan anak Indonesia.

Salah satu upaya yang dilakukan di masa pandemi Covid-19, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengkordinasikan dunia usaha yang ada dalam asosiasi perusahaan sahabat anak indonesi (APSAI), jumlahnya ada 122 perusahaan, untuk bahu membahu memberikan pemenuhan kebutuhan spesifik terhadap kebutuhan perempuan dan anak. Berbeda dengan bantuan yang dikordinir Kemensos.

Baca Juga: Tiba di Indonesia, Epidemiolog: Jika Sesuai Protokol Kesehatan, Semestinya Habib Rizieq Dibawa ke Wisma Atlet

Di sini, jelas Lenny, memberikan bantuan spesifik yang dibutuhkan perempuan dan anak, malah dibedakan sesuai usia.

Bantuannya berupa madu, kacang hijau, vitamin, pembalut, diapers, susu untuk anak di atas dua tahun, biskuit dan lainnya.

“Pengadaan itu dilakuan di 34 provinsi seluruh Indonesia, dikordinasikan langsung oleh Ibu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak hingga ke beberapa titik keluarga yang membutuhkan,” jelas Lenny.

Jika ini terus berjalan, semua pihak bahu membahu, walau dalam masa pandemi Covid-19, kita semua bisa membenahi kesehatan bangsa dan anak-anak Indonesia, tak terkecuali masalah gizi yang berkaitan erat dengan imunitas dan masa depan bangsa.

Baca Juga: Peringati Hari Pahlawan, Gubernur Khofifah: 'Tenaga Medis Adalah Pahlawan dalam Bidang Kesehatan'

Sebaliknya, ini akan akan rusak jika “dikotori” oleh segelintir pihak untuk kepentingan pribadi, golongan, dan kelompok.

Masalah kesehatan dan gizi anak yang sedang menjadi PR besar kita semua, jangan dikotori ditunggangi oleh hal-hal yang tidak relevan dengan fokus kita bersama saat ini, untuk membangun kesehatan bangsa dan memperbaiki masalah gizi anak Indonesia.

Kak Seto pun mengingatkan kita semua mengena hal ini di zaman media sosial liar dan bebas.

Baca Juga: Covid-19 Merajarela di Pondok Pesantren, Ini Cara Ridwan Kamil Mengatasinya

Menurut Kak Seto, saat diwawancara (4 November 2020), hal yang membawa-bawa masalah tidak relevan dengan fokus kesehatan dan gizi anak yang menjadi tujuan kita bersama untuk Indonesia lebih maju, seperti isu agama, ras, atau lainnya, “Bisa sangat mengganggu pemenuhan gizi pada anak.”

Masih menurut Kak Seto, bahayanya masih banya masyarakat Indonesia yang langsung asal percaya dengan apa yang didapatkannya dari informasi liar di internet, khususnya sosial media.

Baca Juga: Pentingnya Mengelola Kadar Gula Darah di Dalam Tubuh, Salah Satunya Kurangi Asupan Gula

Bayangkan apa jadinya jika ada yang membawa-bawa isu yang dikaitkan dengan kesehatan dan gizi anak. Bisa kacau jadinya.

“Jika ini dibiarkan, masalah gizi tidak bisa beres, karena mereka menyumbang anak indonesia menjadi stunting,” tegasnya.

Ingat, seringkali informasi sesat itu membuai dengan berbagai macam cara demi keuntungan pribadi.

Baca Juga: Belum Lagi Dilantik Jadi Presiden, Joe Biden Beri Kabar Baik, Vaksin Buatan Pfizer Efektif Cegah Covid-19 Hingga 90 Persen

“Mereka bisa saja mengangkat masalah gizi dikaitakan dengan hal yang tidak relevan tapi mengena, apalagi jika membawa isu sensitif,” jelas kak Seto yang juga mengatakan, pemerintah harus tegas menetralisasi dengan isu dan informasi boikot-boikot yang ada di sosial media, khususnya yang dikaitkan dengan masalah kesehatan dan gizi.

Jangan sampai, pesan Kak Seto, masalah kesehatan anak dicampuri dengan masalah politik, sentimen rasial, dan sebagainya, itu sangat merugikan kesehatan dan perkembangan jiwa anak-anak kita.

“Untuk itu kuncinya ada di pemerintah, Kemenkes, Kemeneg PPA, Kominfo, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, juga lembaga-lembaga lain; KPI, KPA, juga media, harus aktif memberikan edukasi yang baik pada masyarakat dan menangkal informasi-informasi tidak nyambung seperti itu.”

Baca Juga: Kepulangan Habib Rizieq Disambut Meriah hingga Macet Parah, Wagub DKI Khawatirkan Klaster Baru Covid-19

Hal senada diingatkan oleh dr. Rachmat Sentika, “Sebaiknya jangan bikin masalah, sekarang sudah banyak masalah kesehatan, ditambah lagi pandemi. Masalah kesehatan lebih penting, jangan dicampur dan dibawa-bawa juga dikaitakan dengan yang lainnya, supaya gangguan gizi bisa terselesaikan dengan baik dan cepat.”

Baca Juga: Studi : Covid-19 Dapat Menyebabkan Otak Menua Hingga 10 Tahun

Ingat juga, masalah mengenai perkemangan anak, lebih khsusus lagi gizi anak, sudah sebegitu besar dan komplek. Tantangan ke depannya pun sangat besar.

“Jadi jangan lagi dikait-kaitkan dengan isu masalah yang lain yang tidak relevan, misal dengan politik, isu ras,” Jelas Lenny, yang juga mengingatkan, menyelamatkan anak bangsa yang jumlahnya 80 juta sekarang ini (1/3 jumlah penduduk Indonesia), jauh lebih utama dan penting dari hanya sekedar isu yang tidak mendukung tumbuh kembang anak.(*)

Baca Juga: Risiko Kematian Dini Berkurang Jika Kita Bijak Batasi Konsumsi Gula Garam Lemak

#berantasstunting

#HadapiCorona

#BijakGGL