Find Us On Social Media :

Obat Pereda Nyeri Memang Ampuh dan Dijual Bebas, Hanya Orang Dengan Ciri Ini tak Boleh Mengonsumsinya

Obat pereda nyeri, tidak boleh dikonsumsi oleh orang dengan ciri-ciri berikut ini.

GridHEALTH.id - Saat sakit gigi, skait kepala, demam, nyeri otot, bahkan sendiri sekalipun, banyak orang akan mengatasinya dengan mengonsumsi obat pereda nyeri.

Memang obat pereda nyeri ada yang dijual bebas, tanpa perlu resep dokter untuk mendapatkannya.

Hargnya pun terjangkau. Tapi tahu kah jika ada orang yang tidak boleh mengonsumsi obat pereda nyeri tersebut.

Bahkana ada juga orang yang perlu dosis jauh lebih tinggi pobat pereda nyeri bebas, dari kebanyakan orang normal, untuk mengatasi nyeri yang dialami. Sekalipun itu hanya untuk mengatasi sakit gigi.

Siapa sajakah orang-orang tersebut yang dimaksud?

Baiknya kita ketahui terlebih dahulu apa itu obat pereda nyeri.

Nyeri didefinisikan sebagai perasaan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang terkait kerusakan jaringan.

Penderita biasanya merasakan nyeri dalam bentuk sakit kepala, sakit gigi, sakit akibat terjatuh, sakit persendian dan lainnya.

Baca Juga: Orangtua Harus Jeli, Kenali Jam Makan Serat 10-2-8 agar Anak Tumbuh Sehat dan Kuat

Nah, untuk mengobati nyeri, golongan obat yang digunakan adalah obat analgetika.

Analgetika adalah obat yang dipergunakan untuk menghilangkan rasa sakit, demam dan nyeri ringan.

Obat analgetika banyak dijual sebagai obat bebas dan bebas terbatas yang mudah diperoleh di warung, toko obat ataupun apotik, tanpa resep dokter.

Obat analgetika tanpa resep biasanya digunakan untuk nyeri akut (pusing, sakit gigi) dan sering juga digunakan untuk terapi tambahan pada penyakit-penyakit kronik (rematik) yang diikuti rasa nyeri.

Ada beberapa kelas analgetik tanpa resep yang saat ini tersedia di pasaran, yaitu: golongan parasetamol, golongan salisilat contohnya aspirin/asetilsalisilat, golongan fenamat contohnya asam mefenamat, antalgin dan golongan turunan asam propionat contohnya ibuprofen.

Baca Juga: Dosis Obat Harian Disfungsi Ereksi Viagra Bisa Mengurangi Risiko Kanker Kolorektal Pada Pria, Studi

Untuk diketahui, melansir artikel ilmiah 'Bijak Memilih Obat Penghilang Nyeri', yang ditulis oleh Wahyu Widyaningsih, M.Si., Apoteker, Staf Pengajar Farmakologi dan Farmakoterapi di Fakultas Farmasi UAD, di laman Universitas Ahmad Dahlan (26/3/2013), disebutkan sejatinya obat pereda nyeri aman digunakan jika dalam waktu singkat.

Baca Juga: 4 Gejala Penyakit Stroke Ringan Bisa Terjadi Kapan Saja, Segera ke Dokter Jika Mengalami

Tapi dengan banyaknya macam obat analgetik yang tersedia di pasaran, harus dipilih obat yang optimal untuk pasien dalam keadaan tertentu. P

emilihan tersebut harus mempertimbangkan keadaan pasien, penyakit dan obat lain yang diminum dalam waktu bersamaan, keamanan, efisiensi, harga, dan tak ketinggalan respons tubuh pasien terhadap terapi.

Ketahuilah, obat analgetika non narkotik bekerja dengan mekanisme menghambat biosintesis prostaglandin yaitu menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakhidonat menjadi PGG2 menjadi terganggu.

Enzim siklooksigenase terdapat dalam 2 isoform yang disebut COX-1 dan COX-2.

Baca Juga: Masuk Masa MPASI, Anak Wajib Konsumsi Jenis Serat Ini Demi Kesehatan Tumbuh Kembangnya

Secara garis besar COX-1 esensial dalam pemeliharaan berbagai fungsi dalam keadaan normal di berbagai jaringan khususnya ginjal, saluran cerna, dan trombosit.

Jadi, penggunaan obat analgetika dalam jangka waktu lama akan menyebabkan efek samping gangguan pada ginjal, saluran cerna trombosit.

Baca Juga: Ternyata Timbangan Badan Bisa Mengganggu Psikologis Seseorang, Tya Ariestya Mengakuinya

Di mukosa lambung aktivitas COX-1 menghasilkan prostasiklin yang bersifat protektif pada mukosa saluran cerna sehingga efek samping dari obat analgetika yang banyak terjadi adalah gangguan saluran cerna seperti mual, diare dan dispepsia.

Pada penderita tukak peptik obat analgetika akan memperparah tukak peptiknya.

Tromboksan A2 yang di sintesis trombosit oleh COX-1 menyebabkan agregasi trombosit vasokontriksi dan proliferasi otot polos.

Sebaliknya prostasiklin PGL2 yang disintesis oleh COX-2 di endotel makro vasikuler melawan efek tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit.

Hal tersebut menyebabkan peningkatan resiko perdarahan.

Pada pasien dengan gangguan penggumpalan darah seperti hemofilia, trombositopenia, uremia dan sirosis harus menghindari pemakaian obat analgetika.

Penyandang gangguan atau penyakit ginjal pun sama. Karena dapat menyebakan gangguan keseimbangan elektrolit, kegagalan ginjal akut, gagal ginjal kronis, dan nephropati.

Risiko ini lebih banyak dijumpai pada penggunaan obat nonsalisilat dalam jangka lama.

Baca Juga: Gejala Tifus, Penyakit infeksi Bakteri karena Kutu, Manusia di Pemukiman Padat Penduduk Paling Rawan

Karenanya pasien dengan gangguan ginjal sangat dianjurkan untuk berhati-hati dalam penggunaan analgetika ini.

Pada pasien diabetes lain lagi. Ingat penyandang diabetes umumnya mempunyai toleransi terhadap nyeri yang lebih rendah dibandingkan orang normal.

nah, karenanya penyandang diabetes membutuhkan analgetika lebih banyak.

Karena pasien diabetes umumnya juga berisiko tinggi terhadap penyakit ginjal fase terminal. Sebab itu penggunaan obat analgetika harus hati-hati dan dimonitor oleh dokter atau petugas kesehatan lainnya.

Penting juga diketahui, obat analgetika dapat menyebabkan komplikasi saluran pencernaan seperti dispepsia, radang lambung, luka lambung, perdarahan lambung

Pasien yang berisiko tinggi adalah mereka yang punya riwayat gangguan lambung, yang berusia lebih dari 60 tahun, dan mereka yang menggunakan secara bersamaan obat-obat lain seperti kortikosteroid, antikoagulan dan nikotin.

Baca Juga: Vaksin Covid-19 Sinovac Berhasil Turunkan Angka Kematian hingga 95 Persen di Brasil, Bagaimana dengan Indonesia?

Parasetamol merupakan pilihan yang paling aman untuk pasien dengan gangguan saluran cerna.(*)