Find Us On Social Media :

IDAI Sebutkan KIPI Pada Anak Setelah Vaksin Covid-19 Belum Ada Kejadian Serius

Pemberian vaksin Covid-19 pada anak sekolah di di SMA 20 Jakarta Pusat, Kamis (01/07/2021).

GridHEALTH.id – Demi mengejar herd immunity yang diharapkan terwujud pada akhir 2021 dan untuk menekan dampak penyebaran virus corona, Presiden Jokowi pada akhir Juni lalu telah memerintahkan agar anak sekolah berusia 12 hingga 18 tahun mulai mendapatkan suntikan Covid-19.

Menyambung perintah presiden RI tersebut, Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI)  Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A(K) dalam Rapat Kerja Bersama Komisi IX DPR RI pada Senin (5/7/2021), mengatakan bahwa vaksinasi virus corona sangat diperlukan bagi anak.

Sejauh ini, baru vaksin  Covid-19 Sinovac yang telah disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk diberikan kepada kelompok anak usia 12 sampai 17 tahun.

Aman juga mengatakan bahwa vaksinasi penting diberikan pada anak karena mereka akan kembali bersekolah dan bersosialisasi.

Menurutnya, sekolah dan sosialisasi tersebut penting dalam tumbuh kembang anak, terutama pada mereka yang memiliki latar belakang sosioekonomi rendah.

Dalam presentasinya, Aman juga mengungkapkan sudah ada beberapa provinsi yang telah memulai vaksinasi Covid-19 pada anak, beberapa di antaranya adalah DKI Jakarta, Sumatera Utara, Bali, Aceh, dan Kalimantan Barat.

Baca Juga: Pemberian Vaksin Covid-19 Pada Anak Sekolah Sudah Dimulai, Harus Ada Izin dari Orangtua

Baca Juga: Jangan Terlena, Diabetes Bisa Muncul di Usia Lanjut, Ini Gejalanya

"Ini sudah mulai berjalan tanggal 1 Juli kemarin, alhamdulillah. Saya juga bisa melaporkan ini sangat penting pada umur 12 sampai 17 karena 30 % kematian anak Indonesia karena Covid-19 pada umur 10-18."

"Sampai saat ini tadi saya tanya dengan ketua (IDAI) cabang, belum ada laporan Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) yang serius. Jadi alhamdulillah, ini cukup baik jadinya."

Aman menegaskan bahwa anak tetap memiliki potensi terkena  Covid-19 yang sama dengan orang dewasa, serta tetap bisa mengalami gejala berat hingga meninggal.

“Meskipun dalam survei ditemukan 66% masyarakat masih tinggi dengan lansia dan balita. Jadi kalau kita terinfeksi, inilah yang kejadian kita lihat. Klaster keluarga, akhirnya kita tidak bisa menolong balita dan lansia kita," ujarnya.

Aman meminta masyarakat jangan lagi percaya bahwa anak tidak pernah terinfeksi Covid-19 dan anak itu gejalanya ringan," kata Aman B. Pulungan.

"Kita sudah lihat ternyata 15% Covid-19 pada anak bisa berat dan kita sudah lihat bisa meninggal," kata Aman.

Aman mengatakan virus SARS-CoV-2 pada anak yang terinfeksi tetap bisa setara dengan orang dewasa.

Baca Juga: Gary Iskak Divonis Hepatitis C, Pahami Gejala dan Cara Mencegahnya

Aman juga  mengingatkan bahwa sekolah tatap muka tetap memiliki risiko penularan COVID-19. "Walaupun 2 jam, anak itu menjadi berkumpul."

Maka dari itu, dalam rekomendasinya April lalu, IDAI mensyaratkan agar sekolah tatap muka hanya bisa dilakukan saat positivity rate di bawah 5%, serta tingkat kematian juga harus sudah menurun.

Selain itu, IDAI merekomendasikan jika sekolah tatap muka dimulai, harus disiapkan pembelajaran metode campuran, dan anak serta orangtua bebas memilih.

Baca Juga: Tempelkan Bawang Pada Telapak Kaki Menjelang Tidur, Lihat Dampaknya Bagi Tubuh

Baca Juga: 5 Komplikasi Kesehatan Akibat Infeksi Saluran Kemih Tak Segera Diobati

 Anak yang tetap memilih belajar online dari rumah  tetap harus memiliki hak dan perlakuan sama dengan mereka yang memilih hadir di kelas. (*)